Sungai yang ada di bawahnya sementara kering ketika saya melintas. Namun, komposisi bebatuan besar sungai justru menambah keanggunan Eorimok Valley.
Ditambah suasana lengang, siulan penghuni hutan, desiran dedaunan diterpa angin dan sesekali terdengar teriakan burung gagak dari kejauhan.
Ketika saya berada di Eorimok Valley, dedaunan sudah mulai menguning. Setiap saat dedaunan mulai berjatuhan diterpa angin. Kali ini sungai masih mengering tanpa air karena baru saja musim panas berakhir.
Di bagian timur mengikuti arus sungai, beberapa pohon daunnya sudah mulai berwarna merah. Kombinasi hijau, kuning dan merah inilah yang membuat Eorimok Valley sangat anggun dan mempesona.Â
Pemandangan menakjubkan akan tersaji di sini di pertengahan musim gugur, turunnya salju di bulan Desember hingga mengalirnya air sungai memenuhi jeram ketika musim dingin berakhir.
Selanjutnya, pendakian saya lanjutkan hingga ke puncak Witse Oreum sejauh 6,7 km dalam waktu lebih satu jam. Secara langsung, saya membuat lebih 10 ribu langkah di jalur Eorimok ini.Â
Jika, masih ada waktu di luar jam kerja di Jejuseo Middle School, saya masih akan berkunjung kembali ke Eorimok Valley ini. Secara khusus pada akhir Oktober dan minggu kedua November, ketika musim gugur telah memasuki fase terbaiknya.
Semoga salju 10 hari pertama dapat saya nikmati sebelum kembali ke Indonesia di akhir bulan November mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H