ooOoo
Langit malam dipenuhi bintang-bintang. Berkelipan menghiasi malam yang berhawa hangat. Ogi menatapnya sambil duduk dekat jendela kamarnya. Pikiran Ogi menerawang jauh. Ada banyak pikiran di benaknya. Tapi sebenarnya hanya satu yang dipikirkan, rasa malu kalo temen-temennya tahu dia masuk tivi gara-gara dikerjain kru reality show dari sebuah stasiun televisi.
“Aduh, malu banget kalo temen-temen satu sekolah pada tahu soal kejadian tadi siang,” Ogi mengetuk-ngetukkan jari tangannya ke sandaran kursi.
“Bodo amat ah, kan di situ aku nggak minta. Aku cuma korban!” jerit Ogi dalam hati.
“Tapi Rosa kan tahu Gi, pasti dia akan bagi-bagi info itu ke teman-teman rohis,” suara dari dalam hatinya seolah ngomporin Ogi.
“Hmm.. bener juga ya? Terus apa yang harus aku lakukan?” Ogi ngomong sendiri. Matanya masih menatap bintang-bintang di langit malam. Tapi pandangannya kosong.
“Aku nggak mau tahu. Karena aku cuma korban. Tetap, aku cuma korban!” Ogi berusaha meyakin-yakin diri.
“Tapi kamu tampak konyol dengan adegan seperti itu. Apalagi nanti disiarin ke seluruh isi negeri. Kami jadi bahan tertawaan orang-orang. Kamu nggak malu?” kembali suara dalam hati seolah memojokkan Ogi.
“Kenapa aku harus malu? Memangnya aku berbuat kesalahan? Memangnya aku telah berbuat maksiat? Aku cuma korban. Sekali lagi, cuma korban!” Ogi tetap pada pendiriannya.
“Kamu mungkin menganggap sebagai korban, tapi orang lain yang melihatmu menganggap bahwa penampilan kamu tuh layak untuk dikorbankan,” suara hati itu seperti menertawakan Ogi.
“Hmm.. bener juga ya? Apa penampilanku ini culun? Apa karena aku kurang berwibawa sehingga orang berani ngerjain aku?” Ogi bertanya dalam hati. Menimbang-nimbang pernyataan suara hatinya.