Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Santa Claus Panik dan Rudolf si Rusa Terbang

25 Desember 2017   21:40 Diperbarui: 25 Desember 2017   21:41 1705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudah, Tuan Santa. Di atas dosis biasa. Dia sudah tidak gelisah seperti tadi, tapi kini malah jadi lesu seperti ini."

"Padahal sejam lalu dia masih nampak bersemangat, Tuan Santa," sambung Ploug. "Tiga hari ini kami juga memberi pakan rumput serdadu dari desa Eol, rumput terbaik untuk para rusa terbang."

"Ya, dan sampai siang tadi, Rudolf masih makan dengan lahap."

Santa mengangguk-angguk sambil mengelus janggutnya. Matanya yang cemerlang menatap mata Rudolf lekat-lekat.

"Mari kita lihat...," Santa lalu mundur selangkah, lalu berseru dengan suara nyaring. "Lampu hidung, Rudolf. Lampu hidung!!"

Rudolf sedikit terkejut. Dia memejamkan mata beberapa saat, lalu saat membuka mata dia menyentakkan kepalanya ke depan. Dari hidungnya yang merah merona tiba-tiba memancar cahaya merah benderang yang langsung menerangi tempat itu. Pada kurcaci yang baru kali ini melihat langsung cahaya dari hidung Rudolf itu berdecak kagum.

Sayang cahaya dari hidungnya bertahan satu menit lalu padam kembali. Rudolf menunduk, seperti malu atau kecewa karena mestinya cahaya tersebut bertahan lebih lama lagi.

Santa kembali mengangguk-angguk.

"Sepertinya dia tidak sakit, Deercare. Cahaya dari hidungnya bersinar terang benderang. Aku tahu apa yang harus kita lakukan..."

Semua kurcaci menahan napas menunggu lanjutan ucapan Santa.

"Panggilkan kurcaci Tatum!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun