Dalam konteks teori id dan ego dari Sigmund Freud, praktik transfer pricing dapat dilihat sebagai evolusi dari kehendak ketidaksadaran (Id) menjadi kesadaran yang terstruktur (Ego).Â
Pada tingkat ketidaksadaran, perusahaan memiliki keinginan mendasar untuk memaksimalkan keuntungan dan mengurangi beban pajak. Ini adalah motivasi dasar yang tidak selalu disadari oleh semua anggota organisasi tetapi merupakan dorongan kuat yang membentuk perilaku ekonomi mereka.
Proses ini kemudian menjadi lebih sadar dan terstruktur melalui pengembangan strategi transfer pricing yang mematuhi regulasi namun tetap memanfaatkan celah hukum untuk mengurangi pajak.Â
Kehendak untuk memaksimalkan keuntungan ini diregulasi dan diartikulasikan melalui berbagai metode transfer pricing dan dokumentasi yang menciptakan kesan legitimasi. Transformasi ini menunjukkan bagaimana dorongan dasar dapat diartikulasikan melalui struktur yang lebih formal dan sadar untuk mencapai tujuan tertentu.
Relevansi dan Implikasi Praktis
Konflik dan Negosiasi
Salah satu implikasi praktis dari genealogi transfer pricing adalah munculnya konflik antara perusahaan multinasional dan otoritas pajak. Konflik ini sering kali berujung pada negosiasi yang rumit dan proses litigasi yang panjang. Genealogi ini membantu kita memahami bahwa konflik ini bukan sekadar masalah teknis tetapi juga mencerminkan dinamika kekuasaan dan representasi realitas yang berbeda.
Transparansi dan Regulasi
Regulasi transfer pricing yang semakin ketat di berbagai negara menunjukkan upaya otoritas pajak untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi manipulasi harga.Â
Dengan memahami asal muasal dan motivasi di balik praktik transfer pricing, pembuat kebijakan dapat merumuskan regulasi yang lebih efektif untuk mengatasi penghindaran pajak. Regulasi seperti BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) oleh OECD adalah contoh bagaimana komunitas internasional berusaha mengatasi tantangan ini.
Etika Bisnis