Kami pun pamit pulang. Diiringi dengan ucapan terimakasih dari Nek Ine.
Di pertigaan jalan aku menarik tangan Prameshwari untuk masuk ke dalam kebun karet. Jalanku makin cepat bahkan sedikit berlari. Prameshwari pun mengimbangi gerak langkahku.
Di tengah kebun yang merangas di musim kemarau. Aku memberanikan diri untuk memandang mata Prameshwari yang tajam. Nafasnya agak tersengal.
"Makan yuk," kataku.
"Makan apa? Makan daun!".
"Makan nasi lah. Â Aku bawa nasi bungkus".
"Darimana?".
"Dari posko lah. Aku sambar ketika aku mengajakmu tadi".
Nasi bungkus itupun keluar dari tasku.
Ketika aku langsung duduk. Prameshwari seperti agak ragu. Dia tetap berdiri tegak.
Kepalaku langsung menari dan sadar kalau dia adalah anak rumahan. Digigit nyamuk saja mungkin hanya di sini. Apalagi di dedaunan kering ini pasti akan tersembunyi semut, bahkan ulat tanah bakal membuatnya melompat.