Pernyataan Ara bahwa politik adalah sesuatu yang "suci," termasuk dalam konteks menangkap buronan koruptor seperti Harun Masiku, merupakan sudut pandang yang menarik dan strategis.
Makna politik sebagai "sesuatu yang suci"
Ara tampaknya ingin merekonstruksi citra politik yang sering dianggap kotor dan penuh intrik menjadi alat untuk tujuan mulia, seperti menegakkan hukum dan keadilan. Dengan mengatakan menangkap Harun Masiku adalah bagian dari nilai politik yang luhur, Ara mencoba menghubungkan pemberantasan korupsi dengan moralitas politik.
Sentilan kepada Hasto yang terkesan defensif terhadap langkah Ara, menegaskan bahwa politik seharusnya berorientasi pada kepentingan publik, bukan sekadar melindungi kepentingan partai. Ini adalah kritik simbolis yang juga ditujukan kepada eks partai penguasa yang dianggap kurang proaktif dalam membantu penegakan hukum.
Dukungan koalisi KIM dan LSM Anti-Rasuah
Dukungan dari koalisi KIM menunjukkan langkah Ara dapat membangun narasi positif di mata masyarakat, terutama menjelang tahun-tahun politik seperti 2024-2025. Koalisi ini tampaknya ingin memanfaatkan momentum untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap pemberantasan korupsi.
Dukungan dari LSM menambah kredibilitas gagasan Ara. LSM anti-korupsi sering kali dianggap sebagai suara moral dalam isu pemberantasan korupsi, sehingga dukungan mereka memperkuat persepsi sayembara ini adalah langkah yang sahih dan bermakna.
Respon Hasto Kristiyanto
Reaksi Hasto yang cenderung keras dan defensif justru memperkuat persepsi publik bahwa PDIP merasa terpojok dengan kasus Harun Masiku. Ini menciptakan kesan partai kurang mendukung transparansi dalam kasus ini.
Jika tidak dikelola dengan baik, reaksi PDIP dapat dianggap sebagai sikap defensif terhadap isu korupsi, yang berisiko menggerus kepercayaan publik.
Implikasi lebih luas