Dan empat pasangan itupun semakin liar diiringi oleh musik yang semakin liar pula. Tingkat kesadaran pun sudah dikendalikan oleh nafsu purba awal manusia.
Sekitar pukul tiga dini hari, ketika semua sudah lelah, ada sekitar 10 orang yang membimbing kami untuk menyeberangi hotel. Kami pun masuk ke kamar masing-masing. Si lelaki pertama yang kegoyangannya sekitar 60 persen menyadari kalau perempuannya tak memakai atasan lalu memakaikan blazer sedangkan atasannya dipegang oleh anak buah si pemilik bar.
Sesampai di kamar hotel masing-masing. Kepala yang sudah menjadi purba pun seakan tak bisa ditahan. Walau demikian, tangan yang reflek pun menarik sarung walau sempat ditolak oleh si perempuan tetapi si perempuan akhirnya mengalah, mungkin daripada menggantung akan membuatnya sakit kepala tak tertahan hingga besok.
Lelaki kedua, ketiga dan keempat sepertinya bablas tak bersarung. Mereka selalu ceroboh dalam urusan nafsu purba. Zaman kuliah dulu, si lelaki pertama memaksa ketiganya ke dokter kulit dan kelamin karena mereka kepatil*) yang kalau setiap pagi menjerit kesakitan kalau kencing.
Pukul 11.00 ada tangan yang membangunkan tubuh yang berselimut. Tak ada kata.
Perempuan lelaki pertama yang menemani tidur semalam menyodorkan susu hangat.
Kepala lelaki pertama terasa berat dan sakit.  Nyut  nyut  nyut.
"Terimakasih," kata si perempuan yang masih tak berbalut.
"Untuk apa?" si lelaki pertama balik bertanya.
"Karena kau menjaga dengan baik dirimu. Kau juga pada akhirnya menjaga diriku," kata perempuan itu. Wajahnya terlihat lelah tetapi berusaha untuk menyunggingkan sebuah senyuman.
"Hanya untuk sarung semalamkah," kata si lelaki pertama sambil meneguk susu hangat yang melewati kerongkongan.