"Ia," katanya sambil meraih pinggang lelaki pertama. Muka si perempuan yang tak berias itu kini memandang tajam ke mata lelaki pertama. Si perempuan berusaha untuk mendekatkan bibirnya tetapi dengan cepat tangan si lelaki pertama dengan satu jarinya telunjuknya menutup mulut si perempuan yang sudah akan melumat itu.
Lelaki pertama pun masuk ke kamar mandi. Dan ketika si perempuan ingin ikut mandi, si lelaki mengangkat tangan tanda menolak. Si perempuan pun mundur.
Di dalam kamar mandi si lelaki pertama memeriksa gusinya usai menyikat gigi. Si lelaki takut jika ada pendarahan di gusinya. Sebuah lubang darah sekecil apapun yang sudah pasti akan membuatnya terpenjara dan menyesal seumur hidup.
Ketika keluar dari kamar mandi, perempuan teman tidurnya telah mengeluarkan  shaver. Entah darimana si perempuan itu mendapatkannya bersama dengan foam cukur.
"Sudah segarkah?" tanya si perempuan.
"Mendingan," jawa si lelaki pertama.
"Bolehkan aku mencukurkan kumismu yang berantakan itu".
"Nggak usah terimakasih".
"Kau lelaki pertama dengan inisiatif sendiri membawa dan menginginkan memakai sarung. Kau juga lelaki pertama yang entah kenapa membuatku ingin merawatmu," kata si perempuan terbata-bata.
Masih dengan handuk terlilit di pinggang. Si lelaki pertama tersenyum sambil memandangi perempuan yang duduk di pinggir tempat tidur yang berantakan.
"Aku tidak tahu namamu. Dan aku juga tidak ingin tahu namamu. Aku berharap kau mengerti. Engkau tidak seperti perempuan lain yang selalu berbicara mengenai tinggal lelaki, ditinggal pacar, menjadi orangtua tunggal. Ataupun cerita keluarga  bronken  home".