Muka Reyhan segera berbinar sambil mengayunkan telunjuknya ke arah kanan pandanganku. Oh, ternyata sudah ada Rafli dan Restu. Keduanya bawa arit kecil, cocok untuk menggemburkan tanah di samping masjid.
"Lah, Restu tidak bawa rumputnya?"
"Ini, Pak. Kemarin bang Johan yang mau bawakan rumput. Tadi aku WA, bentar lagi dia datang."
Ah, kesal juga rasanya. Lagi-lagi menunggu, menunggu lagi. Apa boleh buat, aku segera mengajak mereka menggemburkan tanah. Makin siang makin terik, nanti makin malas kami bekerja.
***
"Pak, tidak ada rumput gajahnya. Tadi Jo cari ke rumah teman, ternyata dia sedang liburan. Bagaimana kalau kita ambil di dekat kuburan belakang Pak. karena itu punya tante Jo."
Ternyata Johan sudah datang, tidak bawa rumput, hanya bawa saran. Ah, bisa-bisa gagal niat baik ini. Aku berkorban banyak waktu, tugas kuliahku menumpuk. Hari Minggu inilah kesempatanku.
Jika harus menunggu minggu depan, agaknya hanya menunda-nunda niat baik saja. Aku, sebenarnya tak begitu bermasalah dengan pembuangan waktu ini. Tapi, murid-muridku bisa jadi pulang tanpa hasil. Apa yang mau mereka katakan kepada orangtua di rumah.
"Biar Reyhan dan Restu saja mengambilnya sebentar Pak!"
Tiba-tiba saja Reyhan berniat membasahi badannya dengan keringat. Kepalang mandi, mungkin itu buah dari ketulusan yang telah dia tekadkan sejak beberapa hari yang lalu. Aku hanya bisa senyum dan mengiyakan.
Setelah Reyhan dan Restu pergi, akupun mengambil inisiasi untuk membeli sekilo buah salak dan beberapa bungkus ayam geprek. Hanya itu yang kiranya sanggup aku beli hari itu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!