"Kamu adalah Dewa yang paling dekat denganku, Nak. Masih ingat bukan, saat aku sakit tulang 2 tahun yang lalu. Saat itu kamu yang ditugaskan Dewa Langit untuk merawat aku."
"Iya, Kakek Dewa."
"Selain orang tuaku, kamulah satu-satunya Dewa yang mengetahui tanda lahir millikku. Tempatnya tersembunyi di salah satu anggota tubuhku, itu pun kamu mengetahuinya saat memandikanku, Nak. Nah, sekarang, sebutkan di mana posisi tanda lahir itu berada?"
Dewa Hitung Cepat mendadak pucat mendengar pertanyaan itu. "Maafkan saya, Dewa Arif Bijaksana. Saya sudah lupa di mana persisnya."
"Ayolah, Dewa Hitung Cepat. Hal-hal seperti itu bukan sesuatu yang mudah dilupakan. Kamu malah masih suka menggodaku tentang tanda lahir itu. Apa jawaban pertanyaan terakhir, di mana tanda lahir itu berada?" Dewa Arif bijaksana mengulang pertanyaannya.
Dewa Hitung Cepat pun menarik napas dalam sebelum menjawab, "Di perut anda, Dewa."
"Salah!"
"Oh iya, bukan. Tepatnya di bokong anda."
"Salah lagi..." ucap Dewa Arif Bijaksana. Dia kembali ke tempat duduknya sambil tersenyum-senyum.
"di punggung?"
"Salah lagi."