Definisi BUT
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah suatu tempat usaha yang digunakan oleh orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau didirikan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. BUT ini termasuk dalam kategori Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) tetapi memiliki perlakuan pajak yang sama dengan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri.
Kriteria Pembentukan BUT
BUT dibentuk jika ada suatu tempat usaha (place of business) yang permanen, seperti tanah, gedung, mesin, peralatan, gudang, komputer, atau peralatan otomatis yang digunakan untuk menjalankan aktivitas usaha. Kriteria lain termasuk adanya kegiatan usaha yang dilakukan secara sebagian atau keseluruhan dari tempat usaha tersebut.
Jenis Penghasilan BUT
Terdapat tiga jenis penghasilan yang dikenakan pajak bagi BUT:
Penghasilan dari Harta BUT Sendiri (Attribution Rule): Penghasilan yang berasal dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya oleh BUT.
Penghasilan dari Kantor Pusat (Force of Attraction Income): Penghasilan kantor pusat yang sejenis dengan yang dilakukan oleh BUT, meskipun tidak melalui BUT. Contohnya, penjualan produk atau pemberian pinjaman oleh kantor pusat yang dianggap sebagai penghasilan BUT karena termasuk dalam ruang lingkup usaha BUT.
Penghasilan yang Terhubung Secara Efektif (Effectively Connected Income): Penghasilan kantor pusat yang memiliki hubungan efektif dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut. Misalnya, royalti yang diterima dari penggunaan merek dagang melalui BUT di Indonesia.
Perlakuan Pajak
BUT dikenakan pajak dengan tarif yang sama dengan Wajib Pajak Badan, yaitu sebesar 25%, kecuali untuk BUT tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus .
Bentuk-Bentuk BUT
BUT dapat berupa berbagai bentuk, termasuk:
- Bentuk Dasar (Basic Rule)
- Konstruksi (Construction)
- Pemberian Jasa (Service)
- Keagenan (Agency)
- Asuransi (Insurance), tergantung pada model yang digunakan (OECD atau UN Model).
Dengan demikian, BUT memiliki peran penting dalam sistem perpajakan Indonesia, terutama dalam mengatur penghasilan dari aktivitas usaha yang dilakukan oleh entitas luar negeri di Indonesia.
Hubungan antara Bentuk Usaha Tetap (BUT), Etika Protestan, dan Semangat Kapitalisme dapat dipahami melalui perspektif sosiologis yang diajukan oleh Max Weber. Dalam karyanya yang terkenal, "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism," Weber mengemukakan bahwa etika Protestan, terutama dari kalangan Calvinis dan Puritan, telah berperan penting dalam membentuk semangat kapitalisme di Eropa.
Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
Etos Kerja Keras:
Etika Protestan, terutama dari tradisi Calvinis, menekankan pentingnya kerja keras dan akumulasi kekayaan sebagai bukti keselamatan di akhirat. Ini menciptakan etos kerja yang berorientasi pada dunia, di mana orang-orang saleh diharapkan bekerja keras untuk menghasilkan keuntungan dan kekayaan.
Pengembangan Kapitalisme:
Etika Protestan membentuk gaya hidup asketis yang khas, yang digabungkan dengan pencarian kekayaan. Hasilnya adalah akumulasi modal terus menerus, yang merupakan faktor penting dalam tumbuhnya semangat kapitalisme. Semangat ini memberikan dorongan penting dalam perubahan struktur masyarakat, terutama dalam pengembangan ekonomi modern di Eropa.
Pengaruh pada Kebijakan Pajak:
Keberadaan BUT di Indonesia dipengaruhi oleh etika Protestan melalui semangat kapitalisme. Perusahaan asing yang beroperasi melalui BUT diharapkan memberikan kontribusi yang adil terhadap perekonomian lokal melalui pajak. Hal ini sesuai dengan prinsip etika Protestan yang menekankan pentingnya kerja keras dan keuntungan sebagai bukti keselamatan, yang dalam konteks modern, berarti juga sebagai kontribusi terhadap masyarakat.
Hubungan BUT dengan Etika Protestan
Kewajiban Perpajakan:
BUT dianggap sebagai subjek pajak yang harus memenuhi kewajiban perpajakan di Indonesia. Hal ini sesuai dengan prinsip etika Protestan yang menekankan pentingnya kerja keras dan keuntungan, yang dalam konteks perpajakan, berarti juga sebagai kontribusi terhadap pendapatan negara.
Penghindaran Pajak Berganda:
Keberadaan BUT juga penting dalam menghindari pengenaan pajak berganda. Dengan memiliki tempat usaha tetap di Indonesia, BUT dapat memenuhi kriteria untuk menentukan apakah Indonesia memiliki hak untuk memajaki penghasilan yang diterima oleh penduduk dari negara treaty partner. Hal ini sesuai dengan prinsip etika Protestan yang menekankan pentingnya akumulasi kekayaan dan penghindaran kerugian.
Dalam keseluruhan, etika Protestan mempengaruhi keberadaan BUT di Indonesia melalui semangat kapitalisme yang menekankan kerja keras, akumulasi kekayaan, dan kontribusi terhadap masyarakat. Hal ini menciptakan sinergi antara pencarian keuntungan oleh perusahaan asing dan kewajiban mereka untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui pajak.
Etika Protestan
Etika Protestan merujuk pada nilai-nilai kerja keras dan disiplin yang diajarkan oleh ajaran Kristen Protestan. Weber menyoroti beberapa konsep kunci dari etika ini:
Panggilan (the calling): Menganggap pekerjaan sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Doktrin Predestinasi: Keyakinan bahwa keberhasilan materi dapat menjadi tanda keselamatan. Asketisme Duniawi: Menekankan penghindaran dari kemewahan dan konsumsi berlebihan
Etika ini mendorong individu untuk bekerja keras dan berinvestasi, bukan hanya untuk kepuasan pribadi tetapi sebagai bentuk spiritualitas. Hal ini menciptakan lingkungan di mana akumulasi modal dan pengembangan bisnis menjadi norma
Semangat Kapitalisme
Semangat Kapitalisme, menurut Weber, adalah hasil dari penerapan etika Protestan dalam konteks ekonomi. Ia berargumen bahwa:
Etika Protestan memberikan legitimasi moral untuk mengejar keuntungan ekonomi.
Aktivitas ekonomi yang rasional dan terencana menjadi bagian dari kehidupan spiritual, sehingga mendorong individu untuk terlibat dalam perdagangan dan investasi
Weber mencatat bahwa semangat ini tidak hanya mempengaruhi individu tetapi juga struktur sosial dan ekonomi di masyarakat, yang terlihat dalam keberhasilan negara-negara seperti Belanda dan Inggris dalam menguasai perekonomian dunia pada abad ke-18 dan ke-1912.
Hubungan dengan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah entitas bisnis yang didirikan oleh perusahaan asing di Indonesia. Hubungan BUT dengan etika Protestan dan semangat kapitalisme dapat dilihat melalui beberapa aspek:
Investasi dan Akumulasi Modal: BUT berfungsi sebagai perpanjangan tangan perusahaan asing untuk beroperasi di Indonesia, mengikuti prinsip-prinsip investasi yang sejalan dengan etika kerja Protestan. Ini menciptakan peluang untuk akumulasi kekayaan yang berkelanjutan
Kontribusi terhadap Ekonomi Lokal: Dengan adanya BUT, perusahaan asing dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan investasi5.
Kepatuhan terhadap Peraturan Pajak: BUT tunduk pada peraturan perpajakan Indonesia, yang memastikan bahwa mereka memberikan kontribusi yang adil kepada negara, mencerminkan nilai-nilai etika kerja yang menekankan tanggung jawab sosial
Secara keseluruhan, hubungan antara BUT, etika Protestan, dan semangat kapitalisme menunjukkan bagaimana nilai-nilai agama dapat mempengaruhi praktik bisnis modern dan kontribusinya terhadap perkembangan ekonomi suatu negara.
Etika Protestan mempengaruhi perkembangan kapitalisme di Eropa melalui beberapa cara yang penting, seperti yang dijelaskan oleh Max Weber dalam karyanya "Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme":
Pengembangan Etos Kerja Keras:
Etika Protestan, terutama dari kalangan Calvinis dan Puritan, menekankan kerja keras dan disiplin sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Konsep "panggilan" (the calling) menunjukkan bahwa pekerjaan bukan hanya sebagai sumber penghasilan, tetapi juga sebagai bentuk spiritualitas.
Doktrin predestinasi juga memotivasi individu untuk bekerja keras karena sukses dunia dianggap sebagai tanda keselamatan. Ini menciptakan lingkungan di mana individu berusaha untuk berprestasi dalam pekerjaan mereka.
Akumulasi Modal:
Etika Protestan mendorong individu untuk mengumpulkan kekayaan dan investasi. Sukses ekonomi dianggap sebagai bukti keselamatan, sehingga orang-orang berusaha untuk menghasilkan keuntungan dan memperoleh kekayaan.
Asketisme duniawi, yang menekankan penghindaran dari kemewahan dan konsumsi berlebihan, sebenarnya membantu dalam akumulasi modal terus menerus. Hal ini karena individu lebih fokus pada penyeimbangan antara kebutuhan hidup dan investasi daripada pada konsumsi berlebihan4.
Pengaruh pada Struktur Masyarakat:
Etika Protestan berperan dalam mengubah struktur masyarakat Eropa dengan menumbuhkan kapitalisme modern. Gaya hidup aksetis yang khas dari kelompok Puritan seperti Presbyterian, Metodis, Baptis, dan Quaker, menyebar ke beberapa komunitas di New England, Belanda, dan Inggris sejak abad keenam belas.
Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi individu tetapi juga struktur sosial dan ekonomi secara keseluruhan. Kapitalisme yang berkembang di Eropa dipicu oleh etika Protestan yang mendorong kerja keras, disiplin, dan hemat.
Dengan demikian, etika Protestan menjadi faktor penting dalam tumbuhnya semangat kapitalisme di Eropa, membentuk etos kerja keras, akumulasi modal, dan perubahan struktur masyarakat yang mendukung perkembangan ekonomi modern.
Etika Protestan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku bisnis di Eropa, terutama melalui konsep yang diperkenalkan oleh Max Weber dalam karyanya "Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme." Berikut adalah beberapa cara di mana etika Protestan mempengaruhi perilaku bisnis:
Kerja Keras dan Disiplin:
Etika Protestan menekankan pentingnya kerja keras dan disiplin sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Konsep "panggilan" (the calling) membuat individu merasa bahwa mereka harus bekerja dengan giat untuk mencapai kesuksesan, yang dianggap sebagai tanda keselamatan. Hal ini mendorong para pengusaha untuk berkomitmen pada usaha mereka dan berusaha keras dalam mencapai tujuan bisnis14.
Akumulasi Modal dan Investasi:
Ajaran Protestan, terutama dari kalangan Calvinis, mendorong akumulasi kekayaan dan investasi sebagai bagian dari kehidupan spiritual. Keberhasilan finansial dianggap sebagai bukti dari kehidupan yang saleh. Oleh karena itu, para pelaku bisnis cenderung lebih fokus pada pengembangan modal dan investasi jangka panjang daripada konsumsi berlebihan25.
Asketisme Duniawi:
Etika Protestan mengajarkan asketisme, yaitu hidup sederhana dan menghindari kemewahan. Ini berarti bahwa individu lebih cenderung untuk menginvestasikan keuntungan mereka ke dalam bisnis daripada menghabiskannya untuk kesenangan pribadi. Gaya hidup ini mendukung pertumbuhan kapitalisme dengan menciptakan lingkungan di mana modal dapat diakumulasikan dan digunakan untuk ekspansi bisnis34.
Rasionalitas dalam Bisnis:
Etika Protestan mendorong pendekatan rasional terhadap bisnis, di mana perencanaan dan pengelolaan sumber daya menjadi kunci keberhasilan. Dalam konteks ini, keputusan bisnis didasarkan pada analisis yang cermat dan strategi jangka panjang, bukan hanya pada insting atau tradisi12.
Pentingnya Waktu:
Dalam etika Protestan, waktu dianggap sangat berharga; "waktu adalah uang" menjadi prinsip yang dipegang teguh. Setiap jam yang tidak digunakan untuk bekerja dianggap sebagai pemborosan, sehingga individu terdorong untuk memaksimalkan produktivitas mereka dalam konteks bisnis34.
Pengaruh terhadap Struktur Sosial:
Etika Protestan tidak hanya mempengaruhi individu tetapi juga struktur sosial dan ekonomi secara keseluruhan. Banyak pengusaha sukses di Eropa pada abad ke-18 dan ke-19 berasal dari latar belakang Protestan, yang menunjukkan bagaimana etika ini membentuk pola perilaku bisnis dalam masyarakat25.
Secara keseluruhan, etika Protestan telah membentuk cara berpikir dan bertindak dalam dunia bisnis di Eropa, mendorong individu untuk bekerja keras, berinvestasi secara bijaksana, dan mengelola sumber daya dengan efisien demi mencapai kesuksesan ekonomi yang sejalan dengan nilai-nilai spiritual mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H