Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kisah Kasus Novel Baswedan

1 Februari 2016   14:44 Diperbarui: 1 Februari 2016   20:14 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Iptu Novel Baswedan (dan anak buahnya), Kasat Reskrim Polres Bengkulu pada 2004, ketika menangani kasus pencurian sarang walet, terjadi kesalahan prosedur; salah satu tersangka tewas. Salah satu anak buah Novel Baswedan menembak mati sang tersangka, karena adanya perlawanan dan ancaman dari tersangka. Polisi terpaksa membela diri karena terancam dan demi menyelamatkan diri.

Apa pun alasannya, telah terjadi kematian, sang tersangka telah tewas. Akibatnya, Novel Baswedan dan anak buahnya harus mengalami  pemeriksaan dan disidang dalam sidang kode etik. Hasil sidang tersebut, terbit dua surat keputusan,

  1. SK tertanggal 25 Juni 2004, Iptu Novel Baswedan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran keras. Surat itu ditandatangani Kepala Polres Kota Bengkulu Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Elia Wasono Mastoko. SK ini diterima oleh Novel Baswedan.
  2. SK 26 November 2004, Iptu Novel Baswedan dijatuhi hukuman disiplin berupa penahanan selama 7 hari; ditandangani oleh Kapolres Kota Bengkul AKBP Elia Wasono Mastoko. SK ini tidak diterima oleh Novel Baswedan.

Sampai di titik ini/itu, semua aman-aman saja; kemudian Novel Baswedan pindah ke Jakarta, dan bermarkas di Gedung KPK - Kuningan Jakarta Selatan.  Di markas yang baru ini, ternyata Novel Baswedan (dengan berbekal pengalaman sebagai Polisi), ia mendapat tangung jawab yang besar dan cukup menantang.  Sebagai penyidik di KPK, Novel menjadi ketua tim penyidik kasus korupsi simulator SIM roda empat dan roda dua di Korlantas Polri; hasilnya luar biasa, menyeret mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo cs sebagai tersangka, kemudian dipenjarakan.

Agaknya kerja dan karya Novel yang membuka aib institusi darimana ia berasal, telah membuat gerah banyak pihak, termasuk Polri. Luka dan kasus lama, tahun 204, dibuka kembali, dalam rangka menghukum (atau menutup mulutnya!?) Novel Baswedan.

Menurut Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto, "Novel terlibat kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan tewasnya seorang tersangka pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Novel menembak langsung satu orang pencuri sarang burung walet tersebut, dan Polda Bengkulu hanya menindaklanjuti laporan dari keluarga korban." 

Ada yang janggal, menurut Dedi Irianto menyatakan bahwa, Novel Yang menembak mati tersangka; apalagi, keluarga korban melihat Novel menembak. Cukup menggelikan dan lucu, 'mencuri di mana, tertangkap di mana, tewas di mana, namun keluarga tersangka melihat Novel menembak mati tersangka.' Apa memang Novel Baswedan dan anak buahnya begitu tidak profesional, sehingga menembak mati tersangka ketika ia berada ditengah/bersama keluarganya!? Atau memang Dedi Irianto hanya memberi alasan yang dibuat-buat!?

Pada tahun 2004 Novel Baswedan masih bertugas di Polri atau tepatnya di Polda Bengkulu dengan jabatan Kasatreskrim Polres Bengkulu. Pada saat bertugas anak buah Novel menembak kaki Iwan Siregar, Tersangka Pencurian Sarang Burung Walet sehingga korban harus dirawat di Rumah Sakit untuk beberapa lama. Yang menarik, Iwan Siregar korban yang tertembak kakinya menyangkal telah membuat Laporan Polisi yang dilanjutkan dengan upaya penangkapan Novel Baswedan. Pengacara Iwan mengatakan Iwan hanya membuat surat minta keadilan karena biaya perawatan luka kakinya ditanggung sendiri.

Bukti yang dimiliki Polda Bengkulu saat itu hanya berupa foto Luka tembak yang diderita Iwan Siregar dan belum dapat dipastikan yang menembak adalah Novel Baswedan.

Oleh sebab itu, 5 Oktober 2012, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama sejumlah petugas dari Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya mendatangi KPK untuk menangkap Novel Baswedan.

Jadi, sebetulnya kasus Novel Baswedan pada 2004, yang telah selesai diangkat kembali / kepermukaan setelah Novel Baswedan membongkar aib di kepolisian. Kasus 2004, dengan dua model SK hukuman, dan yang satunya tak pernah dieksekusi. Atau, yang terjadi adalah rencana besar untuk melenyapkan siapa pun yang berani membongkar kebusukan di tubuh Polri; atau memang disengaja agar KPK kehilangan keberanian untuk  menangani kasus-kasus yang melibatkan para bintang di Polri. Ini juga enta lah.

 

Kriminalisasi terhadap Novel Baswedan

Novel Baswedan 2012 Novel ditugaskan KPK untuk menjadi Penyidik Kasus Stimulator SIM Korlantas Polri yang berhasil menjerat dan memenjarakan Irjen Djoko Susilo. Pada saat itu Novel langsung dicap sebagai Penghianat dan hendak ditangkap oleh Polri. Saat itu (Oktober 2012) petugas-petugas dari Bareskrim Polri sudah mengepung gedung KPK untuk menangkap Novel. Kasus Novel Baswedan itu jelas merupakan Kriminalisasi Polri terhadap Penyidik KPK, karena di dalam KPK ada Novel Baswedan, perwira menengah Polri; dan ia yang “menjadikan”  Irjen Djoko Susilo masuk penjara karena kasus Stimulator.

 

 

Polri Harus Mengadili Diri Sendiri

Apa mau dikata, Novel Baswedan (akan) menghadapi sidang di PN Bengkulu; info terakhir ada 9 Jaksa Penuntut Umum yang mengadilinya, sementar 60 pengacara akan mendampingi Novel Baswedan. Ok lah, kita lihat saja.

Namun, bagi saya, sebelum Polri “menyeret” Novel ke PN Bengkulu, ada baiknya mereka (Polda Bengkulu) melihat kembali keperistiwa 2004. Ketika itu ada pemeriksaan dan sidang kode etik. Tentu, ada sejumlah perwira polisi dari Polda Bengkulu yang memeriksa dan mengadili Novel Baswedan. Hasilnya, mereka menerbitkan dua surat keputusan yaitu,

  1. SK tertanggal 25 Juni 2004, Iptu Novel Baswedan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran keras. Surat itu ditandatangani Kepala Polres Kota Bengkulu Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Elia Wasono Mastoko. SK ini diterima oleh Novel Baswedan.
  2. SK No Pol: SKPD/30/XI/2004/P3D tanggal 26 November 2004. Iptu Novel Baswedan dijatuhi hukuman disiplin berupa penahanan selama 7 hari; ditandangani oleh Kapolres Kota Bengkul AKBP Elia Wasono Mastoko. SK ini tidak diterima oleh Novel Baswedan.

 

Dengan demikian, para perwira Polri tersebut melihat dan menerima tindakan Novel Baswedan dan anak buahnya, sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku, dan bukan tindakan pembunuhan atau kcriminal.

Lalu, jika sekarang, Novel Baswedan diadili karena pernah membunuh orang; maka seharusnya yang terjadi adalah pembatalan Surat Keptusan hasil pemeriksaan dan pengadilan kode etik Polda Bengkulu tahun 2004.  Pembatalan terhadap keputusan tahun 2004 sebagai suatu keslaahan. Itu hanya bias terjadi jika Mabes Polri memanggil semua perwira yang mengadili Novel Baswedan pada 2004, memeriksa mereka; dan kemudian memutuskan bahwa Novel Baswedan bukan sekedar melanggar disiplin namun melakukan pembunuhan.  Sayangnya, Mabes Polri atau pun PoldaBengkulu  tidak melakukan hal tersebut; mereka (Polda Bengkulu dan Mabes Polri) belum atau tidak membatalkan Surat Keputusan Penghukuman Disiplin (SKPD) No Pol: SKPD/30/XI/2004/P3D tanggal 26 November 2004.

Lalu, jika Novel Baswedan diadili karena alasan pembunuhan, maka apa dasarnya!? Padahal, pada tahun 2004, Polri sendiri lah yang belum menilai atau pun mendapati bahwa Novel melakukan pelanggaran berat yang menyebabkan orang lain kehilangan nyawanya.

 

Temuan Ombudsman

Hasil penerlitian Ombudsman  menunjukkan bahawa ada rekayasa kasus atau manipulasi dari proses penyidikan dalam pada Novel Baswedan. Hal tersebut adalah

  1. Bareskrim Polri melakukan perbuatan melawan hukum dan melampaui wewenang, melakukan manipulasi dan rekayasa dalam pembuatan Laporan Polisi No Pol: LP-A/ 1265/ X/ 2012/ Ditreskrimum tertanggal 1 Oktober 2012 yang dilakukan Brigpol Yogi Hariyanto. Yogi melaporkan Novel ke Bareskrim. Yogi tidak memenuhi kualifikasi sebagai pelapor karena tidak mengetahui dan menyaksikan peristiwa tindak pidana penganiayaan yang dituduhkan kepada Novel. Selain itu, pada tahun kejadian, Yogi masih berusia 18 tahun dan belum menjadi polisi.
  2. Bareskrim merekayasa penerbitan Surat Keputusan Penghukuman Disiplin (SKPD) No Pol: SKPD/30/XI/2004/P3D tanggal 26 November 2004. Surat tersebut pernah ditunjukkan penyidik Polri saat siding praperadilan bagi Novel. Anggota kuasa hukum Novel, Julius Ibrani, mengatakan, surat yang dimiliki penyidik Bareskrim tersebut dapat dipastikan sebagai surat palsu. Pasalnya, surat tersebut berbeda dari surat asli yang dimiliki Novel dan Polda Bengkulu. Julius membenarkan adanya surat tindakan disiplin karena Novel bertanggung jawab atas yang dilakukan bawahannya.
  3. Bareskrim melakukan manipulasi dan rekayasa penerbitan Berita Acara Pengambilan Barang Bukti Proyektil/Anak Peluru tanggal 15 Oktober 2012 yang dilakukan oleh Dr Arif Wahyono, SpF, DFM; Juli Purwo Jatmiko, SH; Max Mariners, SIK; Drs Maruli Simanjuntak; dan Hartanto Bisma, ST.
  4. Bareskrim melampaui wewenang berupa manipulasi rekayasa penerbitan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No Lab: 2689/BSF/2012 tanggal 9 Oktober 2011 yang dilakukan oleh Kombes Tarsim Tarigan, AKBP Maruli Simanjuntak, AKP Hartanto Bisma, dan Afifah.
  5. Bareskrim melakukan perbuatan melawan hukum berupa penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hokum dalam melakukan penggeledahan rumah, penggeledahan badan, dan penyitaan yang dilakukan oleh Kombes Prio Soekotjo, AKBP Agus Prasetiyono, dan Kompol SupranaT

Temuan Ombudsman di atas, harusnya menjadi pertimbangan PN Benkulu dan intern Polri; selain ada catatan kecil, muncul nama Brigpol Yogi Hariyanto; Polri tidak jujur tentang latar dan siapa dia yang sebenarnya; apakah ia adalah salah satu keluarga korban, anggota masyarakt atau …!? Sebab, menurut Polri, Yogi menyaksikan peristiwa penganiayaan tersebut.  Pengadilan harus membuktikan laporan Yogi jujur, palsu atau rekayasa.  

 

Novel Baswedan Mewakili Generasi Baru, Generasi Perlawanan, atau Generasi Anti Korupsi

Bambang Widjojanto, (Ex) Wakil Ketua KPK, pernah menyatakan bahwa,

" .... kisruh seputar penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator alat uji Surat Izin Mengemudi melahirkan banyak hikmah. Meskipun kasus itu sempet merembet ke upaya kriminalisasi penyidik KPK, Komisaris (Pol) Novel Baswedan.

Peristiwa itu menandakan telah lahir generasi baru polisi. Novel -yang baru berpangkat komisaris, bukan jenderal- menjadi figur yang mewakili generasi tersebut.

Setelah kasus kriminalisasinya terungkap, publik memang spontan berdiri di belakang Novel Baswedan dan mendukungnya untuk terus mengusut kasus korupsi. Dukungan publik kepada Novel dan apresiasi yang diberikan oleh media semestinya membuat kepolisian bangga.

Selama ini publik dan media belum pernah memberikan dukungan dan pemberitaan positif pada seorang polisi, seperti Komisaris (Pol) Novel Baswedan. Polisi yang baik itu tidak hanya dibanggakan oleh polisi, tapi diidamkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.”

Betulkan seperti itu!?

Agaknya, sudah lama ada generasi baru polisi - kepolisian RI, mereka yang mungkin saja gerah dengan banyak hal yang terjadi di/dalam Institusinya, namun tak bisa berbuat banyak. Hal itu terjadi, karena mereka ada dalam garis komando; garis yang tak bisa dilawan. Bisa saja, apa yang diungkapkan oleh Ex Wakil Ketua KPK itu, memang benar, karena merupakan hasil interaksinya (secara sosial - kedinasann - jabatan) dengan  sekian banyak anggota POLRI yang menjadi bagian di/dalam KPK sebagai penyidik KPK.

Jika benar. Maka betul bahwa Novel Baswedan merupakan puncak gunung es di/dalam tubuh polisi - kepolisian RI.  Mereka adalah para perwira menengah, generasi muda yang mau mengembalikan hakikat polisi dan menempatkan pada kedudukan yang sebenarnya di hati rakyat.

Jika memang Novel Baswedan adalah puncak gunung es, maka bisa saja masih ada Inspektur, Ajun Komisaris, dam Komisaris dari kalangan generasi muda, dan seterusnya, sebagai generasi perlawanan terhadap para bintang - senior mereka; mereka adalah generasi anti korupsi. Betulkah, generasi baru Polri telah lahir!?

So, Selamat Berjuang Novel Baswedan, Jangan Takut

 

OPA JAPPY | FOTO KOMPAS.COM

SUPLEMEN

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewujudkan secara nyata pernyataannya soal tak boleh ada kriminalisasi dalam penegakan hukum. Permintaan Miko itu terkait berkas perkara tersangka Novel Baswedan yang dilimpahkan ke pengadilan oleh penuntut meskipun kuat dugaan bahwa kasus tersebut direkayasa dan bentuk kriminalisasi.

Presiden Jokowi harus mengambil langkah untuk menghentikan kasus ini. Pernyataan lisan beliau ketika menanggapi penangkapan Novel Baswedan soal jangan ada kriminalisasi, harusnya diwujudkan secara nyata. Sejumlah fakta yang menguatkan dugaan bahwa kasus Novel merupakan rekayasa dan salah satu bentuk kriminalisasi.

Pertama, kasus Novel mencuat ke publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani perkara korupsi dengan tersangka Irjen (Pol) Djoko Susilo, 2012 lalu. Padahal, Novel sudah diperiksa secara etik dan diputus tidak bersalah sebagai pelaku (pembunuh). Novel hanya diputuskan bersalah karena tanggung jawab dia sebagai komandan.

Kedua, pilihan untuk menghentikan perkara ini sempat ada di tangan Kejaksaan Agung, baik dengan surat keterangan penghentian penuntutan atau deponeering. Namun, pihak kejaksaan tetap tak mau mematuhi presiden dan malah tetap melimpahkan perkara ini ke pengadilan.

Ketiga, Novel disangka perkara pidana di saat tengah aktif menjadi penyidik di KPK. Dia adalah penyidik yang aktif menangani kasus-kasus korupsi besar.

Lengkapnya

 

http://nasional.kompas.com/read/2016/02/01/12050901/Janji.Jokowi.untuk.Lepaskan.Novel.Baswedan.Ditagih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun