Mohon tunggu...
TB PANDUTIRTAYASA HAKIM
TB PANDUTIRTAYASA HAKIM Mohon Tunggu... Pengacara - Mahasiswa

Saya adalah Salah satu Mahasiswa aktif Pascasarjana Di Universitas Mathla'ul Anwa Banten,Hoby saya liburan atau bisa di sebut traveling dan juga Menyukai otomotif atau di sebut juga modifikasi dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum perjanjian Pisah Harta sebagai bentuk perlindungan

6 November 2024   08:33 Diperbarui: 6 November 2024   08:51 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABSTRACT

Marriage is a social institution that has important value in society and is regulated in detail by law in many countries, including Indonesia. Based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and the Compilation of Islamic Law, marriage is not only an external bond between a man and a woman, but also contains responsibilities and rights for both parties which affect the legal status and rights of the family. Apart from social functions, marriage also has legal implications related to property ownership, maintenance obligations and inheritance rights that apply in marriage. Marriage agreements, including property separation agreements, are one mechanism that couples can use to regulate the division of assets and safeguard their legal interests. However, the implementation of these agreements is often influenced by social perceptions and cultural norms, which sometimes conflict with legal provisions. This abstract aims to dig deeper into the legal and cultural aspects of marriage agreements as legal protection for couples, especially in the context of divorce, and examine their effectiveness in practice in Indonesian society.Keywords: Marriage, Assets, Prenuptial Agreement on Asset Separation, Divorce.

 

ABSTRAK

Perkawinan merupakan institusi sosial yang memiliki nilai penting dalam masyarakat dan diatur secara rinci oleh hukum di banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, perkawinan bukan hanya ikatan lahiriah antara pria dan wanita, tetapi juga mengandung tanggung jawab dan hak bagi kedua belah pihak yang berpengaruh terhadap status hukum dan hak-hak keluarga. Selain fungsi sosial, perkawinan memiliki implikasi hukum terkait dengan kepemilikan harta, kewajiban nafkah, dan hak waris yang berlaku dalam perkawinan. Perjanjian perkawinan, termasuk perjanjian pisah harta, menjadi salah satu mekanisme yang dapat digunakan pasangan untuk mengatur pembagian harta dan menjaga kepentingan hukum mereka. Namun, pelaksanaan perjanjian ini sering kali dipengaruhi oleh persepsi sosial dan norma budaya, yang kadang-kadang bertentangan dengan ketentuan hukum. Abstrak ini bertujuan untuk menggali lebih dalam aspek hukum dan budaya dari perjanjian perkawinan sebagai perlindungan hukum bagi pasangan, khususnya dalam konteks perceraian, serta mengkaji efektivitasnya dalam praktik di masyarakat Indonesia.Kata Kunci: Perkawinan, Harta, Perjanjian Perkawinan Pisah Harta, Perceraian.

PENDAHULUAN

Perkawinan adalah kebutuhan dasar manusia. Meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) tidak mendefinisikannya, Pasal 26 KUHPer melihatnya dari aspek perdata. Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019 (UU Perkawinan) mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menciptakan hak dan kewajiban timbal balik antara suami dan istri untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Meski demikian, masalah

seperti perbedaan pendapat, ekonomi, kekerasan, dan harta bisa memicu perceraian. Karena itu, aturan diperlukan untuk memastikan kepastian dan perlindungan hukum dalam hubungan perkawinan. Di Indonesia, hukum perkawinan telah diatur dalam Buku I KUHPer tentang "orang" dan dalam UU Perkawinan diikuti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (PP 9/1975).

Harta merupakan suatu hal yang diperoleh baik sebelum perkawinan maupun sesudah perkawinan. Mengenai harta, dalam UU Perkawinan telah mengatur secara jelas yang tercantum dalam Bab VII dalam:

  • Pasal 35 : Harta yang diperoleh selama perkawinan (Harta Bersama) & Harta yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan dan dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan yang lain (Harta Bawaan);
  • Pasal 36 : Harta bersama harus atas persetujuan kedua belah pihak & Harta bawaan masing-masing pihak memiliki hak sepenuhnya atas harta bendanya; dan
  • Pasal 37 : Apabila terjadi perceraian, maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Masalah harta sering muncul saat perceraian, dengan perebutan harta menjadi isu utama. UU Perkawinan bertujuan melindungi kepentingan suami dan istri melalui perjanjian perkawinan yang disepakati dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.

Perjanjian Perkawinan Pisah Harta

  • Pasal 139 KUHPerdata mengizinkan pasangan calon suami istri untuk membuat perjanjian perkawinan yang memungkinkan pengaturan harta bersama secara berbeda dari aturan undang-undang, selama tidak melanggar tata susila yang baik atau tata tertib umum;
  • Pasal 29 UU Perkawinan jo. Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015 memungkinkan perjanjian perkawinan dibuat sebelum, saat, atau selama perkawinan dengan persetujuan kedua belah pihak dan disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau Notaris. Perjanjian tersebut tidak sah jika melanggar batasan hukum, agama, dan moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun