Keberadaan BUT di Indonesia dipengaruhi oleh etika Protestan melalui semangat kapitalisme. Perusahaan asing yang beroperasi melalui BUT diharapkan memberikan kontribusi yang adil terhadap perekonomian lokal melalui pajak. Hal ini sesuai dengan prinsip etika Protestan yang menekankan pentingnya kerja keras dan keuntungan sebagai bukti keselamatan, yang dalam konteks modern, berarti juga sebagai kontribusi terhadap masyarakat.
Hubungan BUT dengan Etika Protestan
Kewajiban Perpajakan:
BUT dianggap sebagai subjek pajak yang harus memenuhi kewajiban perpajakan di Indonesia. Hal ini sesuai dengan prinsip etika Protestan yang menekankan pentingnya kerja keras dan keuntungan, yang dalam konteks perpajakan, berarti juga sebagai kontribusi terhadap pendapatan negara.
Penghindaran Pajak Berganda:
Keberadaan BUT juga penting dalam menghindari pengenaan pajak berganda. Dengan memiliki tempat usaha tetap di Indonesia, BUT dapat memenuhi kriteria untuk menentukan apakah Indonesia memiliki hak untuk memajaki penghasilan yang diterima oleh penduduk dari negara treaty partner. Hal ini sesuai dengan prinsip etika Protestan yang menekankan pentingnya akumulasi kekayaan dan penghindaran kerugian.
Dalam keseluruhan, etika Protestan mempengaruhi keberadaan BUT di Indonesia melalui semangat kapitalisme yang menekankan kerja keras, akumulasi kekayaan, dan kontribusi terhadap masyarakat. Hal ini menciptakan sinergi antara pencarian keuntungan oleh perusahaan asing dan kewajiban mereka untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui pajak.
Etika Protestan
Etika Protestan merujuk pada nilai-nilai kerja keras dan disiplin yang diajarkan oleh ajaran Kristen Protestan. Weber menyoroti beberapa konsep kunci dari etika ini:
Panggilan (the calling): Menganggap pekerjaan sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Doktrin Predestinasi: Keyakinan bahwa keberhasilan materi dapat menjadi tanda keselamatan. Asketisme Duniawi: Menekankan penghindaran dari kemewahan dan konsumsi berlebihan
Etika ini mendorong individu untuk bekerja keras dan berinvestasi, bukan hanya untuk kepuasan pribadi tetapi sebagai bentuk spiritualitas. Hal ini menciptakan lingkungan di mana akumulasi modal dan pengembangan bisnis menjadi norma