Mohon tunggu...
Peny Wahyuni Indrastuti
Peny Wahyuni Indrastuti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu Rumah Tangga yang berjuang melawan lupa

Ada kalanya, hati menunjukkan sisi terang. Ada kalanya pula bersembunyi pada sisi gelap. Hanya mantra kata yang bisa membuatnya bicara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[My Diary] Maafkan Aku

11 April 2016   22:54 Diperbarui: 12 April 2016   00:15 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya dari awal kami meyadari itu. Tapi perasaan jatuh cinta mengalahkan akal, dan kami berdua mengingkari hal itu. Menganggap sebagai hal yang nanti bisa diputuskan dengan mudah. Tapi ternyata tidak, Dear.

Seperti sekarang ini. Aku tak ingin nantinya hidup dalam bayang semu belaka. Aku harus rela. Benar-benar harus rela berpisah darinya sebab ini adalah kenyataan yang harus kuhadapi dengan mendada, dan bukannya justru melarikan diri darinya serta mencari pada kebahagiaan semu lainnya.

Ah, Al, maafkan aku. Kekasihmu ini memang selalu tak terduga dalam mengambil keputusan. Tapi sungguh, ini sudah kupikirkan baik-baik, dan sudah kumohonkan kerelaan Tuhanku, Allah Subhanallahu Wataallah.

Mudah-mudahanlah, Dear, Al bisa memahami dan mengkaji keputusanku ini dengan pandangan yang obyektif, rasional, tidak sekadar terlandasi perasaan atau luapan emosi belaka. Sebagai seorang perwira ABRI aku yakin, Al pasti bisa mengkajinya dengan ketenangan sepenuh jiwa.

Selanjutnya, Dear, biarlah Al menjadi kakak saja bagiku. Ini akan lebih membahagiakan daripada menjadi sepasang suami istri yang tidak mendapat ridha dari Tuhan masing-masing.

Biarlah menjadi anak-anak dari seorang bapak yang bijak, yang selama ini sungguh sangat bijaksana dalam memberikan nasihat, pandangan-pandangan dan bimbingan kehidupan.

Benar, Dear, sikap bapak dalam masalah ini membuatku menjadi orang yang berani mengambil keputusan dengan menyadari risiko-risikonya. Mudah-mudahan nanti, setelah membaca surat jawabanku, Al juga menjadi berani menerima keputusanku dan mengukuhkannya menjadi keputusannya juga. Semoga tidak ada keraguan lagi, sebab keraguan, kata orang-orang, akan menjadi penghalang utama bagi orang yang berusaha menyempurnakan hidup di dunia dan akhirat nanti.

Dear, lega aku. Biar kutulis surat untuk Al nanti malam saja.

Eh, aku harus ke kampus lagi. Tak ada bekas sembab di mataku, kan, Dear? Ya...ya...kubasuh dulu mukaku dan mengompres mataku dengan handuk dingin.

Terima kasih, jangan kaget kalau besok dan hari selanjutnya tiba-tiba aku masih menangis di hadapanmu karena sakit yang meninggalkan parut ini, meski sakit itu karena kubuat sendiri. Itu manusiawi, kan, Dear?

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun