Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Debt Collector ala Baim

8 Juli 2015   21:44 Diperbarui: 8 Juli 2015   21:52 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sirup lemon yang disuguhkan Riana hampir tandas. Dia juga mulai menunjukkan ekspresi ingin segera menyudahi obrolan sore itu. Tapi di depannya, Baim masih nampak adem saja, malah terus bertutur bak host acara entertainment. Sesekali Baim memandang Riana genit, sambil tertawa garing memaksa Riana ikut meringis sejenak, untuk menjaga reputasinya sebagai seorang mantan cewek ajang putri-putrian jaman sekolahan dulu, yang harus senantiasa menjaga 3B-nya di depan khalayaak.

Riana hampir menyerah, setelah pembicaraan ngalor ngidul itu terus berlangsung. Dia pun memberi isyarat menatap arlojinya beberapa kali, berharap Baim paham Riana mesti menggunakan waktu untuk hal lain juga. Begitu Riana menarik napas untuk mengatakan sesuatu, Baim cepat-cepat memotong ucapannya

“Eh, Na…., ngomong-ngomong aku baru menyadari loh, kalau nama kita serasi… hehe!”

Riana mengernyitkan kening

“Maksud kamu??”

“Namaku Baim, trus nama kamu Riana…. Jadi kalau digabung jadi RnB, kayak genre musik. Siapa tahu Tuhan punya rencana besar untuk kita….” Baim lalu tertawa tersipu. Kacamata bulat tebal yang nangkring di depan hidungnya hampir saja lepas.

Riana pura-pura ikut tertawa.

“Ah, kamu bisa aja, Im… Itu kan kebetulan saja!”

Begitu Baim menyelesaikan tawanya. Riana langsung menyambar…

“Im, kamu kesini cuman mau curcol doang kan? atau masih ada yang lain lagi? Soalnya bentar aku ada acara nih. Mau reuni kecil-kecilan dengan teman-teman kuliah sejurusan dulu…”

Baim manyun. Lalu dengan gaya malu-malu kucing dia melanjutkan ucapannya,

“Emm, eh, sebenarnya aku kesini mau nagih Rp 500.000 yang bulan lalu kamu pinjem. Soalnya lagi butuh banget….,”

Riana memaki dalam hati.

Sompreeeet…. Jadi dari tadi ngomong muter-muter gak jelas hampir sejam, cuman intro buat nagih utang doang??

Tapi dia tetap berusaha pasang muka manis…

“Ooh itu. Sorry ya, bro. Nanti aku transfer ke rekening kamu…”

“Kalau bisa tunai sekarang deh, Ri. Aku juga lagi butuh nih, mau ngirim buat emak di kampung. Dia gak punya nomor rekening soalnya. Mumpung ada saudara yang mau balik ke kampung bentar malam….”

Riana pun kebingungan.

“Duuh gimana ya, Im? Aku juga lagi gak punya tunai sebanyak itu. Mm… atau gini bentar kan aku mau rencana keluar nih. Sekalian aku mampir ke ATM untuk transfer…”

“Hmm….  sebenarnya gak masalah sih. Tapi takutnya kamu lupa lagi, soalnya minggu lalu kamu juga bilang mau transfer tapi buktinya belum sempat-sempat juga kan?”

Riana tersenyum pahit.

“…. atau gini aja deh, Ri. Kamu mau transfer besok atau lusa juga gak apa-apa. Atau kalau perlu gak usah transfer-transfer juga gak masalah….,”

Ekspresi Riana berubah senang.

“….tapi ada syaratnya,”

Bibir Riana kembali tertekuk.

“Duh, kamu ini kayak mau bikin undian berhadiah aja, Im. Pake syarat segala…. Trus, syaratnya apa dong?”

Baim kembali malu-malu kucing. Kalau yang tadi kucing Angora, kali ini kucing emperan.

“Mm… ng… Kamu mesti temenin aku ke acara kawinan temen kantor aku. Tapi… kita mesti acting mesra, seperti sepasang kekasih yang baru jadian gitu. Kamu kan tahu aku sampai hari ini masih jomblo. Trus di acara itu semua teman-teman pasti datang sama pasangan masing-masing. Kamu… kamu mau kan, Ri?”

Riana jadi speechless mendengar permintaan Baim. Memang Baim ini tetangga kontrakan yang paling baik se-Indonesia Raya. Tapi kalau harus ngaku jadi pacar Baim, mesti cuman acting doang….. sepertinya mesti dipikirkan gosong-gosong dulu nih.

“Plissss…. Jangan pasang ekspresi gitu dong, Ri,” melas Baim.

“Tunggu bentar ya, Im. Aku pikir-pikir dulu,…. “ sahut Riana sambil beranjak dari sofanya ke arah kamar.

Aku pikir-pikir dulu dimana saja tempat nyelip selembar dua lembar duit aku, siapa tahu cukup lima ratus ribu, batinnya.

Tak sampai 10 menit kemudian, Riana sudah kembali ke ruang tamu membawa setumpuk lembaran rupiah mulai dari pecahan seratus ribu sampai lima ribu rupiah. Persis penukar uang.

“Im, maaf ya. Ternyata tunai aku cukup lima ratus ribu. Hanya, ada uang kecilnya juga. Dihitung dulu deh.”

Wajah Baim antara kecewa dan senang. Tapi tak urung menghitung juga lembar demi lembar rupiah yang disodorkan kepadanya.

“Yap, pas, Ri.”

“Maap ya, pinjem duitnya kelamaan. Saya janjinya cuman seminggu, tapi baru sekarang ini sempat dikembalikan…..,”

“Oh, gak apa-apa. Kita kan sebagai tetangga mesti tolong menolong, Ri. Ehm… tapi tawaran aku tadi itu masih berlaku loh. Siapa tahu kamu mau tolong aku, pura-pura jadi pacar aku….,”

Riana tersenyum.

“Aku sih sebenernya mau aja, Im. Tapi soalnya sudah ada agenda juga hari itu, sekali lagi maaf ya, Im…,” ucap Riana.

“Ooh gitu. Ya udah, gak apa-apa kok.  Eh, aku balik dulu ya kalau gitu,…”

Riana mengiyakan dan mengantar Baim sampai depan teras. Dalam hati dia meledek Baim lagi,

Dasar Baim geblek! Dia kan belom kasih tahu tanggal acara nikahan teman kantornya, mau aja dikibulin. Hehehe

Tapi Riana tidak tahu, di luar sana Baim sedang tersenyum penuh kemenangan.

Yess! Jurus debt collector-ku kali ini berhasil lagi….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun