Semua itu harus saya jalani sendiri sebelum saya merekrut karyawan. Berat, tapi ini sudah jadi pilihan.
Kadang bisa disaksikan pemandangan yang aneh di tenant saya. Di atas meja ada ulekan sambel, sementara di bawahnya ada laptop untuk saya gunakan mengerjakan skripsi.
Teman-teman saya heran pada apa yang saya perjuangkan saat ini. Mereka mungkin tak habis pikir, hari gini masih ada mahasiswa yang mau mengorbankan waktu luangnya untuk menjalani usaha.
Setelah dirasa cukup mengerti ritme bisnis ini, saya beranikan diri untuk mempekerjakan karyawan. Ini bukan perkara gampang. Mencari orang yang dapat dipercaya itu susahnya bukan main.
Lima kali saya gonta-ganti karyawan dan yang keenam saya temukan yang paling ideal. Namanya Teh Yeni. Pengalaman kerjanya pun cukup menjanjikan. Dia pernah jadi team leader pada sebuah rumah makan. Tetapi saya juga khawatir, jangan-jangan nanti minta gaji tinggi.
Namun, betapa terkejutnya saya. Dengan gaji sebelumnya di atas Rp 1,5 juta, ternyata Teh Yeni mau menerima tawaran gaji dari saya yang hanya Rp 800 ribu.
“Gak apa-apa, Pak, Rp 800 ribu juga. Ini keputusan saya meninggalkan tempat kerja lama untuk kerja di sini karena ada faktor keluarga. Saya harus dekat dengan bapak saya yang sedang sakit,” begitu katanya.
Saya jadi sedih dengar ceritanya. Saya hanya berharap, meskipun gaji yang saya berikan belum bisa layak untuknya, tetapi akan jadi berkah dan cukup.
Berjalan 3 bulan, dia menunjukkan progres kerja yang bisa dibilang sangat signifikan. Dia mampu menangani semua perkerjaan multitasking dengan rapi. Dari urusan administrasi, belanja, hingga ide-ide fresh yang dapat saya realisasikan untuk meningkatkan performa bisnis pecel ini.
Dengan kehadiran karyawan baru yang oke, bukan berarti bisnis saya aman dari kendala. Hal-hal tak terduga muncul pada saat yang tidak kita harapkan. Misalnya saja, karyawan meminta dibayarkan gaji lebih awal karena harus membelikan obat untuk orangtuanya yang sakit.
Bagi saya, sisi kemanusiaan harus diutamakan, bagaimanapun caranya. Saya korbankan uang untuk hidup sebulan demi memberikan gajinya lebih awal. Saya tak peduli bagaimana nanti saya harus membeli makan atau bayar uang kontrakan. Yang saya yakini, Allah Maha Penolong.