Hallasan National Park di Pulau Jeju, Korea Selatan menawarkan banyak potensi wisata berupa pemandangan alam dan pendakian (trekking). Kompleks yang masuk UNESCO World Heritage ini memuat puluhan puncak bukit dan gunung vulkanis yang disebut "Oreum."
Pada hari libur nasional Korea Selatan, 1 Oktober 2024, saya gunakan untuk menjelajahi salah satu tempat wisata dalam kawasan Hallasan National Park.Â
Rencana awal saya adalah menjelajahi jalur trekking landai bernama Eoseungsaengak Trail. Jalur trekking ini memiliki panjang 1,3 km.Â
Terdapat beberapa tujuan dari membiasakan kegiatan jalan kaki melalui trekking ini. Pertama, memaksimalkan adaptasi fisik terhadap budaya jalan kaki warga Pulau Jeju.Â
Kedua, jalan kaki lewat media trekking akan membuat tubuh saya bisa terjaga dari perubahan cuaca yang mulai dingin memasuki musim gugur, sehingga tetap fit.Â
Ketiga, menguji ketahanan fisik dan kekuatan kaki saya sebelum mendaki puncak tertinggi Gunung Halla, yakni Baengnokdam (Danau Kawah di puncak Gunung Hallasan). Keempat, membantu saya dalam upaya menurunkan berat badan.Â
Inilah alasannya sehingga saya memilih kegiatan trekking di kawasan Hallasan National Park, agar saya bisa membuat minimal 10 ribu langkah dalam sehari.
Bersama dengan rekan kerja, M. Jufrianto, kami naik bus umum nomor 240 dari kota Jeju menuju Eorimok Trekking Trail. Bus nomor 240 ini adalah satu-satunya bus umum yang memiliki jalur trayek ke kompleks Hallasan National Park. Kami menaiki bus pada jadwal 10:06 pagi. Tarif bus adalah Krw 1.150 (Rp 13.282). Perjalanan sekitar 1 jam.Â
Sekitar pukul 11 siang kami tiba di halte bus Hallasan  National Park. Di halte ini, tersedia parkiran cukup luas hingga 100 kendaraan lengkap dengan toilet yang sangat bersih.Â
Ternyata, sebagian besar penumpang bus 240 turun di sini. Rata-rata mereka dilengkapi dengan sepasang trekking pole. Mereka bukan hanya anak muda, tetapi dominan orang tua, pria dan wanita.
Keindahan kawasan Hallasan National Park yang diberi nama Eorimok Trekking Trail langsung tersaji sejak dari parkiran. Hutan subtropis hijau, padat diselingi dedaunan yang mulai menguning menyambut kami dengan keanggunannya. Suara burung-burung dan penghuni hutan lainnya seolah melakukan paduan suara menyambut para pendaki.
Dari parkiran, kami langsung berjalan kaki sejauh 1,1 km menuju kompleks perkantoran UNESCO World Heritage Hallasan National Park.Â
Jalan beraspal mulus, bersih dan lebar langsung tersaji di depan kami. Jalur trekking tersedia di sebelah kanan jalan dalam bentuk papan-papan kayu yang dilengkapi dengan tali pembatas sekaligus tali pengaman/berpegang.
Hanya jenis mobil pribadi tertentu dan bus carteran yang diizinkan masuk ke dalam parkiran di halaman kantor UNESCO.Â
Hutan dengan vegetasi padat menemani perjalanan menuju parkiran. Sangat sejuk cuacanya dan cenderung dingin. Udara sangat bersih ketika dihirup.
Sekitar 10 menit berjalan kaki santai, kami tiba di pintu masuk perkantoran UNESCO World Heritage Hallasan National Park. Teknologi canggih sudah diterapkan, berupa parkiran elektronik seperti di pintu tol. Khusus pejalan kaki, tersedia jalur khusus.
Toilet menjadi tujuan pertama saya. Letaknya sekitar 80 meter dari pintu masuk, di sebelah kanan.Â
Kamar toiletnya luas, sangat bersih dan nyaman. Terdapat bilik toilet kering bagi yang ingin buang hajat.
Oleh karena saya lupa membawa sebotol air mineral, maka terlebih dulu saya membelinya air 500 ml seharga Krw 500. Saya pilih bayar pakai koin dan mesinnya mengeluarkan sebotol air minum. Untuk bekal, saya membawa 2 butir telur rebus, 2 bungkus snack ketan dan 4 potong roti tawar.
Pendakian menuju puncak Gunung Halla bernama Witse Oreum dapat dilakukan melalui Eorimok Trekking Trail, dibuka per 1 Oktober 2024 hingga akhir bulan Maret 2025. Jadwal masuk jalur dimulai pukul 5 pagi hingga pukul 11 siang.Â
Beruntung, saya masih bisa mencapai jam 11 siang. Semua pendaki wajib turun sebelum pukul 17:00. Ini ada kaitannya dengan keselamatan karena cuaca buruk yang tidak bisa diprediksi.
Satu lagi, mendaki di tempat ini tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis.Â
Rencana awal menjelajahi Eoseungsaengak Trail kemudian berubah ketika kami mengambil jalur kanan menuju Eorimok Trekking Trail, sementara Eoseungsaengak Trail berada di sebelah kiri dengan pintu masuk di samping kiri gedung kantor UNESCO World Heritage Hallasan National Park.Â
Sebagai informasi, tidak tersedia kantin dan sejenisnya di sepanjang jalur pendakian. Sehingga, pendaki wajib membawa bekal dan air minum secukupnya.Â
Khusus air minum, tersedia dua titik pengambilan air minum yang langsung siap minum di jalur Eorimok Trekking Trail.Â
Kemudian, pengoperasian drone sangat dilarang. Memotret binatang dan tanaman yang terancam punah.Â
Untuk sampah, tidak ada tulisan larangan, tetapi kesadaran tinggi warga Pulau Jeju akan sampah, kebersihan dan kelestarian lingkungan pada akhirnya membuat semua pendaki/pengunjung tak pernah meninggalkan sampah.
Tidak diizinkan camping, minum minuman beralkohol dan menyalakan api mulai dari parkiran hingga ke puncak. Inilah alasannya sehingga, pendakian hanya dibuka sampai jam 11 siang dengan maksud pendaki bisa langsung turun sebelum ditutup pada pukul 17:00 (5 sore).
Kesejukan jalur oleh rimbunnya pepohonan sejak masuk pintu rimba di Eorimok Trekking Trail langsung membuat saya terpesona. Pohon bernama latin prunus maximowiczii sangat padat di sini.Â
Lalu, rerumputan dengan daun mirip daun bambu sangat padat di bagian kiri dan kanan jalur. Kedua tanaman ini adalah bagian dari kurang lebih 400 jenis tanaman yang tumbuh subur dan dilindungi di kawasan Hallasan National Park.Â
Mulai dari pintu rimba, hingga ke puncak gunung Halla, semua jenis tanaman diberi nama dalam bentuk plakat-plakat yang tak mudah rusak. Demikian pula jenis-jenis burung dan binatang yang hidup dalam kawasan ini.Â
Informasinya tersedia di sepanjang jalur. Khusus jenis burung, terdapat 19 spesies yang hidup tenteram di balik rimbunnya hutan Hallasan National Park.
Informasi seputar jenis-jenis reptil yang hidup di sepanjang jalur awal pendakian di Eorimok Trekking Trail tersedia dalam bentuk plakat yang terlindung dengan sangat baik oleh kaca tebal. Di jalur ini terdapat jenis ular berbisa sehingga pendaki dilarang keluar dari jalur trekking.Â
Nah, ketersediaan infomasi inilah yang menjadi tempat istirahat sementara saat trekking. Disamping menjelajah, saya juga belajar banyak hal lewat informasi yang tersedia.
Pedoman untuk jalur pendaki berupa jalur trekking yang telah disiapkan dengan sangat rapi berupa papan, balok dan bebatuan dilengkapi dengan tali pembatas sekaligus pengaman.Â
Di samping kiri jalur, terpasang monorail baja menyerupai pagar setinggi kurang lebih 50 meter yang juga bisa menjadi panduan pendaki untuk tidak keluar dari jalur trekking.Â
Monorail baja ini adalah jalur transportasi untuk mengangkut barang dan logistik lainnya ke shelter. Termasuk mengangkut pendaki jika mengalami masalah kesehatan di jalan.
Nomor telepon darurat juga tersedia di sepanjang jalur dalam setiap radiu 100 meter. Jadi, keselamatan pendaki dan kelestarian alam di sepanjang jalur sangat diperhatikan oleh Korean National Park Service dan UNESCO World Heritage Hallasan National Park.
Di jalur Eorimok Trekking Trail ini, salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi adalah Eorimok Valley. Lokasinya kurang lebih 600 meter dari pintu masuk.Â
Eorimok Valley adalah lembah dengan sebuah sungai besar yang menjadi spot pertama nan indah di jalur Eorimok trekking trail, penuh bebatuan dengan satu jembatan merah melengkung di atasnya.Â
Jembatan merah bernama Eorimok Makgyo Bridge inilah yang sering dijadikan instagramable spot photo oleh pendaki. Jembatan ini menjadi satu-satunya penghubung antara Eorimok Valley, Sajebidongsan, Mansedongsan, Witse Oreum.
Sungai yang ada di bawahnya sementara kering ketika saya melintas. Namun, komposisi bebatuan besar sungai justru menambah keanggunan Eorimok Valley.
Ditambah suasana lengang, siulan penghuni hutan, desiran dedaunan diterpa angin dan sesekali terdengar teriakan burung gagak dari kejauhan.
Ketika saya berada di Eorimok Valley, dedaunan sudah mulai menguning. Setiap saat dedaunan mulai berjatuhan diterpa angin. Kali ini sungai masih mengering tanpa air karena baru saja musim panas berakhir.
Di bagian timur mengikuti arus sungai, beberapa pohon daunnya sudah mulai berwarna merah. Kombinasi hijau, kuning dan merah inilah yang membuat Eorimok Valley sangat anggun dan mempesona.Â
Pemandangan menakjubkan akan tersaji di sini di pertengahan musim gugur, turunnya salju di bulan Desember hingga mengalirnya air sungai memenuhi jeram ketika musim dingin berakhir.
Selanjutnya, pendakian saya lanjutkan hingga ke puncak Witse Oreum sejauh 6,7 km dalam waktu lebih satu jam. Secara langsung, saya membuat lebih 10 ribu langkah di jalur Eorimok ini.Â
Jika, masih ada waktu di luar jam kerja di Jejuseo Middle School, saya masih akan berkunjung kembali ke Eorimok Valley ini. Secara khusus pada akhir Oktober dan minggu kedua November, ketika musim gugur telah memasuki fase terbaiknya.
Semoga salju 10 hari pertama dapat saya nikmati sebelum kembali ke Indonesia di akhir bulan November mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H