Namun sayangnya dalam tulisan ini pak Syam hanya akan mencomot tiga pertanyaan saja. Dengan grogi pak Syam akhirnya mengomentari satu pertanyaan dengan agak detail yang tentu saja sesuai dengan kemampuan pak Syam sebagai penangkar burung jalak bali nDeso. Dan dua pertanyaan lainnya akan disinggung sekilas. Alasannya karena beberapa pertanyaan yang masuk itu sudah pernah dibahas secara panjang lebar dalam artikel-artikel pak Syam terdahulu.
Ketiga pertanyaan yang dimaksudkan di atas adalah; pertama bagaimana cara memaksimalkan produktifitas burung jalak bali. Yang ke dua tentang bagaimana cara membedakan burung jalak bali jantan dan burung jalak bali betina dan pertanyaan ketiga adalah apakah pak Syam bersedia menampung hasil penangkaran para penangkar burung jalak bali ?
Pembahasan ini akan di awali dari pertanyaan pertama yang berasal dari seorang penangkar burung jalak bali yunior. Pertanyaannya kurang lebih begini, “Pak Syam burung jalak bali saya usianya sudah cukup dewasa, tapi kok belum bertelur ya. Gimana pak caranya agar bisa bertelur secepatnya ?”
Weleh . . . weleh . . . pertanyaannya kok berat begini ya ...? kata pak Syam saqmbil mengkeret. Terus terang bagi saya ini adalah pertanyaan berat. Lo kok berat sih ? Katanya pak Syam ini konsultan penangkaran burung jalak bali ?
He he he . . . saya konsultan burung jalak bali to ? Di sebut konsultan burung jalak bali pak Syam malah tertawa terpingkal-pingkal. “Konsultan burung jalak bali mbelgedes po ?” kata pak Syam.
Loh tadi menyatakan telah didapuk jadi konsultan penangkaran burung jalak bali, iya kan ? Tanggung jawab dong . . . masak konsultan ko begitu . . .
Rupa-rupanya sang penanya ini memandang pak Syam ini semacam seorang dukun burung sekaligus seorang penangkar burung jalak bali senior sehingga dalam anggapannya pak Sam pasti akan bisa memberikan resep yang cespleng . . . sim salabim ... burungnya langsung bertelur tiga biji. Terus dua pekan kemudian menetas tiga ekor. Sebulan kemudian dompet menggelembung dengan belasan juta rupiah, hasil penjualan anakan burung jalak balinya. Mungkin khayalan penanya melambung seperti itu . . .
“Wk wk wk . . .” kembali pak Syam tertawa . . .Karena antara yang bertanya dan yang ditanya sebenarnya bedanya cuma tipis banget, setipis kulit ari pada cangkang telur jalak bali.
Bedanya hanya soal waktu, di mana pak Syam ini menerjuni penangkaran burung jalak bali lebih duluan. Karena lebih duluan makanya pak Syam lebih duluan ketemu tengek-bengeknya penangkaran burung jalak bali. Karena lebih duluan ketemu tetek bengek tersebut makanya pak Syam lebih duluan memiliki pengalaman dibandingkan dengan si penanya tadi. Bedanya cuma itu. Itupun Cuma dikit. Selebihnya setali tiga uang alias sama saja.
Namun akhirnya alhamdulillah meski dengan grogi pak Syam memberi jawaban juga. Berdasarkan sedikit pengalaman yang dimiliki, menurut pak Syam, menangkarkan burung jalak bali memiliki dua tantangan utama. Yang pertama adalah bagaimana menjadi penangkar burung jalak bali yang baik. Hal ini menyangkut tentang bagaimana cara mendapatkan produktifitas kandang yang tinggi dengan dengan kualitas burung yang tetap baik.
Terus tantangan yang kedua berkaitan dengan marketing. Tantangan ini menyangkut kemampuan kita untuk membuat inovasi pasar, sehingga bisa mengajak masyarakat dalam skala yang lebih luas lagi untuk menggemari burung. Efek besarnya nanti ke pelestarian satwa dan lingkungan. Wiihhh . . . pak Syam serius banget ya . . .? Tepuk tangan dooonnnggg . . .