Sebelumnya Pelukis Langit: Gadis Berambut Merah
Lukisan-lukisan di dalam kamar ternyata jauh lebih banyak dan semuanya terlihat jelas tanpa penutup. Sebagian terpajang di dinding, sebagian tertumpuk di lantai, ada yang masih tergeletak di atas meja dan sudut-sudut kamar. Anehnya, semua lukisan tersebut bertema langit.
Satu-satunya penerangan dalam kamar berasal dari pelita yang diletakkan di atas meja rias searah kepala gadis yang tengah pulas di balik selimutnya. Tapi bukan masalah bagi mataku untuk melihat keindahan-keindahan pada lukisan itu dengan minimnya cahaya.
Hei… hei… itu seperti diriku!
Aku mendekat ke salah satu lukisan. Nampak di situ seorang pemuda duduk beralaskan awan, memakai baju zirah dari emas. Samar-samar aku melihat motif kepala Dophandi lengan zirah. Ini pakaian khas pemimpin Ephamus, dan tampang pemuda itu benar-benar seperti tampangku.
“Siapa anda, Tuan?”
Suara lirih itu mengejutkanku. Aku berbalik tiba-tiba sehingga menimbulkan suara gaduh di atas lantai kayu.
Gadis berambut merah itu telah berdiri tiga langkah dariku. Dia memegang pelita yang membuat wajahnya terlihat merona. Tidak ada raut wajah ketakutan di situ.
“Maaf… maafkan aku, Nona. Aku telah lancang…”
“Siapa anda, Tuan? Aku sepertinya sering memimpikan anda.”
“Namaku Endoras, aku… aku berasal dari Ephamus.”