Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga. Sedang belajar untuk kembali menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kamuflase Gula dan Kehadiran Negara

18 Juli 2024   08:33 Diperbarui: 18 Juli 2024   16:00 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gula pada label kaldu bubuk penyedap rasa. | Dok. pribadi

Sering kali konsumen merasa sudah merasa aman ketika membeli produk dengan “pemanis alami” seperti: madu, gula aren, agave, dll. Padahal, gula alami pun bila ditambahkan pada suatu produk makanan tetaplah bersifat sebagai gula tambahan. Namanya mungkin tak semenyeramkan dextrose, namun apapun istilahnya gula adalah gula yang memiliki efek negatif bila dikonsumsi berlebih. 

Produsen juga sering memanfaatkan kerancuan pemahaman ini dengan mencantumkan istilah “tidak mengandung gula rafinasi” sehingga produknya terkesan lebih sehat.  Padahal, konsumen perlu kritis karena mungkin produk tersebut memang tidak mengandung gula rafinasi (gula putih) namun masih mengandung gula lain dalam bentuk yang berbeda.

5.  Label “low sugar” atau “less sugar”

Label “less sugar” terbukti efektif membujuk konsumen untuk membeli sebuah produk pangan karena merasa sudah membeli produk yang rendah gula (low sugar).  Padahal, keduanya tidak sama.

Merujuk pada Peraturan BPOM No. 1 tahun 2022, label “less sugar” artinya produk tersebut mengandung 25% lebih sedikit gula dari pada produk sebelumhya. Sedangkan “low sugar” artinya kandungan gula dalam produk tersebut kurang dari 5 gram per 100 gram sajian untuk produk padat dan 2,5 gram per 100 ml untuk produk cair. 

Sebagai contoh, sebuah minuman teh kemasan yang banyak dijual di minimarket kandungan gulanya sebesar 17 gram per 200 ml. Produk yang sama dengan label “less sugar” kandungan gulanya 15 gram per 300 ml. Ini artinya, produk “less sugar” teh kemasan tersebut masih memiliki kandungan gula dalam jumlah yang cukup tinggi dan tidak masuk dalam kategori "low sugar'.

6.  Mengurangi porsi

Pelaku industri pangan sering membuat versi porsi lebih kecil dari produk yang sudah ada sebelumnya, misalnya piza dalam ukuran mini, minuman soda dalam kemasan kecil, biscuit coklat mini, dll. 

Dengan membeli produk dalam porsi kecil tersebut konsumen seolah-olah merasa telah mengurangi asupan gula. Namun sering kali konsumen justru menjadi terlena untuk kemudian mengkonsumsi produk itu dalam jumlah lebih banyak.   

Merujuk pada aneka kamuflase gula tersebut, dapat disimpulkan bahwa kandungan gula pada sebuah produk pangan sering kali tidak mudah untuk diidentifikasi secara langsung.  Cara paling mudah untuk menghindarinya adalah dengan menghindari pangan ultra proses (highly processed food) dan lebih memilih mengkonsumsi pangan utuh (whole food).

Peran Negara

Upaya mengendalikan konsumsi gula melalui kebijakan publik bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Selera dan pola makan masyarakat telah terlanjur terkondisikan oleh kekuatan industri pangan dalam jangka waktu yang sangat lama.  

Masyarakat sudah terlalu lama dibanjiri dengan pangan sarat gula beserta semua propaganda periklanannya sehingga cenderung tak memiliki kesadaran kritis terhadap gula.  Kondisi tersebut juga membuat masyarakat menjadi miskin dengan pilihan terhadap pangan utuh dengan gula alami.  

Sebagai contoh, dalam kehidupan modern yang serba sibuk, mengakses mie instan yang sarat karbohidrat sederhana sering kali menjadi pilihan yang lebih praktis dari pada sarapan dengan ubi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun