Muhadjir melarang sekolah untuk mengangkat guru honorer baru. Dia menjelaskan, kekurangan guru akibat banyak guru pensiun tidak perlu dilakukan dengan pengangkatan guru honorer baru.
Solusinya adalah mengangkat guru pensiunan menjadi guru honorer, hingga ada pengangkatan guru PNS.
Jelas saja para guru honorer sakit, pernyataan ini seakan-akan menjadi tuduhan bahwa guru honorer muda tidak kompeten, tidak mampu mengajar, serta berkesan tidak dipercayai.
Memang, guru pensiunan sudah menang pengalaman, makan asam garam, dan lama waktu pengabdian. Tapi, soal semangat bertumbuh dan berjuang? Hmm, saya yakin mereka mau istirahat dan memberikan peluang kepada yang muda-muda untuk berkarya.
Tidak cukup sampai sini, di tahun 2020 kebijakan tentang tenaga honorer semakin plintat-plintut dan bertabur kekesalan.
Ya, Kemenpan-RB dan BKN dengan Komisi II DPR telah sepakat untuk menghapus tenaga honorer dari seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah. Keputusan itu sesuai yang tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 ASN.
Agenda ini masuk dalam hitungan masa transisi 5 tahun sebagai pertimbangannya. Terhitung sejak tahun 2018, para tenaga honorer dipersilahkan mengikuti tes CPNS maupun PPPK hingga tahun 2023 nanti.
Pertanyaannya adalah, bagaimana nasib tenaga honorer yang usianya di atas 35 tahun?
Mereka sudah tak bisa lagi ikut tes CPNS. Barangkali, harapan mereka hanya ada di PPPK. Tapi, apakah itu sebanding dengan pengabdian mereka selama ini? Tentu saja tidak bisa dibanding-bandingkan.
Wajar kiranya para tenaga honorer di seluruh jagat Indonesia kebingungan. Kemarin katanya gaji mereka akan naik, seiring dengan usulan Muhadjir menyiapkan dana alokasi khusus untuk tenaga honorer. Tapi sekarang, malah mau dihapuskan?
Dan di saat kebingungan ini mulai membuncah dan bergelombang, muncullah nada kebijakan baru dengan judul "Dari dana BOS, guru honorer akan naik gaji".