Kita mulai membahas untuk tantangan yang pertama, kata pak Syam bersemangat, karena habis mendapat epplaus yang meriah.
“Problem klasiknya begini. Mengapa burung jalak bali milik si A produksinya bagus, sedangkan burung jalak bali milik si B produksinya tidak memuaskan,” kata pak Syam masih dengan semangat empat lima. “Nah itu kenapa bisa begitu . . .?” Sampai di sini pak Syam berhenti agak lama. Rupanya beliau berfikir keras. . . .
Coba tebak, apakah pak Syam bisa menjawab pertanyaan tersebut apa tidak ? Hayo . . . tebak . . . bisa jawa ndak . . .
Akhirnya pak Syam melanjutkan ulasannya, “Atas pertanyaan ini saya hanya bisa bisa menduga-duga saja sih . . .” La . . . iya to . . . hanya menduga-duga . . .
“Mengenai penyebabnya yang pasti mengapa bisa begitu, saya juga tidak tahu.” La . . . bener to . . . tidak tahu . . .
“Karena sependek pengetahuan dan pengalaman saya, menangkarkan burung jalak bali itu itung-itungannya bukan seperti mengerjakan PR matematika anak-anak kita. Menangkarkan burung itu serba tidak pasti. Beda dengan soal matematika, yang bersifat pasti.” La . . . pak Syam hanya cari-cari alasan . . .to . . .
Dengan cuek tanpa memperdulikan siapapun, pak Syam tetap melanjutkan ocehannya. Kalau PR matematika anak-anak kita sifatnya sudah pasti. Karena matematika itu memang ilmu pasti. Misalnya begini :
2+2 = 4, . . . . kalau di jawab 6 ? ya sama pak guru pasti di salahin. Iya to ?
3x4 =12 . . . kalau dijawab 10 ? ya jelas muridnya tidak lulus. Iya to ?
Kalau di dunia penangkaran burung khususnya penangkaran burung jalak bali, gaya berfikir seperti mengerjakan PR matematika anak-anak kita, seperti dalam contoh di atas jelas gak jalan. Dalam dunia penangkaran burung, mikirnya gini :
1+1 = 5 . . . ini juga jawaban yang benar.