Â
perjanjian perkawinan pisah harta untuk mengatur harta benda yang dimiliki masing-masing pihak.
Â
Â
KESIMPULAN
Â
Menurut Pasal 139 KUHPerdata, pasangan yang membuat perjanjian perkawinan dapat mengatur harta bersama sesuai kesepakatan, asalkan tidak melanggar kesusilaan atau ketertiban umum. Tanpa perjanjian ini, semua harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama yang dibagi jika terjadi perceraian (Pasal 35 ayat 1 UU Perkawinan). Perjanjian perkawinan bisa dibuat sebelum, saat, atau selama perkawinan dengan persetujuan bersama dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Perjanjian ini memberikan kepastian hukum dan melindungi harta pasangan dalam hal perceraian, memungkinkan mereka menentukan kepemilikan dan pembagian harta sesuai hukum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka para penulis menyarankan beberapa hal yaitu: (a) Perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan sebaiknya menetapkan tanggal berlakunya sejak pembuatan perjanjian agar tidak berlaku surut; (b) Disarankan agar perjanjian perkawinan dibuat di hadapan notaris untuk mendapatkan penjelasan hukum mengenai pengaturan terbaik atas harta kekayaan; dan (c) Sebagai pihak yang berwenang, pegawai pencatat perkawinan dan notaris sebaiknya memberikan penjelasan hukum agar perjanjian perkawinan berlaku sejak tanggal pembuatan tanpa melanggar hukum, agama, kesusilaan, dan tanpa merugikan pihak ketiga.
Â
Â
Â
Â