"...kalau perlu kutuk dia menjadi manusia fana, tanpa status dewa lagi," sambung Dewa Amarah.
Dewa Langit mengelus janggutnya untuk menimbang-nimbang permintaan para Dewa. Sesekali dilihatnya Dewa Hitung Cepat yang meringis menahan sakit.
"Maafkan saya, Baginda," Dewa Kemelut berdiri. "Saya rasa, kerajaan Nusantara juga harus ikut menerima hukuman karena telah menghina utusan Galampus. Jika baginda berkenan, saya akan mengirimkan kutuk sehingga rakyat dan petinggi-petinggi mereka terpecah belah. Mereka akan berperang satu sama lain, sehingga Nusantara akan jatuh menjadi kerajaan-kerajaan kecil."
Dewa Langit mengangguk-anggukan kepala.
"Saya setuju kita harus memberi hukuman kepada Dewa Muslihat dan kerajaan Nusantara. Tapi sebelum itu... mari kita dengar pendapat penasihat tahta Galampus, Dewa Arif Bijaksana."
Dewa langit duduk kembali di kursi kebesarannya dan mempersilakan Dewa Arif Bijaksana berbicara. Dewa yang sudah sangat sepuh itu pun berdiri sambil menopang dirinya dengan tongkat kayu dan mulai bertutur dengan suara yang sangat meneduhkan.
"Kita semua marah mendengar cerita Dewa Hitung Cepat. Tapi hati kita harus tetap dingin, saudara-saudariku. Maafkan Saya, Nak," Dewa Arif Bijaksana memandang Dewa Hitung Cepat. "Saya akan mengajukan tiga pertanyaan untuk menguji apakah kamu sendiri Dewa Hitung Cepat yang asli atau bukan."
Para Dewa terkejut.
"Apa maksudmu, Kakek Dewa?" tanya Dewa Langit.
"Kita semua harus waspada jika sudah berurusan dengan Dewa Muslihat, bukan? Dia sangat ahli berkamuflase dan memengaruhi pikiran orang lain."
"Tapi kita sudah menyegel Mustika Alih Persada miliknya, bukan?" tanya Dewa Langit lagi.