“Bener Gi, apalagi nanti akan dilihat sama Leony. Wah, bisa malu banget tuh. Belum sama Si Paul yang jadi secret admirer-mu itu, pasti mereka akan tersenyum malu melihatmu,” suara dari dalam hati Ogi makin memanaskan hatinya.
“Waduh, bener juga ya? Aku akan tampak konyol karena nggak berwibawa dan akhirnya dikerjain orang,” Ogi bangkit dari duduknya. Jalan mondar-mandir sambil menggigit pensil.
“Hmm.. apa aku datengi aja stasiun televisi yang menayangkan reality show itu?” batinnya sambil menatap kosong screen saver di ponselnya.
“Percuma. Mereka nggak bakalan mau begitu saja menerima keberatanmu, Gi!” suara dari dalam hatinya kembali mementahkan rencananya.
“Biarin, yang penting kan aku udah ngasih pandanganku tentang acara tersebut. Aku memang cuma salah satu korban. Tapi, berapa banyak korban lainnya? Mungkin yang punya penyakit jantung bisa langsung pingsan atau malah meninggal,” kembali Ogi meyakinkan niatnya.
“Jangan sok pahlawan! Kamu pasti nanti dikerjain lagi di sana,” suara dalam hatinya terus saja mengganggu pikiran Ogi.
“Nggak peduli. Yang penting aku bisa mengekspresikan ketidaksukaanku atas acara tersebut. Titik!” Ogi bangkit dari duduknya lalu keluar kamar. Nggak menghiraukan lagi suara-suara dalam hatinya yang bernada mencegah rencananya.
ooOoo
Taman kembang kertas. Siang hari yang mendung.
“Mil, kamu…” belum sempurna kalimat yang diucapkan Ogi, Jamil udah memotongnya sambil tertawa ngakak dan bilang ke Ogi, “Selamat ya, bisa masuk tivi!”
“Deg! Pasti Rosa nih yang bocorin,” Ogi curiga.