Mohon tunggu...
Oleh Solihin
Oleh Solihin Mohon Tunggu... profesional -

Menulis beberapa buku untuk remaja, di antaranya Jangan Jadi Bebek (2002); Jangan Nodai Cinta (2003); LOVING You Merit Yuk! (2005); Yes! I am MUSLIM (2007); Jomblo's Diary (2010) dan beberapa buku lainnya | Instruktur Menulis Kreatif di Rumah Gemilang Indonesia [www.rumahgemilang.com] dan Pesantren MEDIA [www.pesantrenmedia.com] | Sekadar berusaha memberikan sedikit pengalaman hidup melalui tulisan. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi siapapun. Boleh juga kunjungi blog saya: http://osolihin.net. | website kepenulisan yang saya kelola: [www.menuliskreatif.com]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tegang Nih Yee...

19 April 2010   17:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:42 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

ooOoo

Langit malam dipenuhi bintang-bintang. Berkelipan menghiasi malam yang berhawa hangat. Ogi menatapnya sambil duduk dekat jendela kamarnya. Pikiran Ogi menerawang jauh. Ada banyak pikiran di benaknya. Tapi sebenarnya hanya satu yang dipikirkan, rasa malu kalo temen-temennya tahu dia masuk tivi gara-gara dikerjain kru reality show dari sebuah stasiun televisi.

“Aduh, malu banget kalo temen-temen satu sekolah pada tahu soal kejadian tadi siang,” Ogi mengetuk-ngetukkan jari tangannya ke sandaran kursi.

“Bodo amat ah, kan di situ aku nggak minta. Aku cuma korban!” jerit Ogi dalam hati.

“Tapi Rosa kan tahu Gi, pasti dia akan bagi-bagi info itu ke teman-teman rohis,” suara dari dalam hatinya seolah ngomporin Ogi.

“Hmm.. bener juga ya? Terus apa yang harus aku lakukan?” Ogi ngomong sendiri. Matanya masih menatap bintang-bintang di langit malam. Tapi pandangannya kosong.

“Aku nggak mau tahu. Karena aku cuma korban. Tetap, aku cuma korban!” Ogi berusaha meyakin-yakin diri.

“Tapi kamu tampak konyol dengan adegan seperti itu. Apalagi nanti disiarin ke seluruh isi negeri. Kami jadi bahan tertawaan orang-orang. Kamu nggak malu?” kembali suara dalam hati seolah memojokkan Ogi.

“Kenapa aku harus malu? Memangnya aku berbuat kesalahan? Memangnya aku telah berbuat maksiat? Aku cuma korban. Sekali lagi, cuma korban!” Ogi tetap pada pendiriannya.

“Kamu mungkin menganggap sebagai korban, tapi orang lain yang melihatmu menganggap bahwa penampilan kamu tuh layak untuk dikorbankan,” suara hati itu seperti menertawakan Ogi.

“Hmm.. bener juga ya? Apa penampilanku ini culun? Apa karena aku kurang berwibawa sehingga orang berani ngerjain aku?” Ogi bertanya dalam hati. Menimbang-nimbang pernyataan suara hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun