Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Klaim 9DL China atas LCS Merengkuh 30% Laut Natuna Utara

3 Mei 2024   17:28 Diperbarui: 3 Mei 2024   17:30 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia telah meningkatkan patroli di wilayah ZEE-nya di Natuna dan memperkuat kehadiran militer, sementara China telah mencoba meredam ketegangan dengan menunjukkan niat baik dalam dialog.

Kaitan dengan Sengketa di Laut China Selatan

Sengketa di Laut China Selatan melibatkan sejumlah negara, termasuk Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan China, dengan fokus utama kepulauan Spratly dan Paracel. Sengketa ini terkait klaim tumpang tindih atas pulau-pulau, terumbu karang, dan wilayah laut, serta masalah kebebasan navigasi.

Klaim China di Laut China Selatan, termasuk klaim "nine-dash line", mencakup area yang luas, termasuk kepulauan Spratly. Klaim ini berbenturan dengan klaim beberapa negara lain, sehingga menciptakan ketegangan dan perselisihan di wilayah ini.

Klaim China terhadap bagian utara Natuna dapat dilihat sebagai bagian dari strategi mereka untuk memperluas kontrol dan pengaruh di wilayah Laut China Selatan, yang juga mencakup kepulauan Spratly.

Meski belum ada penyelesaian yang jelas terkait klaim di bagian utara Natuna, Indonesia dan China berusaha mengelola ketegangan melalui dialog dan kerjasama. Namun, keberadaan klaim tumpang tindih di Laut China Selatan, termasuk klaim yang mencakup kepulauan Spratly, membuat masalah ini tetap kompleks dan berpotensi menciptakan ketegangan lebih lanjut. Indonesia terus memperkuat posisi dan kedaulatannya di Natuna, sementara China terus mempertahankan klaim "nine-dash line"-nya.

AS dan kebebasan navigasi

Pernyataan AS bahwa Laut China Selatan adalah wilayah bebas untuk pelayaran internasional merupakan bagian dari kebijakan dan prinsip AS terkait kebebasan navigasi. AS menekankan wilayah perairan internasional harus tetap terbuka bagi semua negara dan tindakan yang mengganggu kebebasan ini tidak dapat ditolerir. Dalam konteks Laut China Selatan, ini sering kali diartikan sebagai oposisi terhadap klaim teritorial China yang dianggap terlalu luas dan melanggar hukum internasional.

AS dan negara-negara lain menegaskan Laut China Selatan adalah jalur perdagangan internasional utama dan harus tetap bebas untuk pelayaran. AS sering mengadakan operasi "Kebebasan Navigasi" (FONOPs) di Laut China Selatan untuk menegaskan prinsip ini.

China dengan "nine-dash line" sebagai batas klaimnya telah menunjukkan ketidaksenangan terhadap operasi Amerika dan kadang-kadang merespons dengan tindakan militer atau peringatan.

Perbandingan dengan Laut Arab dan Selat Hormuz

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun