Mohon tunggu...
Otniel Wijaya Napitupulu
Otniel Wijaya Napitupulu Mohon Tunggu... Guru - Guru_SMA XIN ZHONG SURABAYA

Membaca dan menulis adalah sebuah investasi di masa depan. Aku berpengetahuan karena membaca, Aku bergairah karena menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jurnal: Ekokritik Sastra dalam Paradigma Biosentrisme Pada Puisi "Di danak Na Mompas Godang" Karya Willem Iskander

17 Oktober 2022   22:59 Diperbarui: 17 Oktober 2022   23:38 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ekokritik Sastra dalam paradigma Biosentrisme  Pada Puisi "Di danak Na Mompas Godang"  Karya Willem Iskander


Otniel Wijaya Napitupulu

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Dr. Soetomo

email: otnielwijaya5@gmail.com


Abstrak

Tulisan ini bertujuan menjelaskan hubungan kajian ekologi sastra (ecocriticism)  dengan karya sastra salah satunya puisi. Tulisan ini mencoba menganalisis Ekokritik Sastra dalam paradigma Biosentrisme pada Puisi "Di danak Na Mompas Godang" Karya Willem Iskander yang tampak sebagai gejala baru dalam kajian sastra di Indonesia. 

Ekologi sastra memfokuskan perhatian pada jalinan fenomena alam semesta sebagai inspirasi sastrawan (pengarang atau penyair) dalam melahirkan suatu karya sastra. Ekologi sastra berorientasi melestarikan nilai-nilai lingkungan hidup. Dalam realitanya ekokritik juga mengkritisi kehidupan manusia yang hanya menikmati dan menghabiskan lingkungan hidup itu sendiri tanpa merawat dan menjaga. 

Dalam puisi "Di danak Na Mompas Godang" Karya Willem Iskander peneliti ingin mengkaji sejauh mana penyair mengungkapkan hubungan puisi yang ditulis dengan ekokritik sastra dalam paradigma biosentrisme.

Puisi "Di danak Na Mompas Godang" Karya Willem Iskander menggunakan beberapa pendekatan teori salah satunya teori Greg Garrard yang  menjelaskan ecocriticism meliputi studi tentang hubungan antara manusia dan nonmanusia, sejarah manusia dan budaya yang berkaitan dengan analisis krititis tentang manusia dan lingkunganya. 

Greg  Garrrard menelusuri perkembangan gerakan itu dan mengekplorasi konsep-konsep yang berkaitan tentang ekokritik : a. Pencemaran (polution) b.  Perumahan/ tempat tinggal (dwelling) c. Bencana (apocalypse) d. Hutan belantara ( wilderness) e. Binatang (animals) f. Bumi (earth)  Dalam penelitian ini juga peneliti ingin melihat sejauh mana nilai kearifan ekologis pada puisi dengan menggunakan ekokritik sastra dengan paradigma biosentrisme

Kata kunci : Ekokritik Sastra, Puisi, Paradigma Biosentrisme, Ekologi, Sosiologi Sastra

Ecocriticism in the Biocentrism Paradigm in the poem  "Di danak Na Mompas Godang" Karya Willem Iskander


Abstract

This paper aims to explain the relationship between the study of literary ecology (ecocriticism) and literary works, one of which is poetry. This paper tries to analyze Literary Ecocriticism in the Biocentrism paradigm in the poem "Di danak Na Mompas Godang" karya Willem Iskander which appears as a new phenomenon in literary studies in Indonesia.

Literary ecology focuses attention on the fabric of the phenomena of the universe as an inspiration for writers (authors or poets) in producing a literary work. Literary ecology is oriented towards preserving environmental values. In reality, ecocriticism also criticizes human life which only enjoys and spends the environment itself without caring for and maintaining it. In the poem "Di danak Na Mompas Godang" karya  Willem Iskander, the researcher wants to examine the extent to which the poet expresses the relationship between the poetry written and literary eco-criticism in the biocentrism paradigm.

The poem "Di danak Na Mompas Godang" karya Willem Iskander uses several theoretical approaches, one of which is Greg Garrard's theory which explains ecocriticism including the study of the relationship between humans and non-humans, human history and culture related to critical analysis of humans and their environment.

Greg Garrrard traces the development of the movement and explores related concepts of ecocriticism: a. Pollution b. Housing/dwelling (dwelling) c. Disaster (apocalypse) d. Wilderness (wilderness) e. Animals (animals) f. Earth (earth) In this study, researchers also want to see the extent to which the value of ecological wisdom in poetry by using literary ecocriticism with the paradigm of biocentrism

Kata kunci : Literary Ecocriticism, Poetry, Biocentrism Paradigm, Ecology, Sociology of Literature

Pendahuluan

Karya sastra adalah salah satu  bentuk seni yang masih terus bisa dinikmati di era yang terus  berkembang ini. Meskipun diterpa oleh teknologi, karya sastra mampu beradaptasi sehingga dapat dinikmati oleh siapapun. Karya sastra merupakan pengalaman yang telah diperolehnya dari realitas kehidupan di masyarakat yang terjadi pada peran tokoh di dunia nyata dan dituangkan ke dalam  narasi. 

Karya sastra  itu juga merupakan karya imajinatif bermediumkan bahasa yang fungsi estetis sebagai media ekspresi. Karya sastra, dimanfaatkan oleh sebagian orang guna untuk mengekspresikan diri terhadap realita gejala-gejala sosial di lingkungan masyarakat.

Karya sastra dikenal dalam dua bentuk, yaitu fiksi dan nonfiksi. Jenis karya sastra fiksi adalah prosa, puisi, dan drama. Sedangkan contoh karya sastra nonfiksi adalah biografi, autobiografi, esai, dan kritik sastra.  Puisi adalah salah satu bentuk sastra yang menjadi media bagi penyair untuk mengungkapkan imajinasi atau gagasan. 

Di dalam bentuk karya sastra yang baik, akan ditemui unsur-unsur pengetahuan lain atau interdisiplin ilmu, seperti sains, filsafat, sosial, hukum, psikologi, ekologi, dan lain sebagainya. Seperti yang dikemukakan oleh Semi (1988:19) bahwa karya sastra banyak terkait dengan bidang ilmu pengetahuan yang lain. 

Ekokritik sastra merupakan fenomena baru dalam studi sastra dan kajian sastra. Ekokritik berkaitan dengan hubungan antara sastra dan lingkungan atau bagaimana hubungan manusia dan lingkungan yang tercermin dalam sastra atau karya sastra. Menurut Johnson (2009:7-12), over the last three decades, it has emerged as a field of literary studi that addresses how human relate to nonhuman nature or environtment in literature.

Ekokritik sastra merupakan kajian hubungan antara sastra  dan lingkungan fisik. Ekokritik pada puisi "Di danak Na Mompas Godang" Karya Willem Iskander

PEMBAHASAN

Ekokritik  Sastra

Ekokritik berasal dari Bahasa Inggris yakni ecocriticism yang terbentuk dari dua kata ecology dan criticism. Ekologi dimaksudkan sebagai kajian ilmiah mengenai hubungan-hubungan mahluk hidup (manusia, hewan dan tumbuhan) terhadap satu dengan yang lain dan terhadap lingkunganya. 

Munculnya ekokritik dianggap sebagai salah satu perkembangan yang cukup signifikan dalam kajian dan kritik sastra. Glotfelty (1996) dalam Introduction to the Ecocriticism Reader: Landmarks in Literary Ecology berpendapat "ecocriticism has been predominately a write movement. It will become a multi-ethnic movement when stronger connections are made between the environtment and issues of social justice and when a diversity of voices are encouraged to contribute to the discussion" (p.xxv).

William Rueckert (1978) berpendapat, ekokritik dalam esainya " Sastra dan Ekologi" ("Literasi and Ecology: An Experiment in Ecocriticism"). 

Greg Garrard  menjelaskan ecocriticism meliputi studi tentang hubungan antara manusia dan nonmanusia, sejarah manusia dan budaya yang berkaitan dengan analisis krititis tentang manusia dan lingkunganya. Greg  Garrrard menelusuri perkembangan gerakan itu dan mengekplorasi konsep-konsep yang berkaitan tentang ekokritik : a) Pencemaran (polution) b) Perumahan/ tempat tinggal (dwelling) c. Bencana (apocalypse) d. Hutan belantara ( wilderness) e. Binatang (animals) f. Bumi (earth) 

Dapat disimpulkan bahwa ekokritik adalah sebuah kajian sastra ilmiah mengenai hubungan manusia dengan mahluk hidup itu sendiri.

Paradigma Ekokritik Sastra

  1. Antroposentris

Memandang  manusia sebagai penguasa atau pusat dari alam semesta, dan hanya manusia yang mempunyai nilai-nilai dan isinya sekedar alat bagi pemuasan.  manusia berhak apa saja terhadap alam. sementara  alam dan segala isinya sekedar sebagai alat pemuas  kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Manusia dianggap yang paling penting dalam menentukan tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung maupun tidak langsung

  1. Biosentrisme 

Paragdigma biosentrisme berpendapat bahwa tidak benar apabila hanya manusia yang memiliki nilai, akan tetapi alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri terlepas dari kepentingan manusia. setiap kehidupan dan  mahluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Sehingga semua mahluk pantas mendapatkan pertimbangan dan kepedulian moral. Pemikiran biosentrisme adalah bahwa setiap ciptaan mempunyai nilai intrinsik dan keberadaanya memiliki relevansi moral. 

  1. Ekosentrisme 

Paradigma yang menentang cara pandang yang dikembangkan oleh antroposentrisme, yang membatasi keberlakukan etika pada komunitas  manusia. Ekosentrisme sering kali disebut sebagai kelanjutan dari biosentrisme karena keduanya memiliki kesamaan dasar pandangan. Paradigma ekosistem menyampaikan pandangan bahwa secara ekologis, mahluk hidup dan benda-benda abiotis. 

Arnes Naess, mengemukakan sebuah pandangan yang dikenal dengan Deep Ecology. Pandangan ini adalah suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada mahluk hidup seluruhnya dalam kaitan untuk melakukan perubahan mendasar pada semua manusia. Ekosentrisme menyadarkan  kembali akan keterkaitan kesatuan, keterkaitan dan saling bergantungan  antara manusia, tumbuhan dan hewan serta seluruh alam semesta. 

Dikutiphttps://fatchulfkip.wordpress.com/2013/01/06/ekokritisisme-kajian-ekologis-dalam-sastra-oleh-fatchul-muin/ (10/02/2020) dijelaskan bahwa ekokritik diaplikasikan dalam sebuah karya sastra untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan ekokritisime dalam sastra. Pertanyaan-pertanyan itu adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana alam direpresentasikan dalam puisi?

  2. Peranan apa yang dapat dimainkan oleh latar fisik (lingkungan) dalam alur sebuah novel?

  3. Apakah nilai-nilai yang diungkapkan dalam sebuah puisi, novel atau drama itu konsisten dengan kearifan ekologis (ecological wisdom)?

  4. Bagaimana metafor-metafor tentang daratan (bumi) mempengaruhi cara kita memperlakukannya?

  5. Bagaimana kita dapat mengkarakterisasikan tulisan tentang alam sebagai suatu genre (sastra)

  6. Dalam kaitan dengan ras, kelas, dan gender selayaknya berposisi menjadi kategori kritik baru?

  7. Dengan cara-cara apa dan pada efek apa kritik lingkungan memasuki sastra kontemporer dan sastra populer?

Berdasarkan pertanyaan di atas, maka akan dilakukan Ekokritik Sastra dengan paradigma Biosentrisme pada Puisi "Di danak Na Mompas Godang" Karya Willem Iskander

Sude ale doli uyom mida ho

Di arimu na umara hos

Napa nian tompuon dio

Anso ulang ko umolos 

 

 

 

Ligima muda di mataniari na bincar

Sude rap marsiriaon roa

Muda milasna imbaru sarsar

kudo pe gental lombu pe marmoa

 

Ligima pordak parsanggulan 

Na marjagar naposo

Na so mamboto siluluton

songon danak na oto

 

Ligima rudang na bara on

Anggo di ari na manyogot 

Laing hum  marsiriaon

Songon danak  na ni parorot

 

Tangionma sora ni angin

Rurus rudang ni ayu

Umutuk ayuara baringin 

Boti ro udan mandahoyu

 

Songoni niumpamaon

Angoluan ni alak

Targan poso marsiriaon

Dung magodang anso ro na mangarsak

 

Doli-Doli! Ngada dope diboto ho parsaitan

Saulakon tauken diboto ho do i

Pasomal targan di bagas asonangan 

Mandai tanggungon na tauken roi


Dalam puisi diatas  telah diterjemahkan oleh Basyral Hamidi Harapan ke dalam Bahasa Indonesia dalam bukunya "Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk" edisi dwibahasa cetakan 1989, sebagai berikut:

Semua hai remaja senang melihatmu

Diharimu yang masih pagi

Semoga jalanmu rata

Agar engkau tidak mengeluh

 

Lihat saat matahari terbit

semua bergembira

Bila panasnya mulai memancar

Kuda pun meronta lembu melenguh

 

 

Pandanglah taman 

Yang bunganya  masih muda

yang tak kenal duka cita

bagaikan anak yang bodoh

 

Lihatlah bunga yang merah ini

apabila di pagi hari

selalu bergembira

Seperti anak yang sedang diasuh

 

Dengarlah suara desir angin

Berguguran  bunga pepohonan 

Bergoyang pohon beringin

Hujan lebat  pun turun

Begitulah dimisalkan 

kehidupan manusia

Ketika masih muda  bergembira

setelah dewasa baru 

baru datang yang meresahkan

Remaja! Engaku belum mengetahui penderitaan

Kelak engkau pasti mengetahuinya

Biasakan ketika dalam kesenangan

Merasakan penderitaan  yang pasti dalam datang itu?

Bagaimana alam direpresentasikan dalam puisi "Di danak Na Mompas Godang" karya Williem Iskander ?

Dalam puisi Di danak Na Mompas Godang karya williem  terdapat beberapa  ungkapan yang menyatakan kata dan frasa yang mengungkapkan alam. 

Pada bait ke-3

Ligima pordak parsanggulan 

Na marjagar naposo

Na so mamboto siluluton

songon danak na oto

 

 

  • Pada bait ke-4

Ligima rudang na bara on

Anggo di ari na manyogot 

Laing hum  marsiriaon

Songon danak  na ni parorot

  • Pada bait ke-5

Angionma sora ni angin

Rurus rudang ni ayu

Umutuk ayuara baringin 

Boti ro udan mandahoyu

Dalam bait-bait diatas menjelaskan  bagaimana alam memiliki  peran yang besar dalam kehidupan manusia itu sendiri  terlihat dalam penggalan kutipan " Ligima pordak parsanggulan Na marjagar naposo, na so mamboto siluluton songon danak na oto" artinya pandanglah tanaman  yang bunganya masih muda, yang tak kenal duka cita bagaikan anak yang bodoh". Jelaskan dikatakan selain alam  bermanfaat, alam juga mampu memberikan analogi melalui bunga  sebagai contoh dalam kehidupan  manusia pada umumnya.

  

  • Peranan apa yang dapat dimainkan oleh latar fisik (lingkungan) dalam sebuah puisi?

Bait ke-5

Tangionma sora ni angin

Rurus rudang ni ayu

Umutuk ayuara baringin 

Boti ro udan mandahoyu

Pada bait kelima penulis mengungkapkan  secara metaforis bahwa  bunga  pepohonan memiliki sifat kecantikan yang selalu memberikan keindahan secara langsung kepada  kehidupan manusia itu sendiri. Ditinjau dari makna metaforis berguguran bunga pepohonan pada bait kelima  puisi  menggambarkan sebagaimana di dalam kejayaan dan kesuksesan seseorang itu, ada dimana masanya manusia itu   akan mengalami penderitaan dan permasalah yang harus dihadapi sering berjalanya kedewasaan manusia itu sendiri.

  • Apakah nilai-nilai yang diungkapkan dalam sebuah puisi sesuai kearifan ekologis ?

Tangionma sora ni angin

Rurus rudang ni ayu

Umutuk ayuara baringin 

Boti ro udan mandahoyu

Nilai kearifan ekologis pada puisi di atas terdapat di dalam bait kelima "Boti ro udan mandahoyu yang memiliki arti hujan lebat pun turun".  Hujan yang turun ke bumi merupakan gambaran sifat yang melekat pada air sebagaimana  air yang bersifat mengalir ke tempat rendah, sehingga secara tidak langsung dapat di serap oleh  akar pohon yang berbunga. Ditinjau dari ekologi secara eksplisit nilai yang terkandung pada puisi ini bagaimana manusia untuk melestarikan lingkungan seperti air, pohon maupun bunga-bunga sehingga tidak menimbulkan pencemaran  dan kerusakan alam.  Dalam puisi yang berjudul "Di danak Na Mompas Godang" karya Williem Iskander  ini memiliki nilai positif karena  nilai ekologi atau nilai kepedulian  terhadap alam dan lingkungan ditampakan untuk memberikan kesan tersendiri.  Hal ini juga  sesuai dengan latar belakang Williem Iskander sebagai penulis  yang berasal dari daerah Mandailing, Sumatera utara yang kaya akan hasil bumi hayati serta bukit-bukit ditanami berbagai jenis kayu yang bisa menjadi sumber kehidupan masyarakat. 

  • Dalam kaitan dengan ras, kelas, dan gender selayaknya berposisi menjadi kategori kritik baru?

Bait ke-1

Sude ale doli uyom mida ho

Di arimu na umara hos

Napa nian tompuon dio

Anso ulang ko umolos 

Bait ke-7

Doli-Doli! Ngada dope diboto ho parsaitan

Saulakon tauken diboto ho do i

Pasomal targan di bagas asonangan 

Mandai tanggungon na tauken roi

Dalam kaitannya dengan dengan ras, kelas, dan gender penulis Williem Iskander ingin mengungkapkan kritik terhadap remaja  dan nasihat kepada para remaja ( anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah) agar bersiap-siap menghadapi kehidupan yang lebih keras di masa yang akan datang. kalau untuk bersenang-senang tidak perlu diajari tetapi para remaja perlu tahu dan mengerti bagaimana menghadapi penderitaan hidup. Selaras dengan hal itu penulis puisi sebagai keturunan orang batak yang berasal dari Sumatera Utara ingin menyampaikan bahwa latar belakang budaya suku batak adalah para pejuang yang dikategorikan dalam arti orang batak harus siap menghadapi tantangan yang akan terjadi kedepanya. Kata "doli-doli" di dalam suku batak yang berarti remaja laki-laki, sehingga Williem Iskander mengkritiki bahwa pria laki-laki harus bertanggung jawab akan hidupnya dan hidup keluarganya kelak di kemudian hari, hal ini yang menjadi filosofi orang batak yang ingin diungkapkan oleh penulis di dalam puisinya. 

  • Paradigma Ekokritik Biosentrisme 

Biosentrisme  berpendapat bahwa manusia merupakan salah satu entitas di alam semesta. Manusia mempunyai kedudukan yang sama dalam kehidupan di alam semesta ini.  Kehidupan manusia tergantung pada dan terkait erat dengan semua kehidupan di alam semesta  ini. Dalam puisi "Di danak Na Mompas Godang" karya Williem Iskander  terlihat secara jelas penulis sekaligus penyair  yang berasal dari Mandailing, Sumatera Utara ingin menyampaikan di dalam puisinya bahwa kita punya peranan besar untuk menjaga serta merawat alam maupun ekosistem yang ada. Terlihat dalam  beberapa kutipan puisi itu sendiri ;

Pertama, di dalam bait kedua baris pertama "Ligima muda di mataniari na bincar" memiliki arti lihat saat matahari terbit, dalam  konteks ini bahwa matahari terbit semua merasa  bergembira sebaliknya bila panasnya mulai memancar kuda pun meronta lembu melenguh jelas dari pertanyaan ini  bahwa alam sangat penting untuk kehidupan manusia. 

Kedua, di dalam bait ketiga baris pertama "Ligima pordak parsanggulan" memiliki arti  pandanglah taman. Dalam hal ini taman yang merupakan bagian dari paru-paru dunia berupaya memberikan ketenangan  dan kenyamanan bagi setiap orang yang memandang serta yang berkunjung. 

Ketiga, di dalam bait keempat baris pertama "Ligima rudang na bara on" memili arti lihatlah bunga yang merah itu. Konteksnya bunga merah selalu memberikan daya tarik yang bisa dinikmati oleh manusia, apalagi ketika bunga merah itu mekar di pagi hari.

Keempat, di dalam bait kelima baris pertama "Tangionma sora ni angin" memiliki arti dengarlah suara desir angin.  hal ini ekokritik biosentrisme menghubungkan bagaimana manusia harus bisa merasa dan menikmati  dari setiap desir angin yang ada, sehingga manusia itu bisa bersatu langsung dengan alam semesta. 

Dari paparan di atas kita bisa mengetahui bagaimana hubungan manusia dengan alam semesta saling berkaitan dan saling memiliki nilai arti baik manusia untuk alam semesta maupun alam semesta untuk manusia. sudah dijelaskan di atas bahwa paradigma ekoritik biosentrisme  menyamakan kedudukan dan kepentingan dari manusia maupun alam semesta. Sehingga manusia tidak semerta-merta hanya sebagai penguasa alam semesta itu sendiri. 

 

KESIMPULAN

Konsep ekologi dalam kajian sastra ini  menempatkan alam fisik sebagai objek kajian yang dinamis. Sehingga ekokritik terfokus pada karakteristik sastra yang melahirkan imajinasi dengan menyodorkan efek katarakterisktik  bagi pembacanya, dalam hal ini tentunya terkait dengan pesan moral dan politik atas pelestarian alam fisik (lingkungan). Di samping itu, ekokritik satra yang berorientasi pada kelestarian alam fisik, sehingga dengan demikian ekokritik sastra masuk ke dalam ranah kajian keilmuan yang bersifat multidisiplin. 

Berdasarkan hasil pembahasan pemaparan analisa  pada puisi "Di danak Na Mompas Godang" karya Williem Iskander melalui paradigma ekokritik biosentrisme maka dapat menyimpulkan bahwa  puisi tersebut dapat dikaji melalui ekokritik dengan beberapa teori yang relevansi, di dalam puisi tersebut adanya kesinambungan antara manusia dan alam yang tidak terlepaskan. Paradigma ekokritik biosentrisme  di dalam puisi ini terlihat jelas hubungan manusia dan alam, bukan semerta-merta manusia adalah penguasa sepenuhnya, namun memiliki nilai baik sebagai mahluk hidup maupun nilai sebagai manusia

 

DAFTAR PUSTAKA

Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Jaya.

Rueckert, William. Literature and Ecology: An Experiment in Ecocriticism. Lowa Review 9.1 (1978): 71-86.

Garrerd, G. (2004). Ecocriticisme. New York: Routledge. Malinowski, B. (199)

Glotfelt, C, & Fromn, H. (1996). The Ecocriticisme Readers: Landmark inLiterary Ecology (Georgia: University of Georgia Press

http://rizalubis.id/di-danak-na-mompas-godang-kepada-remaja/

Johnson L. 2009. Greening the Library: The Fundamentals and Future of Ecocriticism in http://www.asle.org/assets/doc s/Ecocriticism_essay

https://fatchulfkip.wordpress.com/2013/01/06/ekokritisisme-kajian-ekologis-dalam-sastra-oleh-fatchul-muin/

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun