Mohon tunggu...
OON SARWONO
OON SARWONO Mohon Tunggu... Akuntan - Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana - 55522120019 - Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Akun ini dibuat untuk keperluan mengerjakan Tugas kuliah Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak - Pajak International - Pemeriksaan Pajak (Universitas Mercu Buana, Maksi 2024)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 11 - Pajak International - Genealogi Transfer Pricing - Prof. Apollo

11 Juni 2024   16:42 Diperbarui: 11 Juni 2024   17:01 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Transfer pricing, atau penentuan harga transfer, merupakan salah satu topik yang paling kontroversial dan kompleks dalam bidang perpajakan internasional. Secara fundamental, transfer pricing melibatkan penetapan harga untuk transaksi antar perusahaan yang berada dalam satu grup atau konglomerat. 

Praktik ini seringkali memicu perdebatan sengit antara otoritas pajak dan perusahaan multinasional karena potensi manipulasi harga untuk menghindari pajak. Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi genealogi transfer pricing menggunakan pendekatan reflektif-kontemplatif dengan meminjam beberapa konsep dari filsafat dan teori ekonomi.

Untuk menyusun kerangka analitis ini, kita tidak akan menggunakan teori-teori  seperti utilitarianisme dari Bentham dan Mill, kebebasan positif dan negatif dari Hayek dan Berlin, serta pendekatan psikonalisis dari Lacan dan Kristeva. Sebagai gantinya, kita akan menggunakan teori simulakra dari Jean Baudrillard dan pendekatan kritis dari Michel Foucault untuk menggali asal muasal transfer pricing sebagai kehendak (Wille) yang berawal dari ketidaksadaran (Id) menjadi kesadaran dalam praktek ekonomi kontemporer.

Transfer Pricing: Definisi dan Praktik

Apa itu Transfer Pricing?

Transfer pricing merujuk pada penetapan harga untuk barang, jasa, atau aset tak berwujud yang dipertukarkan antara perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam satu grup multinasional. Metode ini digunakan untuk menghitung laba yang akan dikenakan pajak di berbagai yurisdiksi tempat perusahaan tersebut beroperasi. 

Prinsip dasar yang digunakan dalam penentuan transfer pricing adalah prinsip arm's length, yang mengharuskan transaksi antar perusahaan terkait dilakukan seolah-olah mereka adalah entitas yang tidak terkait, sehingga harga yang digunakan adalah harga pasar yang wajar.

Contohnya, jika PT A di Indonesia menjual komponen elektronik kepada anak perusahaannya, PT B di Singapura, harga yang ditetapkan untuk komponen tersebut harus sama dengan harga yang akan dikenakan jika PT A menjual komponen yang sama kepada perusahaan independen lainnya di pasar terbuka.

Mengapa Transfer Pricing Penting?

Transfer pricing penting karena dapat mempengaruhi alokasi laba dan beban pajak di berbagai yurisdiksi. Dengan menetapkan harga transfer yang tidak sesuai dengan prinsip arm's length, perusahaan dapat mengurangi laba kena pajak di negara-negara dengan tarif pajak tinggi dan memindahkan laba tersebut ke negara-negara dengan tarif pajak rendah. Hal ini dapat mengurangi kewajiban pajak secara keseluruhan dan meningkatkan profitabilitas perusahaan.

Transfer pricing memiliki beberapa kepentingan yang signifikan dalam dunia bisnis dan perpajakan internasional:

1. Pengaruh terhadap Pendapatan Pajak

Transfer pricing mempengaruhi alokasi laba dan beban pajak di berbagai yurisdiksi. Perusahaan dapat menggunakan harga transfer untuk mengalihkan laba ke negara-negara dengan tarif pajak lebih rendah, mengurangi laba yang dikenakan pajak di negara-negara dengan tarif pajak lebih tinggi. Hal ini dapat mengurangi total beban pajak perusahaan dan meningkatkan profitabilitasnya.

2. Kepatuhan Pajak

Otoritas pajak di berbagai negara sangat memperhatikan transfer pricing karena potensi besar untuk manipulasi dan penghindaran pajak. Oleh karena itu, ada regulasi ketat yang mengharuskan perusahaan multinasional untuk menetapkan harga transfer sesuai dengan prinsip arm's length dan mendokumentasikan transaksi mereka dengan baik untuk menunjukkan bahwa harga tersebut adil.

3. Konsistensi Laporan Keuangan

Transfer pricing yang tepat membantu dalam menjaga konsistensi laporan keuangan perusahaan. Dengan menetapkan harga yang wajar untuk transaksi antar perusahaan terkait, perusahaan dapat memastikan bahwa laporan keuangan mereka mencerminkan kinerja yang sebenarnya dari masing-masing entitas dalam grup.

4. Manajemen Kinerja dan Strategi Bisnis

Transfer pricing juga digunakan sebagai alat manajemen internal untuk mengukur kinerja unit bisnis yang berbeda dalam suatu perusahaan multinasional. Harga transfer yang tepat membantu manajemen dalam mengevaluasi profitabilitas dan efisiensi operasional dari setiap entitas.

Bagaimana Transfer Pricing Dilakukan?

Transfer pricing dilakukan melalui berbagai metode yang diakui secara internasional, seperti Comparable Uncontrolled Price (CUP), Resale Price Method (RPM), Cost Plus Method, dan Transactional Net Margin Method (TNMM). Setiap metode memiliki pendekatan yang berbeda dalam menentukan harga yang wajar berdasarkan kondisi pasar yang berlaku.

1. Comparable Uncontrolled Price (CUP) Method

Metode CUP membandingkan harga yang digunakan dalam transaksi antar perusahaan terkait dengan harga yang digunakan dalam transaksi antara perusahaan yang tidak terkait untuk barang atau jasa yang serupa. Metode ini dianggap sebagai metode yang paling langsung dan dapat diandalkan jika data pembanding yang tepat tersedia. Misalnya, jika PT A menjual komponen elektronik kepada PT B, harga tersebut dibandingkan dengan harga yang PT A terapkan pada pelanggan independen lainnya untuk komponen yang sama.

2. Resale Price Method (RPM)

Metode RPM digunakan ketika barang atau jasa dibeli oleh perusahaan terkait dan kemudian dijual kembali kepada pihak ketiga. Dalam metode ini, harga jual kembali dikurangi dengan margin laba yang wajar untuk menentukan harga transfer. Misalnya, jika PT B membeli komponen dari PT A dan menjualnya kembali, harga transfer dihitung dengan mengurangkan margin laba yang wajar dari harga jual kembali.

3. Cost Plus Method

Metode ini menghitung harga transfer berdasarkan biaya produksi ditambah dengan margin laba yang wajar. Metode ini sering digunakan untuk transaksi yang melibatkan barang atau jasa yang diproduksi dalam jumlah besar. Misalnya, PT A menentukan harga transfer untuk komponen yang dijual ke PT B dengan menambahkan margin laba yang wajar pada total biaya produksi komponen tersebut.

4. Transactional Net Margin Method (TNMM)

TNMM menguji kesesuaian laba bersih dari transaksi antar perusahaan terkait dengan laba bersih yang diperoleh dari transaksi serupa antara perusahaan yang tidak terkait. Metode ini sering digunakan ketika data pembanding langsung tidak tersedia. TNMM mempertimbangkan rasio laba bersih terhadap penjualan, aset, atau biaya yang terkait dengan transaksi tersebut.

5. Profit Split Method

Metode ini digunakan ketika transaksi antar perusahaan terkait sangat terintegrasi sehingga sulit untuk menerapkan metode lain. Profit Split Method membagi laba gabungan dari transaksi tersebut di antara perusahaan terkait berdasarkan analisis kontribusi ekonomi masing-masing pihak. Misalnya, jika PT A dan PT B berkolaborasi dalam proyek yang menghasilkan pendapatan, laba dari proyek tersebut dibagi berdasarkan kontribusi masing-masing dalam menciptakan nilai tersebut.

Dokumentasi dan Kepatuhan

Perusahaan multinasional harus menyediakan dokumentasi yang mendukung penetapan harga transfer mereka. Dokumentasi ini harus menunjukkan bahwa harga yang ditetapkan sesuai dengan prinsip arm's length dan menyediakan bukti yang cukup untuk mendukung metode yang digunakan. Dokumentasi yang memadai sangat penting untuk menghindari sanksi dan penalti dari otoritas pajak.

Regulasi dan Pedoman Internasional

Organisasi seperti OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dan PBB telah mengeluarkan pedoman transfer pricing yang digunakan sebagai referensi oleh banyak negara. Pedoman ini mencakup prinsip-prinsip dasar, metode yang dapat digunakan, dan persyaratan dokumentasi yang harus dipenuhi oleh perusahaan multinasional.

Genealogi Transfer Pricing

Asal Muasal Transfer Pricing: Perspektif Baudrillard dan Foucault

Untuk memahami asal muasal transfer pricing, kita dapat menggunakan perspektif dua pemikir besar: Jean Baudrillard dan Michel Foucault. Keduanya menawarkan lensa yang unik untuk menganalisis fenomena ini melalui konsep simulakra dan simulasi serta kekuasaan dan pengetahuan.

Simulakra dan Simulasi Jean Baudrillard

Jean Baudrillard, dalam karyanya "Simulacra and Simulation," mengajukan konsep simulakra untuk menjelaskan bagaimana representasi realitas dapat menggantikan realitas itu sendiri. Menurut Baudrillard, dalam masyarakat postmodern, kita sering kali terjebak dalam dunia simulasi di mana representasi (simulakra) tidak lagi merujuk pada realitas yang sebenarnya tetapi menciptakan realitas baru yang berdiri sendiri. 

Dalam konteks transfer pricing, harga transfer dapat dianggap sebagai simulakra yang menggantikan harga pasar yang sebenarnya. Perusahaan multinasional menciptakan representasi harga melalui dokumen dan perjanjian internal yang mungkin tidak mencerminkan transaksi ekonomi nyata di pasar terbuka.

Simulakra dalam transfer pricing berfungsi sebagai alat untuk mengontrol dan memanipulasi persepsi otoritas pajak dan publik tentang nilai transaksi antar perusahaan terkait. 

Dengan menciptakan ilusi harga yang wajar, perusahaan dapat menyembunyikan praktik penghindaran pajak mereka. Baudrillard menyebutkan bahwa dalam era simulasi, batas antara realitas dan representasi menjadi kabur, dan ini sangat relevan dalam memahami praktik transfer pricing di mana representasi harga seringkali lebih dominan daripada realitas pasar.

Empat Tahap Simulakra Baudrillard:

1. Tanda sebagai Refleksi dari Realitas Dasar:

Pada tahap ini, tanda atau representasi dianggap sebagai refleksi atau cerminan langsung dari realitas yang ada.

2. Tanda Menutupi dan Mengubah Realitas:

Tanda atau representasi mulai mengubah dan mendistorsi realitas asli.

3. Tanda Menutupi Ketiadaan Realitas:

Tanda atau representasi menciptakan ilusi bahwa ada realitas di baliknya, meskipun sebenarnya tidak ada.

4. Tanda yang Sepenuhnya Terlepas dari Realitas:

Pada tahap ini, tanda atau representasi tidak lagi memiliki hubungan dengan realitas asli dan menciptakan realitasnya sendiri.

Transfer Pricing sebagai Simulakra

Dalam dunia transfer pricing:

- Harga Transfer sebagai Tanda: Harga transfer yang ditetapkan oleh perusahaan dapat dilihat sebagai tanda yang mencerminkan atau seharusnya mencerminkan nilai pasar yang wajar dari barang atau jasa yang ditransaksikan.

- Distorsi Realitas: Namun, seringkali harga transfer ini mengubah dan mendistorsi realitas dengan menetapkan harga yang berbeda dari nilai pasar untuk tujuan tertentu seperti pengurangan pajak.

- Ilusi Harga Wajar: Harga transfer menciptakan ilusi bahwa transaksi dilakukan dengan harga yang adil dan sesuai dengan pasar, padahal sebenarnya harga tersebut telah dimanipulasi.

- Realitas Baru: Akhirnya, harga transfer ini menjadi realitas baru yang diakui dalam dokumen dan perjanjian internal perusahaan serta laporan keuangan, meskipun mungkin jauh dari realitas pasar yang sebenarnya.

Contoh:

Perusahaan A di negara dengan pajak tinggi menjual produk ke anak perusahaan B di negara dengan pajak rendah. Harga transfer yang ditetapkan lebih rendah daripada harga pasar untuk mengalihkan laba ke negara dengan pajak rendah.

Harga transfer ini menjadi simulakra, sebuah representasi yang menggantikan realitas harga pasar dan menciptakan ilusi bahwa transaksi dilakukan dengan harga yang adil dan wajar.

Simulasi dan Ilusi dalam Transfer Pricing

Baudrillard menunjukkan bahwa dalam era simulasi, batas antara realitas dan representasi menjadi kabur. Dalam transfer pricing, harga yang ditetapkan dalam transaksi antar perusahaan terkait adalah hasil simulasi, yang menggantikan harga pasar yang sebenarnya. Ini menciptakan ilusi harga yang adil dan sesuai dengan prinsip arm's length, padahal sebenarnya bisa jadi harga tersebut telah dimanipulasi untuk tujuan penghindaran pajak.

Kekuasaan dan Pengetahuan Michel Foucault

Michel Foucault, dalam analisisnya tentang hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan, menunjukkan bagaimana kekuasaan menggunakan pengetahuan untuk mengontrol dan mengatur masyarakat. Dalam konteks transfer pricing, perusahaan multinasional menggunakan pengetahuan mereka tentang regulasi pajak internasional dan metode transfer pricing untuk mengarahkan kekuasaan mereka dalam menentang atau bernegosiasi dengan otoritas pajak.

Transfer pricing sebagai praktek ekonomi tidak hanya melibatkan pengetahuan teknis tentang metode penentuan harga, tetapi juga melibatkan strategi kekuasaan yang kompleks. Perusahaan besar seringkali memiliki tim ahli yang memahami detail regulasi di berbagai yurisdiksi, memungkinkan mereka untuk menyusun strategi yang paling menguntungkan secara pajak. 

Otoritas pajak, di sisi lain, berusaha menggunakan regulasi dan audit untuk mengimbangi kekuasaan perusahaan ini. Foucault menyarankan bahwa setiap hubungan kekuasaan juga merupakan hubungan pengetahuan, dan ini terlihat jelas dalam dinamika antara perusahaan multinasional dan otoritas pajak terkait transfer pricing.

Pengetahuan sebagai Alat Kekuasaan

Foucault berpendapat bahwa kekuasaan bukan hanya sesuatu yang dimiliki, tetapi sesuatu yang dilakukan. Kekuasaan tersebar melalui pengetahuan dan praktik diskursif yang menciptakan dan mempertahankan struktur sosial dan ekonomi tertentu. Dalam konteks transfer pricing:

- Perusahaan multinasional memiliki akses ke pengetahuan tentang berbagai metode transfer pricing dan regulasi di berbagai yurisdiksi.

- Dengan pengetahuan ini, mereka dapat merancang strategi untuk meminimalkan beban pajak global mereka.

Michel Foucault mengajukan konsep bahwa pengetahuan dan kekuasaan saling terkait dan satu sama lain saling mempengaruhi. Dalam analisisnya, pengetahuan bukan hanya alat untuk memahami dunia tetapi juga alat untuk mengendalikan dan mengatur perilaku individu dan kelompok dalam masyarakat.

Menurut Foucault, mereka yang memiliki akses ke pengetahuan memiliki kekuasaan untuk:

- Membentuk Realitas: Mereka dapat membentuk dan mengontrol pemahaman tentang realitas melalui diskursus dan praktik diskursif.

- Mengatur Perilaku: Pengetahuan memungkinkan mereka untuk mengatur perilaku individu dan kelompok dengan menetapkan norma dan aturan yang diikuti.

Penggunaan Kekuasaan dalam Transfer Pricing

Otoritas pajak di berbagai negara juga menggunakan kekuasaan mereka untuk mengatur dan mengawasi praktik transfer pricing. Mereka mengeluarkan regulasi dan pedoman yang harus diikuti oleh perusahaan multinasional untuk memastikan bahwa harga transfer sesuai dengan prinsip arm's length.

Contoh:

- Otoritas pajak mungkin menuntut dokumentasi yang rinci dan mendalam mengenai transaksi antar perusahaan terkait.

- Mereka dapat melakukan audit dan penyesuaian terhadap harga transfer yang dianggap tidak sesuai dengan harga pasar.

Konflik Kekuasaan

Konflik antara perusahaan multinasional dan otoritas pajak dapat dilihat sebagai benturan kekuasaan:

- Perusahaan: Berusaha menggunakan pengetahuan mereka untuk mengurangi beban pajak dan memaksimalkan keuntungan.

- Otoritas Pajak: Berusaha menggunakan regulasi dan audit untuk memastikan kepatuhan dan mengoptimalkan pendapatan pajak.

Dengan menggunakan lensa Foucault, kita dapat melihat transfer pricing sebagai praktik di mana pengetahuan dan kekuasaan saling berinteraksi dan bertarung untuk mengendalikan bagaimana harga transfer ditetapkan dan diatur. Ini menunjukkan bahwa transfer pricing bukan hanya masalah teknis tetapi juga isu kekuasaan yang kompleks di dunia global yang saling terhubung.

Transformasi dari Ketidaksadaran ke Kesadaran

Dalam konteks teori id dan ego dari Sigmund Freud, praktik transfer pricing dapat dilihat sebagai evolusi dari kehendak ketidaksadaran (Id) menjadi kesadaran yang terstruktur (Ego). 

Pada tingkat ketidaksadaran, perusahaan memiliki keinginan mendasar untuk memaksimalkan keuntungan dan mengurangi beban pajak. Ini adalah motivasi dasar yang tidak selalu disadari oleh semua anggota organisasi tetapi merupakan dorongan kuat yang membentuk perilaku ekonomi mereka.

Proses ini kemudian menjadi lebih sadar dan terstruktur melalui pengembangan strategi transfer pricing yang mematuhi regulasi namun tetap memanfaatkan celah hukum untuk mengurangi pajak. 

Kehendak untuk memaksimalkan keuntungan ini diregulasi dan diartikulasikan melalui berbagai metode transfer pricing dan dokumentasi yang menciptakan kesan legitimasi. Transformasi ini menunjukkan bagaimana dorongan dasar dapat diartikulasikan melalui struktur yang lebih formal dan sadar untuk mencapai tujuan tertentu.

Relevansi dan Implikasi Praktis

Konflik dan Negosiasi

Salah satu implikasi praktis dari genealogi transfer pricing adalah munculnya konflik antara perusahaan multinasional dan otoritas pajak. Konflik ini sering kali berujung pada negosiasi yang rumit dan proses litigasi yang panjang. Genealogi ini membantu kita memahami bahwa konflik ini bukan sekadar masalah teknis tetapi juga mencerminkan dinamika kekuasaan dan representasi realitas yang berbeda.

Transparansi dan Regulasi

Regulasi transfer pricing yang semakin ketat di berbagai negara menunjukkan upaya otoritas pajak untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi manipulasi harga. 

Dengan memahami asal muasal dan motivasi di balik praktik transfer pricing, pembuat kebijakan dapat merumuskan regulasi yang lebih efektif untuk mengatasi penghindaran pajak. Regulasi seperti BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) oleh OECD adalah contoh bagaimana komunitas internasional berusaha mengatasi tantangan ini.

Etika Bisnis

Genealogi transfer pricing juga membawa kita pada pertanyaan etika bisnis. Apakah sah bagi perusahaan untuk menggunakan celah hukum untuk mengurangi kewajiban pajak mereka? 

Bagaimana peran etika dalam menentukan harga transfer yang adil? Dengan menggali asal muasal transfer pricing dari perspektif filosofis, kita dapat mengembangkan wawasan yang lebih dalam tentang implikasi etis dari praktik ini dan mendorong perusahaan untuk beroperasi dengan lebih transparan dan bertanggung jawab.

Penutup

Transfer pricing adalah praktik yang kompleks dan sering kali kontroversial dalam dunia perpajakan internasional. Dengan menggunakan pendekatan reflektif-kontemplatif dan meminjam konsep dari Jean Baudrillard dan Michel Foucault, kita dapat memahami genealogi transfer pricing sebagai proses yang melibatkan kekuasaan, representasi, dan pengetahuan. 

Pendekatan ini membantu kita melihat transfer pricing bukan hanya sebagai masalah teknis tetapi juga sebagai fenomena sosial dan ekonomi yang lebih luas. Melalui analisis ini, kita dapat lebih memahami motivasi dan implikasi dari praktik transfer pricing dan berupaya menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan.

DAFTAR PUSTAKA

Baudrillard, J. (1994). Simulacra and Simulation. University of Michigan Press.

Foucault, M. (1980). Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings, 1972-1977. Pantheon Books.

OECD. (2020). Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations. OECD Publishing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun