ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PISAH HARTA SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN DALAM PENYELESAIAN PERCERAIAN
Â
Penulis :
 Tb. Pandu Tirtayasa Hakim, S.H. [1]
Â
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, Universitas Mathla'ul Anwar[2]
Â
Email :
Â
Email : pandutirtayasa97@gmail.com
Â
ABSTRACT
Marriage is a social institution that has important value in society and is regulated in detail by law in many countries, including Indonesia. Based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and the Compilation of Islamic Law, marriage is not only an external bond between a man and a woman, but also contains responsibilities and rights for both parties which affect the legal status and rights of the family. Apart from social functions, marriage also has legal implications related to property ownership, maintenance obligations and inheritance rights that apply in marriage. Marriage agreements, including property separation agreements, are one mechanism that couples can use to regulate the division of assets and safeguard their legal interests. However, the implementation of these agreements is often influenced by social perceptions and cultural norms, which sometimes conflict with legal provisions. This abstract aims to dig deeper into the legal and cultural aspects of marriage agreements as legal protection for couples, especially in the context of divorce, and examine their effectiveness in practice in Indonesian society.Keywords: Marriage, Assets, Prenuptial Agreement on Asset Separation, Divorce.
Â
ABSTRAK
Perkawinan merupakan institusi sosial yang memiliki nilai penting dalam masyarakat dan diatur secara rinci oleh hukum di banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, perkawinan bukan hanya ikatan lahiriah antara pria dan wanita, tetapi juga mengandung tanggung jawab dan hak bagi kedua belah pihak yang berpengaruh terhadap status hukum dan hak-hak keluarga. Selain fungsi sosial, perkawinan memiliki implikasi hukum terkait dengan kepemilikan harta, kewajiban nafkah, dan hak waris yang berlaku dalam perkawinan. Perjanjian perkawinan, termasuk perjanjian pisah harta, menjadi salah satu mekanisme yang dapat digunakan pasangan untuk mengatur pembagian harta dan menjaga kepentingan hukum mereka. Namun, pelaksanaan perjanjian ini sering kali dipengaruhi oleh persepsi sosial dan norma budaya, yang kadang-kadang bertentangan dengan ketentuan hukum. Abstrak ini bertujuan untuk menggali lebih dalam aspek hukum dan budaya dari perjanjian perkawinan sebagai perlindungan hukum bagi pasangan, khususnya dalam konteks perceraian, serta mengkaji efektivitasnya dalam praktik di masyarakat Indonesia.Kata Kunci: Perkawinan, Harta, Perjanjian Perkawinan Pisah Harta, Perceraian.
PENDAHULUAN
Perkawinan adalah kebutuhan dasar manusia. Meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) tidak mendefinisikannya, Pasal 26 KUHPer melihatnya dari aspek perdata. Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019 (UU Perkawinan) mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menciptakan hak dan kewajiban timbal balik antara suami dan istri untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Meski demikian, masalah
seperti perbedaan pendapat, ekonomi, kekerasan, dan harta bisa memicu perceraian. Karena itu, aturan diperlukan untuk memastikan kepastian dan perlindungan hukum dalam hubungan perkawinan. Di Indonesia, hukum perkawinan telah diatur dalam Buku I KUHPer tentang "orang" dan dalam UU Perkawinan diikuti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (PP 9/1975).
Harta merupakan suatu hal yang diperoleh baik sebelum perkawinan maupun sesudah perkawinan. Mengenai harta, dalam UU Perkawinan telah mengatur secara jelas yang tercantum dalam Bab VII dalam:
- Pasal 35 : Harta yang diperoleh selama perkawinan (Harta Bersama) & Harta yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan dan dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan yang lain (Harta Bawaan);
- Pasal 36 : Harta bersama harus atas persetujuan kedua belah pihak & Harta bawaan masing-masing pihak memiliki hak sepenuhnya atas harta bendanya; dan
- Pasal 37 : Apabila terjadi perceraian, maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Masalah harta sering muncul saat perceraian, dengan perebutan harta menjadi isu utama. UU Perkawinan bertujuan melindungi kepentingan suami dan istri melalui perjanjian perkawinan yang disepakati dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.
Perjanjian Perkawinan Pisah Harta
- Pasal 139 KUHPerdata mengizinkan pasangan calon suami istri untuk membuat perjanjian perkawinan yang memungkinkan pengaturan harta bersama secara berbeda dari aturan undang-undang, selama tidak melanggar tata susila yang baik atau tata tertib umum;
- Pasal 29 UU Perkawinan jo. Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015 memungkinkan perjanjian perkawinan dibuat sebelum, saat, atau selama perkawinan dengan persetujuan kedua belah pihak dan disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau Notaris. Perjanjian tersebut tidak sah jika melanggar batasan hukum, agama, dan moral.
Tujuan Perjanjian Perkawinan Pisah Harta
- Harta kekayaan suami dan istri dipisahkan untuk menjaga agar tetap terpisah. Saat bercerai, pembagian harta dilakukan tanpa perselisihan;
- Tanggung jawab hutang merupakan tanggung jawab individu masing-masing;
- Penjualan aset pribadi tidak memerlukan izin dari pasangan; dan
- Memberikan jaminan kredit dengan menggunakan aset yang dimiliki tidak memerlukan izin dari pasangan.
Isi Perjanjian Perkawinan Pisah Harta
Isi dari Perjanjian Perkawinan atau Perjanjian Pisah Harta dikembalikan lagi kepada kedua belah pihak asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 29 UU Perkawinan) dan Pasal 140 KUHPerdata yang melindungi hak-hak suami sebagai kepala keluarga dan ayah. Isi perjanjian perkawinan pisah harta terdiri dari 2 (dua) macam yaitu perjanjian harta murni dan perjanjian harta bawaan.
Syarat Dokumen Perjanjian Perkawinan Pisah Harta[3]
Â
- Kartu Tanda Penduduk (KTP) calon suami istri, atau suami istri;
Â
- Kartu Keluarga (KK) calon suami istri, atau suami istri;
Â
- Fotokopi akta Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh Notaris yang telah dilegalisir dan menunjukkan aslinya;
Â
- Kutipan Akta Perkawinan; dan
Â
- Apabila pemohon adalah WNA maka lampirkan Paspor / kitas (untuk WNA).
Â
Â
Proses Pembuatan Akta Perjanjian Perkawinan Pisah Harta Di Notaris dan Proses Pendaftaran Di DUKCAPIL
Â
- Tanda tangan Minuta Akta Perjanjian Pra Nikah di hadapan Notaris;
Â
- Dibuatkan salinan akta oleh notaris; dan
Â
- Akta didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat atau di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat.
Â
Â
Legalitas Perjanjian Perkawinan Pisah Harta Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Pasangan Dalam Proses Perceraian
Â
Dalam kasus perceraian yang terjadi di Pengadilan, perjanjian pisah harta ini dapat dijadikan alat bukti sempurna untuk menghindari persengketaan "harta gono gini". Perjanjian pisah harta ini wajib dibuat dengan Akta Notaris agar kelegalitasannya dapat diakui secara sah dan meyakinkan di muka Pengadilan. Hal ini didasarkan pada pendapat M. Yahya Harahap yang menyebutkan fungsi tulisan atau akta dari segi hukum pembuktian, yaitu: (a) Berfungsi sebagai formalitas kausa atau suatu akta sebagai formalitas causa; (b) Berfungsi sebagai alat bukti; dan (c) Fungsi probationis causa. Kekuatan pembuktian yang sangat kuat adalah ketika sebuah akta digunakan sebagai bukti, terutama dalam konteks perjanjian perkawinan pisah harta. Dalam suatu kasus, pihak yang berhasil membuktikan keberadaan perjanjian perkawinan pisah harta yang dibuat sebelum perkawinan kelegalitasan dapat terjamin di muka pengadilan. Perjanjian perkawinan pisah harta yang dibuat oleh pasangan suami istri memiliki peranan penting sebagai bukti utama dalam persidangan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1866 KUHPer yang memberikan prioritas pada bukti tertulis sebagai alat pembuktian yang paling kuat. Akta atau surat perjanjian pisah harta ini merupakan satu-satunya bukti yang dapat dan sah untuk membuktikan hal-hal terkait perebutan harta dalam kasus ini (probationis causa).
Â
Permasalahan yang dialami dengan mitra Desa Blok Duku, Cibubur yaitu rendahnya pemahaman mengenai pentingnya perjanjian perkawinan pisah harta. Keterbatasan pemahaman ini berpotensi menciptakan konflik antara suami dan istri terkait dengan perebutan harta perkawinan saat terjadi perceraian. Ketidakpahaman mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam hubungan perkawinan dapat mengakibatkan ketidakadilan dan kerugian finansial bagi salah satu atau kedua belah pihak. Oleh karena itu, tujuan kegiatan PKM ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat mengenai pentingnya perjanjian perkawinan pisah harta sebagai langkah preventif untuk melindungi kepentingan finansial masing-masing pihak dalam rumah tangga. Daerah ini potensial untuk sosialisasi dan pendidikan tentang pentingnya perjanjian pisah harta guna melindungi kepentingan masing-masing pihak saat perceraian.
Â
Â
Para tim penyuluhan memberikan solusi untuk permasalahan keuangan dan perlindungan harta bagi pasangan suami istri di Desa Blok Duku, Cibubur, dengan memberikan informasi tentang pentingnya perjanjian perkawinan pisah harta. Melalui penyuluhan berbentuk seminar, para pasangan diberikan pemahaman tentang prosedur pembuatan perjanjian perkawinan pisah harta, termasuk legalitasnya dan manfaatnya dalam mengelola aset finansial secara terpisah. Selain itu, tim penyuluhan akan membantu pasangan dalam menyiapkan dokumen administrasi yang diperlukan untuk pembuatan perjanjian tersebut. Dengan demikian, diharapkan pasangan suami istri di Desa Blok Duku dapat memahami dan mengadopsi perjanjian perkawinan pisah harta sebagai langkah preventif untuk melindungi kepentingan finansial masing-masing dan menciptakan hubungan perkawinan yang lebih seimbang dan berkelanjutan.
Â
METODE PELAKSANAAN PKM
Â
Tahap Awal
Â
Dilakukan dengan melakukan survei di Desa Blok Duku RT. 11/ RW. 10, Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta-Timur. Tim pelaksana PKM bertemu dengan Lurah Cibubur untuk membahas perlindungan harta dalam perkawinan di wilayah tersebut. Diskusi ini bertujuan memahami kebutuhan dan tantangan pasangan suami istri, sehingga tim penyuluhan bisa menyusun materi yang sesuai untuk mengadopsi perjanjian perkawinan pisah harta.
Â
Â
Tahap Pelaksanaan
Â
- Ceramah, dalam pengabdian kepada masyarakat, ceramah digunakan untuk menginformasikan kebijakan dan regulasi tentang perjanjian pisah harta dalam perkawinan. Metode ceramah bertujuan untuk menyampaikan materi tentang perlindungan hukum perjanjian pisah harta, menjelaskan pentingnya perjanjian pisah harta sebagai perlindungan financial, menjelaskan jenis-jenis perjanjian pisah harta, menguraikan prosedur pembuatan dan pendaftaran perjanjian pisah harta, menjelaskan manfaat perjanjian pisah harta dalam pengelolaan keuangan, menjelaskan perbedaan harta bersama dan harta pribadi serta implikasi hukumnya, dan menginformasikan bagaimana perjanjian pisah harta dapat mencegah konflik terkait pembagian harta dalam perceraian;
Â
- Tanya Jawab, Pada sesi ini peserta pengabdian kepada masyarakat dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian akan dijawab oleh pelaksana PKM. Selain itu, peserta dapat pula memberikan informasi atau pengalaman seputar permasalahan harta dan perjanjian perkawinan pisah harta; dan
Â
- Pendampingan Hukum, Setelah sesi diskusi selesai, Para tim penyuluh memberikan pendampingan kepada pasangan suami istri di Desa Blok Duku, Cibubur, yang berminat untuk membuat perjanjian pisah harta. Tim penyuluh akan membantu pasangan tersebut dalam persiapan administrasi yang diperlukan untuk pembuatan perjanjian pisah harta di kantor catatan sipil atau lembaga yang berwenang. Tim penyuluh akan memberikan bantuan dan membimbing pasangan tersebut dalam proses pendaftaran perjanjian pisah harta. Dengan adanya pendampingan ini, diharapkan pasangan suami istri dapat melaksanakan proses pembuatan perjanjian pisah harta dengan lancar dan tepat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Â
Â
HASIL DAN PEMBAHASAN
Â
Hasil dari PKM yang dilakukan di Desa Blok Duku, Cibubur adalah para tim penyuluh berhasil mengidentifikasi permasalahan yang dialami oleh para warga di daerah tersebut. Dengan pengidentifikasian permasalahan tim penyuluh memberikan materi terkait legalitas perjanjian perkawinan pisah harta sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pasangan dalam proses perceraian yang didasarkan pada UU Perkawinan. Masyarakat mengetahui bahwa perjanjian perkawinan pisah harta dapat dilakukan sebelum perkawinan dilangsungkan, pada saat perkawinan berlangsung, dan setelah perkawinan berlangsung atau selama dalam ikatan perkawinan atas persetujuan bersama yang dapat diajukan secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan.
Â
Masyarakat mendapatkan solusi untuk permasalahan keuangan dan perlindungan harta dari masing-masing pasangan. Masyarakat memahami prosedur pembuatan perjanjian perkawinan pisah harta, termasuk dokumen yang diperlukan hingga legalitas dan manfaat perjanjian perkawinan pisah harta dalam mengelola aset finansial secara terpisah. Para partisipan pasangan suami istri di Desa Blok Duku, Cibubur dapat aktif berdiskusi dan melontarkan pertanyaan- pertanyaan terkait perjanjian perkawinan pisah harta, selain itu para partisipan dapat membuat
Â
perjanjian perkawinan pisah harta untuk mengatur harta benda yang dimiliki masing-masing pihak.
Â
Â
KESIMPULAN
Â
Menurut Pasal 139 KUHPerdata, pasangan yang membuat perjanjian perkawinan dapat mengatur harta bersama sesuai kesepakatan, asalkan tidak melanggar kesusilaan atau ketertiban umum. Tanpa perjanjian ini, semua harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama yang dibagi jika terjadi perceraian (Pasal 35 ayat 1 UU Perkawinan). Perjanjian perkawinan bisa dibuat sebelum, saat, atau selama perkawinan dengan persetujuan bersama dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Perjanjian ini memberikan kepastian hukum dan melindungi harta pasangan dalam hal perceraian, memungkinkan mereka menentukan kepemilikan dan pembagian harta sesuai hukum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka para penulis menyarankan beberapa hal yaitu: (a) Perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan sebaiknya menetapkan tanggal berlakunya sejak pembuatan perjanjian agar tidak berlaku surut; (b) Disarankan agar perjanjian perkawinan dibuat di hadapan notaris untuk mendapatkan penjelasan hukum mengenai pengaturan terbaik atas harta kekayaan; dan (c) Sebagai pihak yang berwenang, pegawai pencatat perkawinan dan notaris sebaiknya memberikan penjelasan hukum agar perjanjian perkawinan berlaku sejak tanggal pembuatan tanpa melanggar hukum, agama, kesusilaan, dan tanpa merugikan pihak ketiga.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
REFERENSI
Â
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Â
Kurnia, Ida, Rizqy Dini Fernandha, and Filshella Goldwen. "LEGALITAS PERJANJIAN PERKAWINAN PISAH HARTA SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASANGAN DALAM PROSES PERCERAIAN." Jurnal Serina Abdimas 2.3 (2024): 872-877.
Â
Â
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.
Â
Ali, A. & Heryani, W. (2014). Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata. Jakarta:Kencana.
Â
Djaja, B. (2020). Perjanjian Kawin Sebelum, Saat, dan Sepanjang Perkawinan. Depok : PT Rajagrafindo Persada
Â
Harahap, M.Y. (2005). Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta:Sinar Grafika.
Â
Hukumonline, Tim. (2022). Teori-Teori Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli. Diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/a/teori-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli- lt633 66cd94dcbc#
Istrianty, A. & Priambada, E. (2015). Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan Yang Dibuat Setelah Perkawinan              Berlangsung.    Privat    Law,    3(2),    87-88.    Diakses    dari https://media.neliti.com/media/publications/164410-ID-akibat-hukum-perjanjian- perkawin an-yang.pdf
Misael    and    partners.    Perjanjian    Perkawinan    Di    Indonesia.    Diakses    dari http://misaelandpartners.com/perjanjian-perkawinan-di-indonesia
Novita, F.S., et al. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Harta Dalam Akta Perjanjian Kawin Yang Dibuat Oleh Notaris Bagi Warga Negara Indonesia Yang Beragama Islam. Jurnal Akta,    4(2),     266.                 Diakses           dari https://jurnal.unissula.ac.id/index.php/akta/article/view/1796/1345
Prawirohamidjojo, S., et al. (1986). Pluralisme Dalam Perundang-Undangan Perkawinan Di Indonesia. Surabaya:Airlangga University Press.
Roza, D., et al. (2021). Teori Positivisme Hans Kelsen Mempengaruhi Perkembangan Hukum Di Indonesia.              Lex      Jurnalica,      18(1),      22-25.      Diakses      dari https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Lex/article/viewFile/4056/3053
Surjanti. Y. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Harta Dalam Perkawinan. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung, 2(1), 8. Diakses dari https://journal.unita.ac.id/index.php/yustitia/article/view/125/117
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H