Motivasi pemerkosaan dibagi dalam empat golongan yaitu usia korban, penggolongan sifat serta suasana yang menyertai, objek dan dominasi kekerasan. Hal ini memang sangat pelik dan memilukan bagi perempuan. Dalam KUHP, kekerasan seksual dianggap sebagai pelanggaran kesusilaan dan bukan sebuah tindak kriminal akibatnya si pelaku dihukum tidak sepadan dengan trauma seumur hidup yang dirasakan oleh perempuan. Korban yang tidak didukung secara moral akan mengalami post traumatic stress disorder (PTSD) berupa gangguan secara emosi, mimpi buruk, sulit tidur, depresi, ketakutan, susah makan dalam jangka waktu lama. Penderitaan korban pemerkosaan semakin bertambah ketika dalam proses peradilan korban hanya menjadi saksi, dalam hal ini saksi korban.
Secara sederhana, budaya pemerkosaan adalah lingkungan dimana kekerasan seksual mengakar dan dinormalisasi dalam media  dan masyarakat. Hal ini seringkali ada, meski tidak secara eksklusif, dalam masyarakat yang sangat patriarkis dimana dinamika gender melenceng, dengan perempuan sebagai subordinasi laki-laki, dan kurangnya kesetaraan gender secara umum. Pada akhirnya, kebanyakan perempuan merasa cukup diam dan tidak melaporkan kejadian pelecahan seksual tersebut. Disisi lain, dalam kisah heroik Jean, memilih memberlakukan hukum Tuhan untuk mengadili pelakunya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H