"Ooo... Aku dek ade duit. Bapaknye cucung ini lum balek dari kalangan***)".
"Gratis Nek," kataku. Muka Nek Ine seakan tak percaya.
"Iya, Nek gratis. Kami lagi mengadakan pengobatan gratis," jelas Prameshwari.
"Cucungnya di mana?".
"Di dalam, masuklah!". Seorang bocah laki-laki tergolek lemas di dipan tanpa alas, hanya ada bantal menopang kepalanya.
"Kemarin enam kali berak. Perutnya sakit. Sudeh diminumken rebusan daun jambu. Pagi ini dem tige kali".Â
Prameshwari pun mengeluarkan stetoskop memeriksa dada, perutnya ditekan kiri dan kanan.
Tas ransel yang berisi obat-obatan itupun dikeluarkan dan ada satu kotak oralit.
"Ini oralit namanya. Kalau cucung berak lagi, beri obat ini. Masukkan dalam gelas 1 gelas air matang, diaduk sampai larut. Enak kok, rasa jeruk. Ini ada vitamin minum sehari sekali. Ini ada obat juga untuk ngobati sakit perutnya. Â Minum obatnya ya biar cepat sembuh".
"Kalau obat sudah habis, masih berak-berak bawa ke Pustu Tanjung Lago," kata Prameshwari sambil memegang dahi si bocah.
Biasanya, anak kecil kalau melihat dokter akan ciut nyalinya dan menangis. Namun Cucung Nek Ine ternyata diam saja. Sepertinya pandangan mata Prameshwari menenangkan sang cucung.