Sebenarnya cerita ini sudah lama. Saya baru nggeh apa yang saya alami itu memang sepenuhnya bukan imajinasi saya. Mungkin dia yang sudah menjadi korban pembunuhan itu masih tidak terima terhadap para pelakunya.
Malam itu saya sungguh agak sial. Kamar teman tempat saya tidur terkunci. Teman saya sudah tidur. Terlalu lama saya mengetik di depan kantor Lembaga Pemasyarakatan sehingga terlalu malam untuk kembali ke kamar. Saya coba ketuk pintu kamar teman lain tetapi tetap saja tidak ada jawaban. Semua sudah tertidur. Saya terduduk lama di depan rumah yang di tempati teman-teman. Hanya sumpah serapah dan makian muncul dalam hati saya. “Bangs*t lambat sekali pulang. Baru tidak ada tempat di sini,”.
Saya bukan seorang sipir di Lapas. Saya merupakan pekerja sosial hukum yang biasa disebut pembimbing kemasyarakatan. Kantor saya terpisah dari lapas yaitu Balai Pemasyarakatan. Saat ini, saya mendapat tugas di Pos Pelayanan di Lapas kira-kira hampir sepuluh jam dari kantor saya. Jarak antar kantor saya dengan lapas yang jauh menyebabkan saya harus tinggal beberapa bulan di dekat lapas. Karena memang kamar dan rumah-rumah pegawai penuh maka saya dititipkan untuk tinggal di salah satu pegawai yang masih bujang.
Lanjut ya. Akhirnya, saya putuskan untuk pergi ke depan pintu penjagaan utama lapas. Siapa tahu nanti ada pegawai yang keluar sehingga saya bisa tidur di dalam. Pas sekali saat itu ada pegawai yang keluar mengambil air.
“ Eh mas, masih disini?” tanya pegawai tersebut
“Eh pak Jamal. Wah pak edo sudah tidur pak. Saya ketuk-ketuk tidak keluar. Kelihatannya kelelahan,” kata saya sambil mengiba.
“Sudah kemari saja mas. Tidur dan temani kami berjaga di dalam. Mari.”
“oke pak,” saya dengan semangat mengiyakan. Lumayan paling tidak saya tidur di dalam.
Saya masuk ke dalam, pintu sudah terkunci semua. Pintu dekat portir sudah digembok. Tinggal pintu penjagaan utama (P2U) yang ditutup. Ada tiga orang pegawai yang berjaga di P2U dan Portir.
“tidur sini mas tidak apa-apa” kata pak Jamal, pegawai yang menerima saya.
“Saya mau tidur di aula pegawai pak,” kata saya.
“eh jangan mas, sini saja. pokoknya jangan mas,”
“Saya tidak enak mengganggu karena matrasnya cuma ada tiga,”
“Kalo mas disitu saya yang merinding. Kemarin pak Windi yang tidur disitu ketindisan. Disini saja mas nanti gampang bisa baku atur”
Melihat wajah pak Jamal yang serius. Saya kemudian meng-iya-kan permintaannya.
Salah satu pegawai mengambil tiga matras dan menata matras itu.
“tidur saja di matras ini mas, biar saya nanti tidur di atas meja ini,” kata pak Nano.
“eh...saya saja pak yang tidur di atas meja pak,” kata saya
“nggak apa-apa pak,” kata pak Nano
“Sudah mas, tidur di situ saja. tidak apa-apa. Saya ini bisa dibilang mata tipis mas. Saya bisa melihat hal-hal yang halus jadi kalau tadi mas tidur disana, saya malah jadi yang tidak bisa tidur.” Kata pak Jamal mencoba menerangkan alasannya tadi.
“Jujur mas, lapas ini banyak mas yang halus tinggal disini. Macam-macam yang pernah saya lihat. Makanya saya tahu nanti mas apa yang terjadi kalau mas tidur ruangan itu,” lanjut pak jamal
“Yang pernah mas saya alami paling besar dan menakutkan disini. Ada makhluk yang mengamuk dan mengganggu salah satu napi wanita mas. Itu yang paling membuat saya takut dulu. Itu dulu bu Mimi yang kena,” kata pak Jamal
“eh sebentar pak bu Mimi bukannya dulu yang kasus pembunuhan itu?” tanya saya
“iya mas itu. Yang dulu CS (komplotan) Dedi di sini. Nah waktu itu mas, seorang pegawai panggil saya. Pak ke blok wanita pak. Bu Mimi kerasukan dan teriak-teriak. Deg. Rasanya mas. Saya tiba-tiba saja merasa takut.” Cerita pak jamal
“nah sampai di depan pintu blok, saya sudah melihat bunga-bunga dan tanaman berhamburan. Terus saya juga dengar ada suara musik-musik bali mas. Saya spontan ketakutan sekali mas. Saat itu, pak safrudin membaca doa dan itu membuat makhluk yang masuk itu marah mas. Dia (makhluk) memecahkan kaca-kaca jendela dan seperti memukul tembok keras sekali berkali-kali. Suaranya keras sekali. Pokoknya mas, semalam itu dia buat kacau memang. Sampai saat ini kalau saya mengingat masih takut mas. Ini saja saya takut mas. Pokoknya ngeri mas.”
“Paginya mas, ketika pagi saya kembali ke blok wanita jam tujuh, semua yang berhamburan sudah bersih. Padahal malamnya, saya lihat itu tanaman tercabut dan terhambur dimana-mana. Kaca angin-angin pecah dimana-mana. Pagi itu semua kembali seperti semula. Seperti tidak ada apa-apa. Tanaman masih tertanam dan tidak ada kaca yang pecah. Aneh mas.,” lanjut pak Jamal.
“eh pak bukanya itu CS juga dengan paijo orang jawa itu ya. Dia di Rutan (Rumah tahanan Negara) kota sebelah,”
“Iya betul mas itu,”
“O itu yang eksekutornya di Lapas kota itu ya pak,” tanya saya lebih lanjut.
“Mungkin mas. Saya tidak terlalu tahu. Cuma dua orang itu saja yang saya tahu,” lajut pak Jamal
Jujur, saya sekarang yang jadi deg-degan. Saya masih ingat dua tahun lalu. Persis waktu di Rutan saya juga menjalankan tugas sama seperti saat ini. Waktu itu, saya mendapatkan tugas membuat laporan penelitian kemasyarakatan bernama paijo. Saya lihat kasusnya pembunuhan. Awalnya saya biasa saja ketika wawancara dengan paijo. Dia bercerita bahwa dirinya berperan sebagai perantara mencarikan pembunuh bagi ibu Mimi.
Ia bercerita: “ lha bagaimana mas, setiap hari bu Mimi datang ke rumah dan cerita terus soal selingkuhan suaminya. Ya sudah to, saya kemudian memmbantu ibu itu,” kata paijo
“Jadi peranmu sebagai perantara saja ya?”
“ iya pak, lha saya Cuma sekali ketemu, saya sebenarnya awalnya tidak diikutkan Cuma karena bu Mimi cerita maka saya ikut juga masuk ke sini,” cerita paijo
“Lha ya namanya kejahatan kalau kamu ikut berperan walau sekecil apapun kamu juga ikut kena pidana,” jawabku
“iya pak tapi saya tidak terlalu banyak ikut,” katanya menyanggah.
Spontan saya kemudian membaca berkas kronologis yang belum saya baca sebelunya.
“ eh Jo, ini disini kamu ada empat kali bertemu dengan dedi dan eksekutornya sebelum terjadi pembunuhan. Ah masak kamu tidak memiliki niat. Bohong ah. Empat kali lho. Ini juga kamu ketemu juga dengan eksekutornya lho. Kan nggak mungkin Cuma tidak sengaja to. Kamu memang ada niat ini,”
“Ya gimana pak, saya kasihan juga,” katanya
“ terus dikasih uang berapa?” saya bertanya
“dua puluh juta pak untuk semua. Saya yang atur itu,”jawab paijo
“ Nah itu jo, “ kataku
Saya kemudian lanjut membaca berkas Berita Acara Pemeriksaan Polisi. Hari minggu tanggal 29 Juni 2014 pukul 18.07 tsk (tersangka) paijo mengantar tsk Amir ke rumah korban wanita bernama Lulu. Tsk amir masuk melewati pintu depan salon milik korban wanita bernama Lulu....tsk amir membawa sebuah balok kayu berukuran panjang kurang lebih satu meter dengan diameter 10 cm. Tsk amir memukul bagian belakang tengkuk korban satu kali. Korban wanita bernama Lulu jatuh. Tsk amir memukul lima kali di bagian kepala. dua kali di bagian punggung korban wanita bernama lulu...
Saya tidak kuat membaca BAP. Berkas saya tutup. Saya kemudian menyelesaikan wawancara dengan Paijo.
Hal yang mulai terasa berbeda ketika pulang. Saya merasa ada yang mengikuti. Cerita dari BAP terus mengiyang-iyang di benak saya. Saya tidak tahu kenapa berbeda. Sejauh ini, ketika wawancara napi kasus pembunuhan tidak seperti ini. Saya berpikir positif saja, mungkin gara-gara saya baca BAP saja jadi agak takut. Rasanya ada yang mengikuti dan pengen bertemu dengan saya. Intuisi saya berkata kalau korban tidak terima jika paijo ini diusulkan pembebasan bersyarat. Cuma saya selalu mencoba berpikir kalau ini hanya perasaan saya saja.
Malamnya, ketika akan tidur, kamar saya mulai bau kemenyan. Ah saya pikir ini perasaan saya saja. saya mencoba memejakan mata. Susah juga. Apalagi nyamuk banyak sekali di kamar. Oh ya, kamar saya berada di halaman depan terpisah dari rutan dan hanya ada dua kamar di depan halaman rutan.
Baru ketika saya mencoba memiringkan badan ke kiri. Srettt tiba-tiba di tembok ada bayangan hitam lewat. Saya kembali berpikir positif. Ini hanya bayangan saya saja karena tidak pakai kacamata.
Kejadian itu terulang kembali dihari kedua malam hari, tetapi banyangan lewat di tembok bagian lain ketika saya sedang tidur tengadah. Awalnya sama juga, ada bau kemenyan atau semacam dupa-dupa. Saya Cuma berpikir mungkin teman sebelah menyalakan dupa atau semacamnya. Tapi bayangan hitam itu muncul kembali.
Tidak tahu, saya hanya punya intuisi bahwa ada yang tidak beres. Paginya, saya bertemu dengan paijo. Saya berbicara kepada paijo
“Jo, besok kalau kamu bebas di luar, tolong ya titip satu pesan saya. Minta maaf dengan korban di kuburannya. Kayaknya korban belum memaafkan dirimu.”
“Iya ndan,” jawab paijo pendek.
Setelah itu, malam ketiga tidak ada lagi bau atau bayangan yang lewat-lewat di tembok. Perasaan ketakutan saya juga pelan-pelan menghilang. Rasanya sudah tidak ada yang mengikuti saya lagi.
Saat paijo diserah terimakan untuk menjalani Pembebasan bersyarat, saya masih berpesan supaya meminta maaf di kuburan korban.
***
“yah begitu pak cerita-saya,” kata saya mengakhiri cerita kepada pak Jamal
“eh lha itu kejadian kapan terjadi pak. Pas bu Mimi kerasukan,” tanya saya kembali
“lupa mas tapi tahun 2018 eh 2019 waktu itu saya masih jadi anggota jaga. Saya jadi karupam (Komandan Grup Pengamanan) mulai tahun 2020. Kayaknya awal tahun 2019. Ah pas-pas itu besoknya istri saya ulang tahun. Masih ingat saya 26 Maret 2019. Hari selasa,” kata pak Jamal sambil mengingat-ingat.
“weh saya jadi merinding lagi pak,” kata saya
“sudah mas kita gak usah bicara lagi. Gak enak diceritakan kisahnya,” katanya
“iya pak saya so mulai mengantuk juga,”
Akhirnya kami masing-masing tertidur.
***
Pagi hari ketika membuka laptop, saya tidak sengaja membuka file wawancara paijo. Disana ada beberapa file word. Beberapa kali saya simpan file tersebut karena setiap kali save(disimpan) meminta untuk save as (disimpan baru). Data file Paijo paling awal tertanggal 26/04/2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H