Keysha seketika merasa perih. Persis seperti luka yang direkahkan lalu dibalur perasan jeruk nipis. Untuk beberapa saat, dia sampai lupa mengunyah kembali burger ayamnya, sebelum kesadaran kembali menghampirinya.
“Tidak penting…,” ucapnya lirih.
Andrew kembali mengangkat bahu.
“Aku tahu, kamu juga suka sama Dias. Ney…,” ucapan Andrew tertahan.
“Kenapa Ney? Apa yang dia katakan?”
“Nah, sekarang kamu penasaran, kan?”
Keysha meletakkan potongan terakhir burger-nya dengan kasar. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia segera berdiri dan meninggalkan tempat itu. Sepertinya dia benar-benar kesal, bahkan sampai tidak mendengar panggilan Bang Toha, yang empunya gerobak.
“Biar saya saja yang bayar, Pak,” tutur Andrew sambil memandang kepergian Keysha.
****
Kini Keysha sedang menyesatkan diri dalam rimba raya lalu lintas kota. Skuter matic-nya dipacu kencang, seolah ingin menerobos kegundahan yang ditimpakan semesta kepadanya.
Dia, Neysha dan Dias. Neysha mungkin saja tahu, kalau dia juga diam-diam jatuh cinta pada cowok itu. Tapi dia harus mengakui, dalam beberapa hal, Neysha memang unggul darinya, kendati usia mereka hanya terpaut beberapa menit saja. Neysha lebih piawai bergaul dibanding dirinya.