Nafsu iblis mulai membuncah di kepala. Sekali gerakan, separuh tubuh Janet habis digerayang. Separuhnya lagi menunggu giliran selagi dia membereskan posisi celananya. Pria itu pun membuka masker-nya agar lebih leluasa melumat bibir Janet. Pria itu bermata biru dengan rahang kokoh, dan bekas jahitan operasi memanjang di keningnya.
Tak bergeming, tubuh Janet pasrah menerima setiap sentuhan dan desahan pria itu.
“Sebenarnya tidak seru juga menikmati permainan solo ini”, batin pria rahang kokoh. ”Tapi sudahlah, sekarang sentuhan terakhir.” Pria itu meregangkan kedua kaki Janet.
Tapi seperti kaki jenazah, kedua kaki Janet terpatri erat di lantai. Kaku dan keras. Pria itu mencoba lagi sekuat tenaga. Nihil.
“Apa dia tewas terhantam gagang pistol?”
Pria itu menempelkan telinganya ke dada Janet. Degup jantungnya masih terdengar.
Lalu pria itu meloncat karena terkejut.
Masih dengan mata tertutup, Janet menggerakkan kedua tangannya yang terikat kencang. Sekali sentak, kabel pengikat itu putus seperti benang terbakar api. Kedua mata Janet terbuka lebar-lebar, sepasang mata itu menatap dingin.
Gantian pria itu yang terpekik tertahan.
“Pergilah ke neraka, bajingan….,” seru Janet serak. Suaranya mirip suara nenek renta yang sedang sekarat.
Janet berdiri. Lalu raut wajahnya berubah. Urat-urat bertonjolan di situ. Kemudian di sepanjang tangan dan kakinya. Wajahnya pun membiru seperti mayat.