Nad yang tidak kunjung keluar kamar membuat Diana berniat membangunkannya. Namun saat mengetuk pintu kamar tidak ada jawaban sama sekali. Diana pun membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Saat itu Nad telah terbaring terlentang di lantai. Tubuhnya kaku dengan darah merah pekat menggenangi lantai di sekitar kepalanya.
Diana pun menjerit histeris sehingga tetangga berdatangan.
Tora berjanji akan datang secepatnya. Tapi di tengah luapan emosi dia masih menyisakan ruang dalam otaknya untuk berpikir logis. Dia pun cepat-cepat menelepon Dayat, asisten klinik mereka.
“Gak usah buka klinik hari ini! Besok juga. Jangan pernah buka klinik lagi!” perintahnya dengan suara bergetar.
“Loh, kenapa, Mas?”
“Mbak Nad meninggal!”
Belum sempat Dayat mengungkapkan keterkejutannya, Tora menyambung lagi.
“Dengar Dayat. Buang semua HP klinik ke tempat yang jauh, cari sungai yang dalam. Terus….”
Tora menghelas napas dalam-dalam agar kuat melanjutkan omongannya. Air matanya mulai jatuh bercucuran.
“Terus… kamu cari kerjaan lain saja,” dia menghitung dengan cepat saldo tabungannya. “Kirim nomor rekening kamu, aku bayar gaji kamu dua bulan langsung! Dayat? Kamu ngerti?”
“Iya, mas. Mas… mbak Nad kenapa, mas?”