"Allah pula yang akan memberikan kami rezeki," jawab sang putri.
"Itu jawabanmu, putriku. Cobalah tanyakan kepada ibumu," ujar ayah.
Sang putri segera menemui ibu dan mendiskusikan tentang keberangkatan haji Hatim. Akhirnya ibu dan anak-anak merelakan Hatim berangkat haji. "Pergilah berhaji, Allah yang akan memberikan kami rezeki," ujar mereka.
Hatim lega mendengar kerelaan mereka. Ia bisa berangkat berhaji. Hatim meninggalkan nafkah untuk keluarga, yang hanya akan cukup untuk tiga hari. Karena memang hanya itu uang yang ia miliki.
Hatim berangkat haji tanpa harta sedikitpun. Ia percaya Allah akan memberikan rezekikepadanya. Ia berangkat bersama kafilah haji dari Baghdad.
Di dalam perjalanan, seekor kalajengking menyengat pemimpin kafilah. Kaki pemimpin kafilah bengkak dan tidak bisa berjalan.
"Siapa di antara kalian yang dapat meruqyah orang sakit?" tanya pimpinan rombongan.
Orang-orang menunjuk Hatim. Maka Hatim segera meruqyah pemimpin kafilah hingga Allah menyembuhkan dan kembali bisa berjalan.
"Aku bersyukur kepada Allah yang telah menyembuhkan aku lantaran kamu. Maka biaya pulang dan pergi Hatim dalam berhaji, aku yang menanggungnya," ujar pimpinan kafilah.
"Ya Allah, ini adalah pemeliharaanMu kepadaku. Perlihatkanlah pula pemeliharaanMu kepada keluargaku," ungkap Hatim memohon kepada Allah.
Perjalanan haji telah berlalu tiga hari. Nafkah yang ditinggalkan untuk keluarga Hatim telah habis dimanfaatkan untuk keperluan makan sehari-hari. Harikeempat mereka mulai diserang rasa lapar. Ibu dan anak-anak Hatim bersedih, serta menyalahkan anak perempuan. Namun putri Hatim hanya tertawa ringan saja.