Aktivitas saling memaafkan bisa dilakukan kapan saja, tanpa harus menunggu momentum lebaran. Seutama-utama manusia adalah yang bersegera saling memaafkan di setiap kesempatan, tanpa menunggu momentum tertentu.
Saya memahami aktivitas saling bermaafan pada saat lebaran ini juga dalam dua bingkai. Pertama bingkai budaya, kedua bingkai kesempatan. Dalam bingkai budaya, masyarakat Indonesia menjadi lebih lapang dan mudah memaafkan dalam suasana lebaran. Setelah menempa diri di bulan Ramadhan, maka meningkat ketaqwaannya, sehingga lebih mudah memaafkan orang lain.
Dalam bingkai kesempatan, lebaran adalah momentum yang sangat tepat karena bisa bertemu secara langsung. Satu dengan yang lainnya bisa langsung berjabat tangan dan mengikrarkan saling memaafkan. Hal ini lebih sempurna dibanding hanya melalui telpon atau chatting, atau sekedar mengirim meme ucapan lebaran.
Ketiga, saling memberi hadiah
Saling memberi hadiah juga merupakan ajaran yang agung dalam Islam. Istri Nabi Saw, A'isyah berkata:
-- --
"Rasulullah Saw biasa menerima hadiah dan biasa pula membalasnya." (HR. Bukhari, no. 2585).
Dalam hadits ini ada anjuran untuk menerima hadiah, dan sekaligus membalas memberi hadiah. Tindakan saling memberi hadiah seperti ini akan menumbuhkan suasana saling mencintai di antara orang-orang beriman. Nabi Saw bersabda:
"Saling memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 594)
Nabi Saw menyatakan, bahwa saling memberi hadiah juga akan menghilangkan kebencian di antara orang-orang beriman, sebagaimana sabdanya:
"Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan hilang kebencian." (HR. Malik dalam Al-Muwatha')