Mohon tunggu...
Septi Rusdiyana
Septi Rusdiyana Mohon Tunggu... -

.......tak ada rasa yang abadi......ketika mulai lelah dengan segala perubahan, bukalah album dan cerita lawasmu.......ia akan menghiburmu.......

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Tak Termiliki

22 Agustus 2017   15:39 Diperbarui: 22 Agustus 2017   16:44 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nurmailinarita.wordpress.com

Aku mengambil secangkir coffe latte di hadapanku. Meminumnya sedikit. Lalu meletakkannya kembali di atas meja.

"Aku tidak bisa, Iz," jawabku setelah mulai bisa menguasai diri.

"Kamu sudah punya pacar, ya?" tanyanya kecewa.

"Iya. Dan mungkin, sebentar lagi aku akan menikah dengannya," jawabku mantap.

"Siapa lelaki itu, Key? Dion?" selidiknya. Dion adalah teman sekelasku saat SMA dulu. Sebelum bertemu dengan Faiz, aku sempat berpacaran dengannya. Tapi hubungan itu tidak berlangsung lama. Hanya tiga bulan. Kemudian, kami memutuskan untuk mengakhirinya secara baik-baik. Selang beberapa minggu, aku bertemu dengan Faiz di pesta ulang tahun Vera, sahabatku. Saat acara berlangsung, Bang Rudi, kakak Vera, mengenalkan aku dengan temannya yang bernama Faiz. Sejak perkenalan itu kami menjadi sering bertemu. Bagaimana tidak? Vera adalah sahabatku. Sama halnya dengan Faiz. Ia sudah menjadi teman akrab Bang Rudi sejak SD. Dari seringnya kami bertemu itulah rasa cinta di antara aku dan Faiz mulai tumbuh. Kami akhirnya berpacaran. Dua tahun kemudian Faiz mendapatkan gelar Sarjana Ekonominya dan diterima di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Jarak. Alasan itu yang mendorong Faiz memutuskan hubungan denganku secara sepihak. Hanya dengan beberapa kata lewat SMS. Tanpa menemuiku. Tanpa meminta pendapatku. Dan tanpa pamit ia pergi meninggalkan Jogja.

"Yang pasti bukan Dion. Aku sudah tidak pernah berhubungan lagi dengannya. Terakhir kami bertemu saat kelulusan. Sejak itu aku tidak mendengar kabarnya lagi," jelasku.

Melihat Faiz tidak bereaksi, aku memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan.

"Aku rasa sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Semua sudah jelas. Aku harap kamu bisa mengerti. Senang bisa bertemu kamu lagi." Tanpa menunggu Faiz mengucapkan sesuatu, aku segera meninggalkan cafe.

Faiz masih terpaku di tempat duduknya. Sadar aku tidak lagi di depannya, ia meletakkan selembar uang kertas di atas meja. Lalu berlari keluar. Ia mencoba menghampiriku. Namun segera diurungkannya kembali niat itu saat ia melihatku masuk mobil dengan seorang lelaki. Ia merasa tidak asing dengan lelaki itu. Ia mendekat. Sekedar memastikan diri. "Om Dans," lirihnya kemudian. Begitu mobil hilang dari pandangannya, ia mengambil ponsel dari saku.

**

Sinar matahari pagi menerobos masuk melewati jendela kaca yang tidak tertutup tirai. Agaknya penghuni kamar semalam lupa menutupnya. Atau mungkin memang sengaja dibiarkan terbuka. Rumput-rumput hijau berbalut embun menyebarkan aroma segar pagi ini. Aku masih meringkuk di atas tempat tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun