Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Riasan Leluhur

23 Desember 2022   20:30 Diperbarui: 23 Desember 2022   20:33 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Hanya saja, ada yang berbeda dari setiap salon. Salon itu menjadi jelmaan doa dan sapaan pada leluhur. Kalau salah, ada saja roh jahat yang menjadi gangguan ketika menuju ke salon. Salon juga bisa dipenuhi dengan roh jahat. Angker, bukan hanya tempatnya. Bisa orangnya juga,"

            Aku tidak peduli sebenarnya, cerita soal salon dari Usi. Aku juga mulai berpikir ada kemungkinan lain, tapi bukan karena salon. Usi dan Nasi bisa saja berjuang karena alasan lain dan kebahagiaan bisa hadir dengan sendirinya, tanpa adanya salon. Karena bagiku, mungkin salon menjadi cara merawat diri hingga sukacita datang. Itu alasan penting, sukacita membawa banyak keberuntungan selanjutnya, terutama karena dimulai dengan senyuman.

            Tapi, sepertinya Usi merasa belum puas terhadap apa yang diceritakannya. Ia seperti ingin menjelaskan sesuatu yang amat tidak bisa dimengerti oleh lelaki sepertiku. Apalagi, lelaki yang mulai menuju usia tiga puluh tahun.

            "Jadi, karena umurmu sudah mau tiga puluh tahun, cukup dewasa seharusnya," tegas Usi. "Aku harus mengajakmu ke tempat itu, salon yang tepat. Untuk melihat dan belajar. Riasan leluhur itu nyata, kau harus belajar menunggu setidaknya.

            "Terserah, aku mulai lelah berkeliling sebenarnya," aku mengangkat kedua bahuku.

            "Kau sudah lapar lagi ?" tanya Usi.

            "Pasti,"

            Aku menahan lapar sebenarnya, belum lagi menahan sabar akan cerita ini. Soal mengisi hari dengan berkeliling mencari tempat, bernama salon. Sudah sekian salon, munculnya hanya bualan saja. Soal roh jahat, leluhur, dan kemungkinan kemarahan mereka.

            Setelah memilih dengan tepat dan sesuai melalui pertimbangan Usi, aku istirahat. Usi mendapatkan salon sesuai keinginannya. Ternyata, itu membuatku harus turut masuk jugat. Sesampai di salon, Usi langsung masuk dan menutup pintu. Semua ruangan di salon itu, seolah sudah pernah dijamahnya. Usi meminta pada seorang perempuan untuk menyediakan kursi untukku, ia tidak mau aku berdiri. Semua sudah siap, Usi beranggapan leluhur bisa marah kalau tempat ini tidak dikunjungi dalam seminggu ke depan. Menyadari perangai Usi ini, aku lantas menjadi teringat banyak larangan dalam hidupku, termasuk laki-laki masuk salon. Itu tidak baik, salon untuk perempuan. Nanti, bisa dikira banci kalau masuk salon. Makanya, ajakan Usi untuk menemui leluhur di salon itu, menjadi sebuah tantangan bagiku.

            "Roh jahat bisa membuat anak laki-laki senang ke tempat ini," kata Usi. "Kau bisa melihat beberapa temanmu, mereka menghubungi perempuan dan meminta merubah kelamin mereka. Entah berapa rupiah dalam sejam. Jadi, lebih baik kau belajar atau menulis saja. Tempat ini berbahaya, terutama untuk orang tidak punya uang seperti dirimu,"

            Kalau sudah begitu, aku memohon awalanya supaya boleh masuk. Tapi, ketakutan kelaminku diubah menjadi pertimbangan. Entah, mungki karena sudah tua, sekarang pandangannya menjadi berbeda. Uang dan uang lebih terasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun