Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis dalam Sepotong Teka-teki

8 Maret 2016   18:26 Diperbarui: 8 Maret 2016   23:09 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi gambar dari brookecastillo.com"][/caption]Hati Keysha mendadak pilu.

Di atas panggung yang lapang, Dias sedang mementaskan adegan cinta dengan penuh penghayatan. Sayang, bukan dirinya di ujung dialog cinta yang dilantunkan Dias saat itu, melainkan Neysha, saudari kembarnya.

“Tidak mungkin, ksatriaku. Tidak mungkin….” Ada getar-getar rasa dalam suara Neysha yang terdengar dari pengeras suara. Dia sedang memerankan tokoh putri jelita yang tinggal di menara gading. Sementara Dias jadi salah satu prajurit kerajaan. Keduanya jatuh cinta, namun terhalang oleh tembok-tembok istana dan dinasti yang kaku tak berperasaan.

 Dias setengah berlutut, memandang Neysha dengan gagah dan berseru,

“Belahan hatiku, apakah yang tidak mungkin dalam nama cinta? Ikutlah denganku, Putri. Kita tinggalkan sangkar emasmu dan kerajaan ini…”

Mata Keysha memerah. Dengan jelas dia bisa menangkap chemistry yang dalam antara saudari dan cowok pujaan hatinya. Merasa tidak tahan lagi, dia segera berdiri dan meninggalkan bangku pertunjukan teater kampus itu.

Toilet. Lokasi itu tujuannya saat ini, untuk menumpahkan semua kesedihan hatinya.

Setengah berlari, membuatnya tidak terlalu memperhatikan sosok Andrew yang sedang berdiri malas di ambang pintu pembatas ruang penonton dan sayap gedung teater.

Hampir seluruh gadis di kampus ini tahu kalau Andrew seorang playboy. Anehnya, masih selalu saja ada gadis yang bersedia menjadi pacarnya.

Saat Keysha melewatinya, Andrew meledek, “Berani jatuh cinta, ya berani sakit hati.”

Keysha berhenti sejenak, berpaling dan menatap Andrew tajam.

“Tahu apa kamu tentang cinta?” lalu kembali beranjak dari situ dan segera menyembunyikan diri di balik toilet wanita.

 **** 

Di luar gedung teater dibuka beberapa gerobak penjual kudapan. Keysha memilih gerobak yang paling ujung dan paling sepi, agar tak ada yang bisa melihat kesedihannya. Dia memesan sepotong burger ayam dengan sambal yang banyak. Sengaja. Agar jika ada yang menangkap basah dirinya dengan lelehan air mata, dia bisa mencari alasan.

Saat ini malam sudah menguasai separuh langit. Bintang-bintang mulai berpendar satu-satu. Di bawah payung taman, Keysha mengunyah burger-nya perlahan sembari membiarkan angin malam membelai mesra. Siapa tahu bisa meneduhkan kegamangan hatinya.

“Eh, malah ngumpet disini.”

Keysha terkejut dengan suara itu, sehingga menelan burger-nya bulat-bulat. Dia lalu buru-buru mengalirkan air teh botol  ke dalam kerongkongannya. Setengah botol langsung tandas.

Keysha pun memaki-maki Andrew yang sudah duduk seenak udel tepat di hadapannya. Tapi demi menjaga kesopanan, maki-makinya hanya di dalam hati. Yang nampak dari luar adalah sosok dingin, bengis serta pesan “Pergi jauh-jauh”, yang menempel di kerut keningnya.

Tapi Andrew tak ambil pusing. Malah kini dia memperhatikan wajah Keysha lekat-lekat.

“Banyak orang bilang, kamu dan Ney memang seperti pinang dibelah dua. Tapi baru sekarang aku melihatnya langsung… dari jarak sedekat ini. Kamu dan Ney memang benar-benar mirip.”

Keysha semakin terganggu. Hanya orang-orang dekat yang memanggil saudarinya dengan panggilan Ney. Orang lain biasa memanggil lebih lengkap, Neysha. Tak urung, dia buka suara juga.

“Kamu kenal Ney?”

“Tentu. Sejak Ney dekat dengan Dias. Dias kan kawanku juga.”

“Aku tidak pernah melihat kamu akrab dengan Dias.”

“Well, anggaplah aku kawan Dias pada kehidupannya yang lain.”

Efek sambal mulai terasa. Keysha merasakan suhu kepalanya sedikit meningkat.

“Terus, apa yang membawamu kesini?”

Andrew mengangkat bahu.

“Aku suka dengan burger ayam Bang Toha. Kebetulan kamu juga ada disini, jadi ya…”

“Kalau begitu kenapa belum memesan?”

Premis Keysha terpatahkan saat Bang Toha menyajikan satu burger ayam di atas meja kecil di depan mereka.

Dengan senyum kemenangan, Andrew meraih burger ayamnya.

“Eh, iya. Aku juga mau menyampaikan sesuatu. Entah penting atau tidak. Dias dan Ney sudah jadian loh tadi. Di belakang panggung, beberapa saat sebelum mereka mentas,” ucapnya lagi.

Keysha seketika merasa perih.  Persis seperti luka yang direkahkan lalu dibalur perasan jeruk nipis. Untuk beberapa saat, dia sampai lupa mengunyah kembali burger ayamnya, sebelum kesadaran kembali menghampirinya.

“Tidak penting…,” ucapnya lirih.

Andrew kembali mengangkat bahu.

“Aku tahu, kamu juga suka sama Dias. Ney…,” ucapan Andrew tertahan.

“Kenapa Ney? Apa yang dia katakan?”

“Nah, sekarang kamu penasaran, kan?”

Keysha meletakkan potongan terakhir burger-nya dengan kasar. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia segera berdiri dan meninggalkan tempat itu. Sepertinya dia benar-benar kesal, bahkan sampai tidak mendengar panggilan Bang Toha, yang empunya gerobak.

“Biar saya saja yang bayar, Pak,” tutur Andrew sambil memandang kepergian Keysha.

****

Kini Keysha sedang menyesatkan diri dalam rimba raya lalu lintas kota. Skuter matic-nya dipacu kencang, seolah ingin menerobos kegundahan yang ditimpakan semesta kepadanya.

Dia, Neysha dan Dias. Neysha mungkin saja tahu, kalau dia juga diam-diam jatuh cinta pada cowok itu. Tapi dia harus mengakui, dalam beberapa hal, Neysha memang unggul darinya, kendati usia mereka hanya terpaut beberapa menit saja. Neysha lebih piawai bergaul dibanding dirinya.

Jika Neysha melibatkan diri dengan kegiatan teater kampus, dia lebih memilih mengasingkan diri dibalik perkakas laboratorium fisika. Peluang cowok untuk singgah ke hatinya jadi lebih kecil dibanding peluang yang dimiliki Neysha. Giliran cowok itu hadir dalam rupa Dias, sekali lagi keberuntungan lebih berpihak pada Neysha.

Tapi yang kini membingungkan adalah kehadiran Andrew di antara mereka. Mengapa kini seolah-olah dia begitu dekat dengan Neysha. Padahal Neysha tidak pernah bercerita sedikit pun tentangnya.

Masih dalam kebingungan yang sama, Keysha pun membenamkan dirinya dalam-dalam di atas kasur sesampainya di rumah. Dia ingin saat Neysha serta papa dan mamanya sampai di rumah nanti, dia sudah terlelap, berharap mimpi dapat merubah sesuatu pada kisah malam ini.

Sebelum benar-benar tertidur, Keysha mengirim pesan ke Neysha untuk mengabari, kalau dia sudah duluan sampai di rumah karena pening. Sedikit kebohongan dibutuhkan dalam suasana seperti ini.

Prediksi Keysha benar. Kurang lebih setengah jam kemudian, Neysha masuk ke kamar. Ada sedikit garis kelelahan pada wajah kembarannya itu. Tapi melihat saudarinya sudah tertidur lelap, dia mengurungkan niatnya untuk bercerita banyak.

****

Suasana perpustakaan kampus begitu senyap, sekalipun lebih dari selusin mahasiswa sedang berada di dalam saat ini. Salah satunya Keysha yang sedang memilih-milih buku pada rak-rak di bagian Sains. Saat mengambil sebuah buku tebal, seringai Andrew nampak di balik rak. Keysha hampir berteriak saking  terkejutnya.

“Kamu lagi!” ucapnya kesal, setengah berbisik.

“Aku kan datang untuk menghibur kamu, Key.”

“Memangnya aku seperti butuh dihibur?”

Keysha menjauh dari Andrew, menuju ke bagian buku yang lain. Andrew mengekor.

“Aku sudah berpengalaman. Jadi tahu benar perasaan seorang cewek.”

“Dan hasilnya? Pacar kamu belum lama ini kamu putuskan lagi, bukan?”

Andrew sedikit terkejut, lalu tersenyum menggoda.

“Kamu ternyata selama ini memperhatikan aku, ya?”

Keysha tersenyum sinis.

“Separuh kampus ini tahu, kali. Cerita picisan kamu dan pacar-pacar kamu itu kan lebih trending ketimbang cerita seleb…,” Keysha menghentikan omongannya karena tahu-tahu Bu Mirna, pegawai perpustakaan telah berdiri disamping mereka. Berkacak pinggang, dan melotot kejam dari balik kacamatanya.

Setelah diusir dengan hormat dari perpustakaan, keduanya melanjutkan “kemesraan” mereka di koridor yang menghubungkan perpustakaan dan gedung perkuliahan. Tapi sepertinya tidak. Keysha kelihatan tidak mau bercakap-cakap dan melangkah seperti atlit jalan cepat, sementara Andrew terus berusaha menjajarinya sambil menjelaskan sesuatu.

Hampir putus asa, Andrew pun berlari menghalangi langkah Keysha.

“Oke. Baik… aku akan menyampaikan satu kebenaran lagi, Key.”

Keysha menggelengkan kepala dan berjalan tergesa-gesa seperti tadi, melewati Andrew begitu saja.

“Ney adalah korban, Key. Dia adalah taruhan petualangan cinta Dias.”

Perkataan itu sontak menghentikan langkah Keysha. Dia berbalik. Tatapannya sedingin es di kutub utara kini.

“Maksud kamu?”

“Aku serius, Key. Dias hanya mempermainkan Ney… dan juga nantinya kamu.”

Andew mengatur napas sambil memikirkan kata-kata yang tepat untuk mengurai masalah itu.

“Kami, termasuk aku, Dias, dan beberapa kawan lagi, punya taruhan besar. Skenarionya seperti ini. Dalam waktu sebulan, Dias memacari Ney, lalu memutuskannya, lalu dia beralih dan memacari kamu. Jika berhasil, dia memenangkan taruhan itu. Jika gagal, dia yang akan membayar kami.”

Keysha memicingkan mata.

“Andew, kalau itu benar, itu sebuah kejahatan! Cinta bukan mainan seperti itu, kan?”

“Maaf, Key. Aku… aku sendiri sebenarnya menyesal. Makanya aku mencari cara untuk menghentikan ini. Tanpa… mengorbankan persahabatan kami.”

Keysha baru mau berbicara lagi, tapi Andrew keburu menyodorkan sepotong kertas berisi alamat rumah, diakhiri dengan sebuah nomor, seperti nomor kamar.

“Mungkin hanya kamu yang bisa menolong Ney… juga diri kamu sendiri. Kamu harus datang ke alamat ini malam ini. Tidak usah takut, ini kost putri. Yang harus kamu ingat, jangan sekali-kali menyeret namaku… dan kata kuncinya adalah…”

Andew menatap Keysha.

Don’t knock…”

******

Keysha membiarkan kesadarannya diombang-ambingkan malam lalu tahu-tahu, dia dan skuter matic-nya sudah berada di ambang gerbang rumah sebuah indekost putri. Keterangan itu terpampang jelas di papan nama rumah.

Sebuah rumah besar berlantai dua. Di balkon lantai dua yang terang benderang, beberapa orang gadis sedang bercerita sambil terkekeh geli. Ada tangga besi yang menjuntai, langsung menghubungkan teras di lantai satu dan balkon di lantai dua.

Kaki Keysha pun melangkah ragu-ragu mendekati teras rumah kost.

“Cari siapa, Mbak?” tanya salah satu dari mereka di lantai dua.

Sepintas, Keysha melihat motor Dias sedang terparkir di pinggiran teras. Tapi dia takut, jika menyebut nama buruannya itu, kesempatannya bisa hilang.

“Ng… kamar 12 dimana ya, Mbak?” Keysha balas bertanya.

“Ooh… Poppy. Naik aja kesini mbak, terus ke sebelah kiri, kamar paling ujung.”

Keysha menarik napas lega. Ternyata semudah itu.

Dia beranjak menjejaki tangga besi, dan menuju ke arah yang ditunjukkan tadi. Ternyata, balkon tersebut memanjang mengitari lantai dua. Di sebelah dalam, beberapa kamar berderet dengan pintu menghadap ke arah luar. Di depan kamar-kamar ada jemuran kecil berisi aneka macam pakaian dalam perempuan. Memang sepertinya bangunan itu sudah dirancang sejak awal untuk dijadikan rumah kost.

Kini dia sudah berada di depan pintu kamar nomor 12. Pintu tertutup rapi, begitu pula jendela nakonya. Sepertinya tidak ada orang di dalam, tapi lama-lama telinga Keysha menangkap lirih suara mesin televisi.

Mengingat pesan Andrew, Keysha mestinya langsung memuntir gagang pintu untuk membukanya. Tapi dia masih menjunjung tinggi kesopanan, sehingga jemarinya dibiarkan mengetuk pintu.

“Siapa…?” terdengar suara wanita dari dalam. Tapi Keysha terdiam. Dia malah lanjut mengetuk.

Pintu pun kemudian terbuka kecil dari dalam. Sepertinya pintu itu memang tidak terkunci tadi. Wajah cewek manis berhidung mancung muncul di ambang pintu. Melihat Keysha, cewek itu terkejut setengah mati dan bermaksud menutup kembali pintunya.

Untunglah, Keysha lebih sigap. Nalurinya memaksanya untuk segera mendorong pintu tersebut. Keysha menang dan cewek tadi jatuh ke belakang karena kehilangan keseimbangan.

“Siapa, beb?”

Suara Dias terdengar. Kemudian ketika pintu terbuka lebar, nampaklah pemandangan yang membuat pikiran Keysha terang benderang.

Dias setengah telanjang di atas tempat tidur, dan cewek tadi di atas lantai hanya mengenakan celana super pendek dan kutang tipis yang hampir tidak muat lagi.

“Ney…!”

Giliran Dias yang terkejut setengah mati.

Keysha bingung mau berkata apa dalam suasana serba canggung itu. Tapi yang jelas dia benar-benar marah. Kepalang tanggung, Dias menganggapnya sebagai Neysha, jadi,

“Kita putus sekarang!”

Ucapan itu yang akhirnya keluar dari mulutnya, lalu Keysha buru-buru pergi dari tempat itu.

“Ney…! Dengar dulu, Ney!”

Percuma saja Dias memanggil.

Keysha kini sedang berusaha men-starter motornya. Pikirannya jadi tambah kalut. Apa yang harus dikatakan pada Neysha? Bagaimana seharusnya perasaannya saat ini pada Dias?

“Sstt…! Apa yang terjadi?”

 “Andrew?”

“Ya, kesini, Key. Jangan sampai Dias melihatku di sekitar sini. Tapi aku sangsi dia akan keluar menyusulmu…”

Keysha mendekat ke arah Andrew, agak jauh dari gerbang rumah kost. Keduanya kini duduk di atas trotoar. Kegalauan jelas tergambar dari raut wajah Keysha.

“Aku benar-benar tidak menyangka, Drew. Dias ternyata brengsek. Apa memang semua lelaki seperti itu?”

“Wah, itu pernyataan yang keji, Key. Tapi gampang dipatahkan, paling tidak oleh papa kamu.”

Keysha tersenyum tipis. Senyuman pertama di malam ini.

“Jawab yang jujur, Drew. Mengapa kamu membongkar aib kawan kamu sendiri?”

Andrew terpekur. Lalu mencoba menghitung beberapa bintang di langit, dan akhirnya mengungkapkan isi hatinya.

“Ney adalah sahabat baikku. Aku tidak ingin melihatnya sedih nantinya.”

“Aneh. Kalau begitu mengapa sejak awal kamu tidak bilang padanya?”

“Aku akan memberitahumu satu rahasia kecil lagi, Key. Ney sepertinya… tahu muslihat Dias. Tapi dia berpura-pura mengikuti permainan Dias untuk melindungi kamu, Key.”

Keysha mengernyitkan kening.

“Maksud kamu?”

“Ney tidak mau berterus terang tentang Dias, karena takut kamu tidak percaya atau menganggapnya mengada-ada. Dia tahu kamu suka pada cowok itu. Makanya dia menggunakan cara ini untuk membuatmu menjauhi Dias.”

“Ah, kisah ini semakin membuatku bingung, Drew. Kalau begitu, pertanyaan tadi belum kamu jawab. Mengapa kamu membongkar rahasia Dias?”

“Baiklah… aku akan memberitahu satu rahasia lagi, Key. Aku… aku tidak ingin melihat kamu terus-terusan menangisi cowok itu. Dia tidak pantas untuk kamu.”

“Mengapa kamu peduli padaku?”

“Kamu terlalu banyak bertanya, Key. Memang cocok ya jadi asdos…”

“Kamu terlalu banyak menyimpan rahasia, soalnya.”

“Sudahlah…. Lebih baik kamu mencoba menghitung bintang di langit sekarang. Mungkin bisa membantu mendinginkan kepala kamu…”

“Bisa tidak menghitungnya sambil sandar di bahu kamu?”

“Boleh, tapi bahu aku ada biaya sewanya, ya.”

Keysha tersenyum lagi, lalu melabuhkan kepalanya di bahu Andrew yang kokoh.

“Nanti tambahkan dengan tagihan burger ayam kemarin. Sorry ya, aku kalap jadi lupa bayar. Tadi siang Bang Toha bilang sudah lunas dibayar sama mas ganteng.”

Andrew tertawa kecil.

Kedua sejoli itu membiarkan pendar bintang menari-nari di pelupuk mata mereka. Mungkinkah sebuah kisah baru akan diawali malam ini?

“Lihat, Dias. Kali ini aku yang akan menang, bukan kamu!” batin Andrew. Sinar matanya begitu dingin, seperti sumur yang siap menelan siapa pun di sekitarnya.

____________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun