Ekspresi Riana berubah senang.
“….tapi ada syaratnya,”
Bibir Riana kembali tertekuk.
“Duh, kamu ini kayak mau bikin undian berhadiah aja, Im. Pake syarat segala…. Trus, syaratnya apa dong?”
Baim kembali malu-malu kucing. Kalau yang tadi kucing Angora, kali ini kucing emperan.
“Mm… ng… Kamu mesti temenin aku ke acara kawinan temen kantor aku. Tapi… kita mesti acting mesra, seperti sepasang kekasih yang baru jadian gitu. Kamu kan tahu aku sampai hari ini masih jomblo. Trus di acara itu semua teman-teman pasti datang sama pasangan masing-masing. Kamu… kamu mau kan, Ri?”
Riana jadi speechless mendengar permintaan Baim. Memang Baim ini tetangga kontrakan yang paling baik se-Indonesia Raya. Tapi kalau harus ngaku jadi pacar Baim, mesti cuman acting doang….. sepertinya mesti dipikirkan gosong-gosong dulu nih.
“Plissss…. Jangan pasang ekspresi gitu dong, Ri,” melas Baim.
“Tunggu bentar ya, Im. Aku pikir-pikir dulu,…. “ sahut Riana sambil beranjak dari sofanya ke arah kamar.
Aku pikir-pikir dulu dimana saja tempat nyelip selembar dua lembar duit aku, siapa tahu cukup lima ratus ribu, batinnya.
Tak sampai 10 menit kemudian, Riana sudah kembali ke ruang tamu membawa setumpuk lembaran rupiah mulai dari pecahan seratus ribu sampai lima ribu rupiah. Persis penukar uang.