Saya tidak menyangka kalau keputusan saya untuk menerjuni penangkaran burung jalak bali ini, pada akhirnya memaksa saya untuk sekaligus menjadi “konsultan” penangkaran burung jalak bali, begitu kata pak Syam suatu hari.
Kok begitu pak Syam ? Ya . . . nggak tahu, karena sekarang tanpa meminta persetujuan saya mereka para penggemar burung yang kepingin terjun ke penangkaran burung jalak bali mendapuk saya untuk mejadi konsultannya.
Biyuh . . .biyuh . . . jadi konsultan to ? ck ck ck . . Kok hebat begitu ya . . .
Disebut sebagai konsultan, pak Syam buru-buru meralat. “Haduh . . . maaf ya sebelumnya, saya terpaksa menjadi “konsultan” penangkaran burung jalak bali. Padahal apalah saya ini ? Level saya hanyalah seorang penangkar burung jalak bali ndeso. Pantesnya hanya jadi dukun burung beranak saja.”
Memang tak bisa dipungkiri, selama ini memang cukup banyak dari mereka para calon penangkar burung jalak bali itu yang menghubungi pak Syam untuk curhat tentang tetek bengek penangkaran burung jalak bali mereka. Sampai akhirnya mereka mendapuk pak Syam sebagai konsultannya. Hal ini tentu sempat agak mengagetkan pak Syam.
Namun setelah dipikir-pikir ternyata ada hikmah penting dibalik pendapukan itu. Pertama pendapukan tersebut bisa menjadi ruang bagi pak Syam untuk berbagi ilmu, “Alhamdulillah ini bisa menjadi ladang saya untuk beramal, “ begitu kata pak Syam.
Terus yang kedua hal ini sekaligus juga menjadi kabar baik di mana burung jalak bali kini sudah semakin diminati masyarakat. Ooo . . . begitu ya pak Syam ? Iya . . . jawab pak Syam dengan pringas-pringis . . .
Jika dirunut lagi, selama ini, pertanyaan para calon penangkar burung jalak bali itu bermacam-macam. Mulai dari bagaimana cara memilih bibit burung jalak bali yang bagus, berapa ukuran kandang penangkaran burung jalak bali yang ideal, apa makanan burung jalak bali paling disukai dan lain-lain.
Sebagian dari mereka juga ada yang menanyakan berapa harga bibit burung jalak bali paling murah, bagaimana cara menangkarkan burung jalak bali paling gampang, upaya apa yang harus dilakukan untuk memaksimalkan produksi burung jalak bali, bagaimana cara membedakan jalak bali jantan dan jalak bali betina.
Bahkan ada juga penanya yang isi pertanyaannya gak nyambung dengan dunia penangkaran burung. Misalnya mereka bertanya apakah pak Syam ini orang kota apa orang ndeso, pak Syam ini orangnya masih muda apa sudah tua. Weleh . . . weleh . . . aneh-aneh saja mereka itu.
Dari seabreg pertanyaan yang mampir ke telepon pak Syam tersebut, ada beberapa yang akan dibagi jawabannya kepada anda para pembaca blog ini. Hal ini karena pak Syam yakin bahwa anda para pembaca blog ini adalah orang-orang yang baik hatinya, berlimpah rejekinya, luas maafnya, lapang dadanya sehingga mulia kehidupannya. Bukan begitu pak Mario ? “Betul . . . anda para pembaca blog ini memang orang-orang yang luar biasa,” kata pak Mario dengan gayanya yang khas.
Namun sayangnya dalam tulisan ini pak Syam hanya akan mencomot tiga pertanyaan saja. Dengan grogi pak Syam akhirnya mengomentari satu pertanyaan dengan agak detail yang tentu saja sesuai dengan kemampuan pak Syam sebagai penangkar burung jalak bali nDeso. Dan dua pertanyaan lainnya akan disinggung sekilas. Alasannya karena beberapa pertanyaan yang masuk itu sudah pernah dibahas secara panjang lebar dalam artikel-artikel pak Syam terdahulu.
Ketiga pertanyaan yang dimaksudkan di atas adalah; pertama bagaimana cara memaksimalkan produktifitas burung jalak bali. Yang ke dua tentang bagaimana cara membedakan burung jalak bali jantan dan burung jalak bali betina dan pertanyaan ketiga adalah apakah pak Syam bersedia menampung hasil penangkaran para penangkar burung jalak bali ?
Pembahasan ini akan di awali dari pertanyaan pertama yang berasal dari seorang penangkar burung jalak bali yunior. Pertanyaannya kurang lebih begini, “Pak Syam burung jalak bali saya usianya sudah cukup dewasa, tapi kok belum bertelur ya. Gimana pak caranya agar bisa bertelur secepatnya ?”
Weleh . . . weleh . . . pertanyaannya kok berat begini ya ...? kata pak Syam saqmbil mengkeret. Terus terang bagi saya ini adalah pertanyaan berat. Lo kok berat sih ? Katanya pak Syam ini konsultan penangkaran burung jalak bali ?
He he he . . . saya konsultan burung jalak bali to ? Di sebut konsultan burung jalak bali pak Syam malah tertawa terpingkal-pingkal. “Konsultan burung jalak bali mbelgedes po ?” kata pak Syam.
Loh tadi menyatakan telah didapuk jadi konsultan penangkaran burung jalak bali, iya kan ? Tanggung jawab dong . . . masak konsultan ko begitu . . .
Rupa-rupanya sang penanya ini memandang pak Syam ini semacam seorang dukun burung sekaligus seorang penangkar burung jalak bali senior sehingga dalam anggapannya pak Sam pasti akan bisa memberikan resep yang cespleng . . . sim salabim ... burungnya langsung bertelur tiga biji. Terus dua pekan kemudian menetas tiga ekor. Sebulan kemudian dompet menggelembung dengan belasan juta rupiah, hasil penjualan anakan burung jalak balinya. Mungkin khayalan penanya melambung seperti itu . . .
“Wk wk wk . . .” kembali pak Syam tertawa . . .Karena antara yang bertanya dan yang ditanya sebenarnya bedanya cuma tipis banget, setipis kulit ari pada cangkang telur jalak bali.
Bedanya hanya soal waktu, di mana pak Syam ini menerjuni penangkaran burung jalak bali lebih duluan. Karena lebih duluan makanya pak Syam lebih duluan ketemu tengek-bengeknya penangkaran burung jalak bali. Karena lebih duluan ketemu tetek bengek tersebut makanya pak Syam lebih duluan memiliki pengalaman dibandingkan dengan si penanya tadi. Bedanya cuma itu. Itupun Cuma dikit. Selebihnya setali tiga uang alias sama saja.
Namun akhirnya alhamdulillah meski dengan grogi pak Syam memberi jawaban juga. Berdasarkan sedikit pengalaman yang dimiliki, menurut pak Syam, menangkarkan burung jalak bali memiliki dua tantangan utama. Yang pertama adalah bagaimana menjadi penangkar burung jalak bali yang baik. Hal ini menyangkut tentang bagaimana cara mendapatkan produktifitas kandang yang tinggi dengan dengan kualitas burung yang tetap baik.
Terus tantangan yang kedua berkaitan dengan marketing. Tantangan ini menyangkut kemampuan kita untuk membuat inovasi pasar, sehingga bisa mengajak masyarakat dalam skala yang lebih luas lagi untuk menggemari burung. Efek besarnya nanti ke pelestarian satwa dan lingkungan. Wiihhh . . . pak Syam serius banget ya . . .? Tepuk tangan dooonnnggg . . .
Kita mulai membahas untuk tantangan yang pertama, kata pak Syam bersemangat, karena habis mendapat epplaus yang meriah.
“Problem klasiknya begini. Mengapa burung jalak bali milik si A produksinya bagus, sedangkan burung jalak bali milik si B produksinya tidak memuaskan,” kata pak Syam masih dengan semangat empat lima. “Nah itu kenapa bisa begitu . . .?” Sampai di sini pak Syam berhenti agak lama. Rupanya beliau berfikir keras. . . .
Coba tebak, apakah pak Syam bisa menjawab pertanyaan tersebut apa tidak ? Hayo . . . tebak . . . bisa jawa ndak . . .
Akhirnya pak Syam melanjutkan ulasannya, “Atas pertanyaan ini saya hanya bisa bisa menduga-duga saja sih . . .” La . . . iya to . . . hanya menduga-duga . . .
“Mengenai penyebabnya yang pasti mengapa bisa begitu, saya juga tidak tahu.” La . . . bener to . . . tidak tahu . . .
“Karena sependek pengetahuan dan pengalaman saya, menangkarkan burung jalak bali itu itung-itungannya bukan seperti mengerjakan PR matematika anak-anak kita. Menangkarkan burung itu serba tidak pasti. Beda dengan soal matematika, yang bersifat pasti.” La . . . pak Syam hanya cari-cari alasan . . .to . . .
Dengan cuek tanpa memperdulikan siapapun, pak Syam tetap melanjutkan ocehannya. Kalau PR matematika anak-anak kita sifatnya sudah pasti. Karena matematika itu memang ilmu pasti. Misalnya begini :
2+2 = 4, . . . . kalau di jawab 6 ? ya sama pak guru pasti di salahin. Iya to ?
3x4 =12 . . . kalau dijawab 10 ? ya jelas muridnya tidak lulus. Iya to ?
Kalau di dunia penangkaran burung khususnya penangkaran burung jalak bali, gaya berfikir seperti mengerjakan PR matematika anak-anak kita, seperti dalam contoh di atas jelas gak jalan. Dalam dunia penangkaran burung, mikirnya gini :
1+1 = 5 . . . ini juga jawaban yang benar.
Kok benar pak Syam ?
Dengan sangat percaya diri pak Syam menjawab “Karena teman saya pernah mengalami. Teman saya waktu itu dia memili 1 ekor burung jalak bali. Kemudian dia membeli lagi 1 ekor. Maka total burungnya ada 2 ekor alias 1 pasang. Kemudian nelor 3 biji dan netes semua. Maka jumlah anakannya 3. Jadi totalnya ada 5 ekor burung jalak bali. iya to ? jawab pak Syam dengan pedenya.
Wiihhh . . .hebat . . .hebat . . . tepuk tangan sekali lagi donggg . . . !!!
Masih dengan semangat sumpah pemuda, pak Syam melanjutkan ocehannya. Dalam menangkarkan burung, 2+2 = 10 ini juga jawaban yang benar. Di mana kita memiliki 4 ekor burung atau 2 pasang. Masing-masing beranak 3 ekor, maka total anakannya menjadi 6 ekor. Ditambah indukannya ada 4, jadi total jenderal ada 10 ekor.
Dalam dunia penangkaran burung terutama penangkaran burung jalak bali akan terjadi beraneka ragam kemungkinan hitungan matematika.
Misalnya 2+2 = 0 . . . ini juga betul.
3 + 3 = 0 ? ini juga terjadi
4 + 4 = 0 ? betul juga
5 + 5 = 0 . . .ini nyata pernah terjadi.
Untuk kasus yang terakhir ini, pembaca saya kasih cerita berbasis true story alias bener-bener terjadi ya. Ini pengalaman teman saya sendiri.
Ceritanya begini, teman saya seorang penangkar burung jalak suren senior. Beliau sudah belasan tahun menerjuni penangkaran burung jalak suren, dan berhasil dengan baik. Telah beratus anakan jalak suren yang berhasil beliau hasilkan. Akhirnya kepincut dengan manisnya penangkaran burung jalak bali.
Nah ketika beliau terjun ke penangkaran burung jalak bali beliau membeli 5 pasang, alias 10 ekor. Burung-burung tersebut beliau pelihara dengan baik. Setelah beberapa tahun ternyata yang mau bertelur hanya 1 pasang. Itupun telurnya tidak menetas dan telur itu merupakan telur pertama dan terakhir karena setelah itu tidak pernah bertelur lagi. Teman saya judeg, akhirnya burung jalak bali tersebut dijual semuanya. Sempurna sudah matematikanya bahwa telur tersebut adalah telur yang terakhir ditangannya, karena burungnya dijual semuanya.
Jadi kalau kembali ke pertanyaan di atas, “Pak Syam burung jalak bali saya usianya sudah cukup dewasa, tapi kok belum bertelur ya. Gimana pak caranya agar bisa bertelur secepatnya ?” Pak Syam paling banter hanya bisa mengira-ngira, selebihnya tidak tahu. Pak Syam tidak bisa menjawab secara pasti.
“Paling saya hanya bisa mengira-ngira dari beberapa segi pertama soal makanannya, kedua soal kandangnya, ketiga soal jenis kelamin burungnya, keempat musim atau cuaca dan terakhir soal rejeki.” papar pak Syam.
Dari ke lima faktor tersebut faktor yang paling susah untuk dicermati adalah faktor rejeki. Namun anehnya justru faktor ini yang paling sering terjadi. Karena faktor pertama sampai ke empat tidak ada yang aneh, tapi kok burungnya tidak mau bertelur kenapa ? Itu berarti faktor ke limanya yang belum memihak kepada kita yaitu belum rejeki. Ini kasusnya riil dialami oleh penangkar burung jalak suren senior di Klaten tadi.
Secara teori memang ada beberapa faktor yang dapat digunakan untuk memicu agar burung jalak bali kita berproduksi dengan baik, yaitu :
Pertama faktor makanan. Terkait dengan makanan ini mungkin kayak kita juga. Anak-anak yang gizi makannya berkecukupan karena orang tuanya memberikan asupan makanan dengan gizi yang seimbang, maka dia akan tumbuh dengan normal, badannya sehat, geraknya lincah, otaknya cerdas dan penampilannya juga enak dipandang.
Anak-anak model seperti ini akan mampu menjani hidup dengan baik. Tumbuh menjadi remaja yang membanggakan, kemudian tumbuh dewasa dan memasuki jenjang berumah tangga dengan baik pula. Keluarga yang dibentuk dari genersi yang tumbuh dengan baik seperti ini, berpeluang menjadi keluarga yang produktif, banyak duit dan sekaligus banyak anak he he he . . .
“Sependek pengetahuan dan pengalaman saya, dalam dunia penangkaran burung jalak bali, rumus ini juga berlaku. Sepasang burung jalak bali yang kita rawat dari kecil dengan memberikan asupan gizi yang bagus dan seimbanmg; vor, pisang, jangkrik dan kroto, umumnya dia akan menjadi pasangan yang produktif dalam beranak. Duit ? duit juga . . .dia akan produktif dalam mencetak duit buat juragannya. Karena itu berikan asupan yang bagus bagi burung-burung anda . . .” begitu pesan pak Syam.
Kedua kesesuaian kandang. Faktor kandang juga bisa mempengaruhi produktifitas sepasang burung jalak bali di penangkaran. Faktor kandang ini menyangkut; ukuran, suhu, tingkat kebisingan dan hiruk pikuk sekitar kandang. Semuanya berpengaruh. Karena itu bikin kandang dengan ukuran dan suhu yang cocok dengan maunya burung, dan bikinlah kandang di lokasi yang tidak berisik agar burung kita bisa produktif
Ketiga pastikan bahwa burung jalak bali anda sepasang jantan dan betina. Dalam beberapa kasus hambatan penangkaran burung jalak bali terjadi karena burung jalak bali yang ditangkarkan ternyata berkelamin sejenis. Ada yang bertahun-tahun tidak bertelur, ternyata burung jalak balinya sama-sama jantan.
Ada juga yang sepasang burung jalak balinya bertelur sampai 5 butir, bahkan ada yang 6 butir. Nah kalau kasus yang kedua ini kemungkinan jalak balinya betina semua. Karena itu pastikan bahwa sepasang burung jalak bali yang anda tangkarkan adalah sepasang jalak bali jantan dan betina, karena di kalangan burung jalak bali pasangan lesbi itu tidak lazim apa lagi LGBT. Lesbi dan LGBT dalam dunia penangkaran burung jalak bali di haramkan . . . karena gak bakalan deh dia beranak . . .
Bagaimana cara memastikan jenis kelamin apakah burung jalak bali kita jantan atau betina ? Paling akurat melalui tes DNA, yang konon katanya sudah banyak klinik yang menyediakan jasa tentang hal ini. Saya sendiri selama ini belum pernah menggunakan jasa mereka. Kalau saya berdasarkan insting yang mengandalkan pengalaman, alhamdulillah jarang meleset.
Atau yang kedua belilah bibit burung jalak bali pada penangkar burung jalak bali langsung. Beberapa penangkar burung jalak bali menjual burung dalam posisi berpasangan. Kalau dari penangkar burung jalak bali langsung insya Allah akurat.
“Hindari membeli anakan jalak bali dalam posisi ombyokan. Jika ombyokan dilakukan sejak kecil maka hal ini rawan terjadi pasangan salah gaul akhirnya terjadi pasangan yang terpaksa menjalani hidup lesbi dan LGBT. Begitu yang terjadi di lapangan. Makanya jangan beli burung jalak bali yang ombyokan ya.” begitu pesan pak Syam.
Demikian sedikit ulasan untuk pertanyaan pertama dan kedua. Sementara untuk pertanyaan ketiga apakah pak Syam mau membeli hasil penangkaran para penangkar.
“Sikap saya begini. Sejak awal saya menangkar burung jalak bali, saya tidak hanya menangkar burung ansich. Saya sejak awal selalu mengelaborasi anta kegiatan penangkaran dengan kegiatan ekonomi. Antara breeding dan entrepreneur tidak pernah saya pisahkan dari kegiatan penangkaran saya.” Kata pak Syam berteori.
“Konsekwensi dari pilihan ini adalah, kita mesti siap terus menerus untuk mengembangkan ilmu penangkaran di satu sisi, di sisi lain managemen pemasaran juga mejadi tugas kita sendiri. Buat saya menangkarkan burung bukan soal hobi, tapi ini soal ekonomi. Karena itulah maka marketing juga menjadi fariabel yang semestinya di kuasai . . .” kata pak Syam panjang lebar . . .
Ooo . . . gitu ya pak Syam ? Pak Syam ini memang huibat tenan kok . . .
“Hebat dengkulmu itu . . . pertanyaanya mau di jawab gak . . .? kata pak Syam dengan sewot.
“Sabar pak Syam . . . ini kan cuma guyon, biar gak spaneng . ..gitu lo pak. Eh pak Syam mau kemana . . . . pak Syam tungguu . . .!”
Yang dipanggil terus ngeloyor pergi. Rupanya pak Syam sewot karena terus digodain. Atau sebenarnya ini hanya modus pak Syam karena tidak bisa memberi jawaban yang agak bener gitu. Mungkin . . .
“Entrepreneur . . . tumbuhkan mental entrepreneur . . . menangkar burung jalak bali itu entrepreneur.” teriak pak Syam sambil ngebut di atas motor gede kesayangannya. Ngeeng . . . bablasss . . .
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI