Rasanya diriku dan dirimu setuju bahwa sejatinya jomlo adalah salah satu "gang" pencarian pasangan menuju ijab kabul. Maksudku, Â segenap orang yang hingga saat ini masih menyendiri terkadang suka ngeles dengan kalimat "aku belum menemukan yang cocok".
Padahal?
Bisa jadi seorang jomlo baru saja putus gegara lelah berusaha menjadi sosok yang sempurna bagi pacarnya.
Atau? Memang benar-benar pemilih! Eh
Adalah sebuah kewajaran, sih. Kenyataannya, mayoritas bahkan semua single lillah menginginkan supaya menikah itu cukup sekali seumur hidup. Dengan demikian, calon istri maupun calon suami perlu dicari yang betul-betul "cocok". Cocok dari segi apa?
Relatif, sih. Barangkali aku katakan saja "se-frekuensi", ya. Someone yang dicari untuk pasangan hidup dunia (juga akhirat) adalah dirinya yang se-frekuensi. Selanjutnya, bisa kamu maknai sendiri. Apakah itu satu visi (ya iyalah), atau sama-sama saling cinta (pastinya).
Gunanya tidak lain adalah, kalau nanti si jomlo dan si jomlowati hidup berdua dalam satu gubuk sederhana, tidak ada "pecah piring, pecah mangkuk, pecah ember" gegara perbedaan asumsi yang sepele..
Orang bilang, perbedaan itu sesungguhnya menyatukan. Menurutku, makna menyatukan di sini akan terwujud ketika ada nada bin frekuensi yang relatif sama antar pasangan. Baik itu dari sisi gaya pikir, perhatian, ketulusan, hingga cara pandang.
Kesamaan frekuensi ini semakin meningkat dengan adanya rasa saling cinta. Uwu, so sweet!
Maka dari itulah, mencari calon pasangan yang "cocok" itu merupakan perkara yang krusial. Wajar kiranya bila kemudian para jomlo masih better off on my own dengan bersandar pada alasan belum menemukan sosok yang cocok.
Selain karena takdir belum dijemput, dirinya juga berusaha mendapatkan someone yang "pas" di hati. Dengan harapan, hubungan halal yang nantinya terjalin mampu bertahan sampai rambut memutih, sampai purna, sampai senja, hingga maut memisahkan kita. Kita? Eh...