Itu gema percakapan yang masih berbekas sebelum Dad meninggalkan apartemen dan mengejar pesawat terakhir Boston-Atlanta malam ini.
Pukul 10 malam, Janet berusaha memejamkan matanya. Suara bisikan itu mulai terdengar lagi. Awalnya Janet berpikir suara itu hanya desis angin yang berhembus bersama hujan. Namun lama kelamaan desis itu menjadi mirip bisikan, yang terdengar terputus-putus. Bisikan itu seperti barisan kata-kata acak, sesekali Janet merasa bisikan itu sedang memanggilnya.
Janet ingin sekali berteriak mengusir suara-suara itu. Tapi dia tidak ingin bibi Grace berpikir dia sudah gila.
“Atau jangan-jangan aku sudah gila?” batin Janet.
“Aku belum gila. Aku memang hanya terlalu memikirkan ibu…,”
“Mungkin aku hampir gila…,”
Lalu seiring suara hujan yang mereda, suara bisikan itu tiba-tiba lenyap. Malam jadi benar-benar senyap.
Lalu tiba-tiba terdengar suara teriakan histeris mirip suara bibi Grace dan suara seseorang jatuh ke lantai dengan deras. Suara itu begitu dekat. Janet merasa suara itu datang dari luar kamarnya.
Suasana kembali hening. Jantungnya berdegup lebih kencang.
Apa yang sedang terjadi? Apa dia juga baru saja berhalusinasi?
Janet pun berjingkat menuju ke pintu kamarnya lalu menempelkan telinganya ke situ. Tak ada suara apapun di luar sana. Dia perlahan-lahan membuka kenop pintu untuk melihat keadaan di luar. Jantungnya hampir copot saat seseorang menghentak keras pintu tersebut dari luar sehingga Janet kehilangan keseimbangan dan terjatuh.