Mohon tunggu...
Peny Wahyuni Indrastuti
Peny Wahyuni Indrastuti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu Rumah Tangga yang berjuang melawan lupa

Ada kalanya, hati menunjukkan sisi terang. Ada kalanya pula bersembunyi pada sisi gelap. Hanya mantra kata yang bisa membuatnya bicara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[My Diary] Maafkan Aku

11 April 2016   22:54 Diperbarui: 12 April 2016   00:15 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu ingat, jauh-jauh Al terbang ke Yogya, ingin meminta ketegasanku tentang hubungan kami selanjutnya.

Kalau kau tanya apakah kami saling cinta? Jawabnya adalah iya!

Karena masalah pelik itulah, aku tak dapat segera memberi jawaban. Penting bagiku untuk mendiskusikannya dengan bapakku. Setelah Al meninggalkan Yogya, aku menulis surat kepada bapak. Dan kau pun tahu, bukan surat balasan yang datang, tapi bapak menyempatkan diri untuk langsung menemuiku, meski bapak tinggal beratus kilometer dari Yogya.

Dear, pada satu sisi aku mencintai Al, tapi pada sisi lain, aku harus taat pada pandangan hidupku. Seperti sebuah lingkaran yang tak tahu di mana ujungnya. Hasratku ingin tetap meliarkan keindahan mencintai seseorang. Merasakan nadi yang berdenyar saat aku berada di pelukannya. Mendengar buai janji indahnya, menunggu surat-suratnya yang melambungkan angan. Semua tentang dirinya yang membuatku berharga menjadi seorang perempuan, dibutuhkan dan dihormati dalam cinta. Tapi itu semua menjadi kesedihan teramat dalam, karena untuk melangkah ke jenjang selanjutnya, menyatukan dua tubuh, ada peringatan dari dalam keyakinanku, Al tidak punya akses untuk bisa mekakukannya bersamaku. Ada rambu yang sungguh teramat pelik.

Bapak mengatakan kalau persoalanku bukanlah persoalan yang dapat diurunrembugi dengan selembar kertas surat. Persoalan itu adalah persoalan yang kuanggap menemui jalan buntu dalam membangun jembatan agar aku dan Al dapat membangun istana cinta di masa mendatang.

Al mungkin tidak meresahkannya. Tapi aku galau luar biasa. Dan kau mendengar sendiri saat aku berdiskusi, berdebat panjang lebar begitu seru dengan bapakku, Dear.

Aku berkeras mengatakan kepada bapak bahwa Al adalah pemuda Katholik yang taat. Didukung profesinya sebagai perwira ABRI yang disiplin dan tangguh serta taat memegang suatu prinsip, maka kemungkinan untuk beralih keimanan adalah nihil. Dan andaikata pun ia beralih keimanan sekadar untuk menebus tubuhku, aku tetap tak akan menyetujuinya karena hal itu adalah perbuatan yang akan sangat menyakiti jiwanya. Aku yakin ia tak akan melakukannya. Kalau keyakinan saja dapat ditukar hanya demi perempuan, bagaimana dengan ketaatannya kepada negara? Al pasti berharap, akulah yang mengikutinya. 

Aku yang sedang dalam puncak pencarian kerohanianku, juga tetap berkeras, tak akan beralih keimanan kepada keimanan yang lain karena aku juga tak ingin tersakiti jiwaku.

Dengan begitu, Dear... ah, ini sebetulnya sulit dan menyakitkan, tapi aku tetap harus tegar mengambil kesimpulan. Peluk aku, Dear...

Ada satu pilihan dari dua alternatif.

Alternatif pertama: Aku dan Al menikah tidak berlandaskan agamaku atau agama Al. Menikah bersaksikan langit dan bumi saja. Konsekuensinya, kami berdua menjadi orang-orang yang tak taat pada agama mana pun dalam soal pernikahan. Pernikahan itu jadi tidak sah di mata Tuhan masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun