Mohon tunggu...
Oleh Solihin
Oleh Solihin Mohon Tunggu... profesional -

Menulis beberapa buku untuk remaja, di antaranya Jangan Jadi Bebek (2002); Jangan Nodai Cinta (2003); LOVING You Merit Yuk! (2005); Yes! I am MUSLIM (2007); Jomblo's Diary (2010) dan beberapa buku lainnya | Instruktur Menulis Kreatif di Rumah Gemilang Indonesia [www.rumahgemilang.com] dan Pesantren MEDIA [www.pesantrenmedia.com] | Sekadar berusaha memberikan sedikit pengalaman hidup melalui tulisan. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi siapapun. Boleh juga kunjungi blog saya: http://osolihin.net. | website kepenulisan yang saya kelola: [www.menuliskreatif.com]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bunga-bunga Dakwah

13 April 2010   04:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:49 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Buru-buru Ogi memencet tomblo “yes” di ponselnya. Lalu keluar beberapa tampilan menu. Ogi memencet dengan jempol tangannya menu “balas” dan mengetik beberapa kalimat. “Aq t’paku memandangi wajahmu. Hatiku bertanya-tanya, bnrkah semua ini? Nafasku t’tahan & akhirnya… kukatakan jg: ‘Km kentut ya?’ Heuheuheu…” lalu Ogi memencet tombol “Yes” setelah ponselnya menampilkan menu “Kirim”.

Dasar parah dua-duanya. Ogi dan Jamil selain nyetel kerjasama di rohis, juga lengket dalam berbagai hal. Soal guyon, jangan ditanya. Keduanya memang langganan jadi penghibur anak-anak rohis dengan celetukan-celetukannya. Pernah waktu Jamil jadi moderator acara dialog remaja ngasih tebakan. Dengen mimik muka serius Jamil bertanya ke peserta: “Mengapa guru sejarah botaknya pada kepala bagian belakang, sedangkan profesor di bagian depan?” Anak-anak yang ditanya kebingungan. Sebagian ada juga yang tertawa. Tapi mereka nggak bisa jawab. Lalu Jamil ngasih bocoran, “Pengen tahu? Ya, karena guru sejarah berpikir pada masa lampau, sedang profesor berpikir untuk masa depan,” Jamil ngasih penjelasan sekenanya diiringi derai tawa anak-anak.

Ogi juga sama sablengnya dengan Jamil. Suka asal njeplak dan nyteletuk. Tapi itu dilakukan kalo Ogi lagi mood hatinya. Suatu ketika pas ditanya sama Jamil, “Gi, jenggot kamu sedikit, tapi tumbuhnya cepet ya?” Ogi menjawabnya sok tahu, “Wah, kamu belum belajar teori gravitasi ya? Karena jenggot itu mengarah ke bawah, jadi numbuhnya lebih cepet, Mil!” Gubrak!

Belum lagi kalo mereka gabung dalam kursus bahasa Arab yang disampaikan sama Bang Adhi yang mahasiswa UI itu. Pasti seringnya nyeletuk hingga membuat peserta lain kesepian kalo Ogi dan Jamil nggak hadir. Pernah suatu ketika ditanya artinya buah dalam bahasa Arab, Jamil menjawabnya “Alpukat”. Kalo Ogi lain lagi, doi pernah disentil sama Bang Adhi gara-gara nyeletuk ketika belajar jenis-jenis kata kerja alias “fi’il” dalam bahasa Arab. “Mil, fi’il apa yang bisa nyanyi?” Karuan aja Jamil dan anak-anak rada bingung. Perasaan nggak ada deh di pelajaran bahasa Arab ada jenis kata kerja yang bisa nyanyi. Di tengah kebingungan temen-temennya Ogi sigap menjawab, “fi’il collin!”

“Hahahaha….” Jamil dan kawan-kawan ngakak, karena itu ternyata plesetan dari nama penyanyi pentolan grup Genesis, Phil Collin.

ooOoo

Sore di masjid sekolah. Hujan turun rintik-rintik. Hembusan anginnya terasa basah. Dingin menusuk sampai ke tulang. Ogi, Jamil, dan Koko asyik berbincang di teras masjid ditemani teh manis hangat yang dibelinya di kantin sekolah.

“Aku nggak abis pikir Mil, kenapa sih kepala sekolah melarang segala bentuk kajian keislaman di sekolah?”

“Iya, aku juga heran, kenapa juga pihak sekolah curiga banget dengan maraknya anak-anak cewek yang pake kerudung. Lebih gerah lagi ada guru yang ngasih komen ke temen-temen akhwat di acara Isra’ Mi’raj kemarin, kok pada pake baju kedombrongan sih. Ini kan bukan pesantren,” Jamil cemberut heran.

“Menurutku bukan tanpa sebab sih. Ini juga imbas dari pemberitaan media massa tentang aksi terorisme yang katanya dilakukan oleh mereka yang mengatasnamakan agama, khususnya Islam,” Koko ngasih pandangannya.

“Tapi masalahnya, kenapa kita-kita yang jadi korban? Padahal kita nggak menggunakan kekerasan,” Ogi berkilah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun