Rein dan wanita itu mengambil satu kotak kue. Mulai menjajakannya.
“Donat… donat… donatnya, Bu, Pak…!!!”
Sesekali pandangan mereka bertemu. Lantas mereka menderai tawa. Ada bahagia menyusup di hati mereka.
Matahari tepat di ubun-ubun. Panas begitu menyengat. Wanita itu memutuskan untuk istirahat di bawah sebuah pohon.
“Aku tidak menyangka kalau kita akan berjualan seperti ini. Pekerjaan macam apa ini…?!” Tiba-tiba saja Rein berkata ketus.
Wanita itu menoleh, terheran-heran, “Rein… bukankah ini menyenangkan?”
“Menyenangkan katamu…? Panas bagai dipanggang seperti ini, kamu bilang menyenangkan? Aku menyesal menemanimu hari ini. Aku lelah. Di rumah aku punya banyak tugas yang harus diselesaikan…!!!” suara Rein meninggi.
“Maafkan aku Rein… aku memang tak seharusnya mengajakmu. Sungguh, maafkan aku.” Wanita itu menunduk.
Bersuara sangat pelan.
“Hei… aku hanya bercanda, sayang…! Harusnya kamu marah, dong. Bukankah tadi aku yang memaksa untuk
menemanimu?” Rein menatap wanita itu, mengerlingkan matanya, “satu hal yang tidak aku suka, kamu selalu saja mengalah!”
Wanita itu mengangkat kepalanya. Tersenyum.
“Sejauh ini, aku belum menemukan alasan untuk marah padamu.”
Wanita itu berdiri, diikuti Rein, lantas kembali menjajakan kue dalam kotak plastik di tangannya.
**