Di tengah antrian mengambil dokumentasi, saya sempat berbincang dengan dua pengusaha angkutan barang kapal laut asal Korea. Keduanya mengatakan bahwa sering ke Indonesia, khususnya Jakarta, Bali dan Lombok mengantar barang.
Puncak Gunung Hallasan ditandai dengan tugu batu setinggi kurang lebih 150 cm dan tugu kayu dengan tulisan hangul Korea. Ada pula plakat yang menandai puncak.
Pemandangan terbaik di Baeknokdam (dilafalkan pula sebagai Baengnokdam) adalah danau kawah vulkanik di puncak Gunung Hallasan. Baeknokdam memiliki arti rusa putih. Kawah ini pula ditandai sebagai pusat dari Pulau Jeju.Â
Kawah seluar 3 km dan memiliki diameter 500 meter ini dikelilingi oleh sekitar 360 buah kumpulan bebatuan kerucut.Â
Cuaca dingin langsung menembus kulit saya sesaat setelah mencapai puncak. Ditambah tiupan angin kencang.Â
Semua rasa capek, letih, pegal dan ngilu di betis dan lutut terbayar lunas selama ada di puncak.Â
Kota Seogwipo tampak jelas dengan sangat indahnya dari puncak. Sayang sekali, kabut tebal menutupi pemandangan ke arah kota Jeju. Di bagian barat bisa dilihat sisi puncak Gunung Halla, Witse Oreum.
Kurang lebih 1,5 jam saya berdiri dalam barisan antrian untuk mengambil dokumentasi. Bukti foto di puncak inilah yang nantinya akan didaftarkan di pos depan untuk mendapatkan sertifikat tanda keberhasilan menaklukkan puncak Gunung Hallasan.
Semua pendaki wajib turun dari puncak pada pukul 13:30, tanpa terkecuali. Hal ini demi keselamatan pendaki karena angin kencang dan dinginnya kabut di sekitar kawah Baeknokdam.
Pukul 13:10, saya memutuskan untuk turun dan kembali melewati jalur Gwaneumsa. Sementara, sejumlah pendaki memilih turun di jalur Seongpanak dan sebaliknya dari Seongpanak ke Gwaneumsa. Saya masih berharap, jika masih ada waktu luang, saya akan mencoba jalur Seongpanak menuju puncak Gunung Hallasan ini.