Sebenarnya dahulu ia adalah pemimpin pasukan khusus tentara Domus yang ditugaskan di provinsi Frogsta. Awalnya dia ditugaskan untuk memimpin serangan dan penumpasan terhadap sebuah kelompok yang dituduh kaisar sebagai pemberontak namun akhirnya dia menyadari bahwa selama ini publik telah tertipu.Â
Orang-orang yang disebut sebagai pemberontak itu ternyata adalah korban ketidakadilan sang Kaisar. Sejak ia menyadari hal itu, ia bergabung dengan kelompok pemberontak dan malah mengobarkan perlawanan menghadapi bekas kawan dan sahabatnya di ketentaraan.
***
Sementara itu di kemah tentara pemberontak...
"Lapor pak. Kota Lorenz telah jatuh ke tangan kaisar. Sang kaisar sendiri mengancam akan membantai seluruh masayarakat yang ia dapati dalam kota itu dan dalam desa-desa sekitar, jika tuan tidak segera menyerahkan diri. Saat ini, sudah sekitar seribu penduduk kota Lorenz yang disandera. Mereka umumnya terdiri dari Lansia dan para wanita yang menolak untuk mengungsi ke pedalaman. Sementara itu pasukan loreng cokelat hitam juga sedang menyisir desa-desa di sekitar kota untuk mendapatkan penduduk lainnya sebagai tawanan."
Laporan seorang kopralnya itu membuat Abner tercenung. Ia berdiri menghadapi para teman seperjuangan yang telah menemaninya selama bertahun-tahun itu.
"Jika nyawaku yang mampu memberikan keselamatan bagi rakyat kita di desa-desa tersebut, mengapa tidak? Aku rela mereka tangkap, asal saja rakyat kita selamat."
"Tidak Abner! Kau tidak boleh pergi! Kami tidak bisa bergerak tanpamu. Revolusi ini akan terhenti jika kau ditangkap. Apalagi, kita tidak bisa menjamin bahwa kaisar dapat sungguh-sungguh berpegang pada kata-katanya," seorang temannya segera mencegah Abner.
"Mousa, aku sungguh terpukau akan perjuangan kita selama ini. Seluruh Kekaisaran melihat apa yang kita perjuangkan. Kita sekarang telah terdesak. Tak ada gunanya lagi aku bersembunyi. Kekuatan kita semakin tergerus. Kita harus menerima kenyataan. Menurutku kita sudah harus menyerah sebelum darah yang tertumpah kian membanjir. Setidaknya kita telah berjuang demi kebenaran. Dunia telah melihat perjuangan kita."
Kata-kata Abner ini membuat seluruh punggawa yang menyertainya menundukkan kepala sambil berlinang air mata.
"Tapi, jangan bersedih! Aku selalu memikirkan hal yang terbaik untuk kita dan republik yang kita impikan. Aku tidak menyerah dengan konyol begitu saja. Sebaliknya, aku akan menunjukkan kepada kalian bahwa perjuangan yang sesungguhnya baru saja dimulai. Mungkin kita menyerah dalam perjuangan senjata, tetapi aku akan menunjukkan suatu perlawanan dahsyat yang sebelumnya tak mampu dilakukan dengan kekuatan senjata."